jpnn.com, JAKARTA - Perjuangan untuk mendapatkan keadilan di Indonesia memang kerap kali masih terasa sulit.
Namun, bukan suatu hal yang mustahil, sebagaimana upaya hukum yang dilakukan oleh pemilik sebagian saham di PT Blue Bird Taxi, Mintarsih Abdul Latief.
BACA JUGA: Perjuangan Luar Biasa Mimin Mintarsih untuk Anak WNI di Malaysia
Mintarsih didampingi kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak melaporkan Purnomo Prawiro Mangkusudjono ke Bareskrim Mabes Polri dengan Nomor: LP/B/216/VIII/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 2 Agustus 2023.
Sejumlah kalangan ikut menyoroti permasalahan hukum tersebut.
BACA JUGA: Pesan Hidayat Nur Wahid Kepada Kader IMM Jaksel: Selamatkan Bonus Demografi!
Selain menyangkut keberlangsungan hidup orang banyak, sesungguhnya perjuangan Mintarsih menjadi bagian dari tolok ukur tentang sejauh apa capaian lembaga hukum di tanah air dalam memberikan keadilan bagi rakyatnya.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid juga angkat bicara atas kasus yang dihadapi Mintarsih.
BACA JUGA: Hidayat Nur Wahid Kritik Menkominfo Budi Arie soal Judi Online, Tegas
Menurut Hidayat, cita-cita ingin menjadi Indonesia medeka dulu adalah untuk lepas dari ketidakadilan dan depresi penjajahan yang dilakukan oleh penjajah Belanda.
“Atas dasar itulah, maka dalam Pancasila ada kata-kata adil,” ujar Hidayat.
Menurut Hidayat, Indonesia sudah berulang tahun ke-78 tahun. Seharusnya ada grafik menunjukkan kenaikan dari aspek keadilan.
Hidayat mengatakan terwujudnya keadilan sangat menentukan bagi kemajuan bangsa dan negara.
Oleh karena itu, rakyat percaya bahwa kita berada di alam merdeka dengan penegakan keadilan yang terlihat setiap tahun lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Sebelumnya, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Dr. Mudzakkir menanggapi berbagai persoalan hukum yang diduga kerap kali hanya berjalan di tempat dan bahkan berlarut-larut tanpa adanya kepastian hukum.
Sebagai contoh, mantan Direktur Blue Bird, Mintarsih Abdul Latief pekan lalu mendatangi Bareskrim Mabes Polri bersama kuasa hukumnya Kamaruddin Simanjuntak membuat laporan terkait dugaan pemalsuan akta CV Lestiani dan PT Blue Bird.
“Kalau terkait masalah pidana pada umumnya, penegak hukum itu masih timbang-timbang (menimbang), karena kalau diproses harus memerlukan biaya dan biaya yang keluar dari negara juga itu besar. Kalau tidak diproses juga itu hak warga negara. Jadi, di situ dilematis,” ujar Mudzakkir.
Soal hukum pidana, lanjut dia, memang tidak didesain untuk memulihkan kembali kerugian aset atau keuangan yang diderita oleh korban.
“Namun, adil itu parameternya adalah memasukan ke penjara," ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Mudzakkir, uang atau aset tidak kembali tetapi kompensasi dalam bentuk masuk penjara.
“Ini kadang-kadang agak problem ya, memang mindset hukum pidana sudah mulai bergeser tidak seperti itu lagi. Jadi, esensi pokok yang dikembangkan sekarang itu yakni restoratif justice,” kata Mudzakir.
Dia berharap hal itu bergeser dari yang semula bertujuan memenjarakan orang supaya kapok, sekarang bergeser dengan tujuannya bertanggung jawab terhadap perbuatannya, termasuk bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya plus akibatnya.
Sebelumnya, Mintarsih saat ke Bareskrim menjelaskan bahwa dirinya sudah memberikan semua bukti-bukti terkait laporannya.
"Pada waktu itu sudah saya berikan semua bukti. Jadi, itu semua bukti asli saya perlihatkan, lalu foto copy saya berikan. Di situ saya beberkan mulai dari awal sampai akhir dan terkena Pasal 266, 372 dan 374," ungkap Mintarsih, Jumat (25/8/2023).
Mintarsih menjelaskan dirinya keluar sebagai pengurus, tetapi mengapa hartanya dihilangkan.
“Jadi, bagi saya itu tidak masuk akal, tetapi sekarang pengacara notaris yang membuat akta itu pada saat dipanggil oleh Pak Kamarudin, mengatakan sebetulnya harta saya tetap ada dengan penekanan seharusnya saya sebagai persero bukan semua habis karena saya mundur sebagai pengurus,” ucapnya.
Menurut Mintarsih, langkah melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri itu untuk mendapatkan keadilan.
Kamaruddin Simanjuntak yang ikut mendampingi kliennya tersebut ke Bareskrim mengungkapkan, “Ibu ini (Mintarsih Abdul Latief) dari 2001 sampai 2023 enggak mendapatkan haknya.”(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari