Dua perempuan yang diakui secara internasional atas pekerjaan mereka di industri seks berbincang bersama para politisi di Parlemen Australia Selatan sebagai bagian dari upaya baru untuk melegalkan kerja seks di negara bagian tersebut. Poin utama:⢠Anggota Parlemen dari Partai Hijau, Tammy Franks, mengusulkan undang-undang untuk melegalkan kerja seks tahun lalu
⢠Dua pekerja seks mengunjungi Parlemen Australia Selatan untuk mendorong dekriminalisasi
⢠Undang-undang ini akan diperdebatkan lagi pada bulan Juni
BACA JUGA: Enam Bulan Gempa Palu, Krisis Belum Juga Berlalu
Dame Catherine Healy dari Selandia Baru dan Julie Bates dari Sydney, tahun lalu, mendapat penghargaan setelah puluhan tahun bekerja di industri seks dan sebagai aktivis yang memperjuangkan dekriminalisasi profesi mereka.
"Saya hampir terkena serangan jantung ketika saya diberi gelar Dame dan, sungguh senang mendapat penghargaan yang datang tak hanya dari negara anda tetapi juga dari Ratu," kata Dame Catherine.
BACA JUGA: Komunitas Indonesia di Selandia Baru Terkesan Besarnya Empati Warga Setempat
Bates mengatakan ia datang ke Australia Selatan untuk mendorong para politisi bahwa dekriminalisasi pelacuran adalah langkah yang tepat.
"Kami di sini untuk memberi tahu para politisi Australia Selatan dan Australia Selatan bahwa hal itu bukanlah musibah," katanya.
BACA JUGA: Laporan Adanya Pria Bersenjata Sebabkan Stasiun Kereta di Melbourne Dievakuasi
Meski sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mengadvokasi reformasi kerja seks, Bates masih bekerja sebagai pekerja seks bagi warga lanjut usia yang hidup dengan disabilitas.Dampak keselamatan pekerja
Anggota Parlemen dari Partai Hijau, Tammy Franks, mengusulkan undang-undang kerja seks ke Parlemen tahun lalu, yang menurutnya adalah upaya reformasi ke-13.
Ia menerima dukungan dari golongan liberal moderat tetapi merupakan oposisi dari sayap kanan Partai Buruh.
Franks mengatakan Australia Selatan memiliki beberapa undang-undang tertua dan paling ketinggalan jaman di Australia terkait dengan pekerja seks.
"Jika mereka orang dewasa dan mereka menyetujui, mengapa urusan Parlemen untuk melarang hal itu?" katanya.
"Kita harus fokus pada kejahatan nyata."
Ia memeringatkan bahwa undang-undang itu berdampak pada keselamatan pekerja. Banyak yang terlalu takut untuk melapor polisi ketika keselamatan mereka diancam karena takut mereka akan didakwa.
Tahun lalu, ABC melaporkan, sebuah tindakan keras polisi terhadap pekerja seks justru mendorong industri ini dilakukan diam-diam.
Data polisi pada saat itu menunjukkan "tempat yang dicurigai rumah bordil" dikunjungi 176 kali, dengan lebih dari 200 dakwaan dijatuhkan.
Ini setara dengan penggrebekan terhadap rumah bordil setiap dua hari sekali.Tertinggal
Bates mengatakan Australia Selatan terkenal secara internasional sebagai pelopor dalam kebijakan sosial tetapi tertinggal ketika menyangkut undang-undang seputar pekerja seks.
Ia mengatakan undang-undang itu berarti bahwa pekerja seks akan membatasi kontak dengan klien ketika mereka harus fokus pada negosiasi layanan yang akan mereka berikan, karena khawatir klien mereka adalah seorang polisi yang menyamar.
"Anda takut polisi datang dan mengetuk pintu anda," katanya.
"Saya mengerti bahwa polisi di sini sangat aktif dalam dua tahun terakhir - di New South Wales dan di Selandia Baru [mereka telah menemukan] bahwa jika Anda mendekriminalisasi industri, Anda tidak perlu takut lagi."
"Polisi tidak bisa menjadi pelindung dan pengatur pada saat yang bersamaan - itu tak berjalan demikian."
Usulan UU ini akan kembali ke Parlemen pada bulan Juni.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengguna Drone di Australia Harus Memiliki Lisensi