jpnn.com, JAKARTA - Kelangkaan minyak goreng masih terjadi belakangan ini. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Ari Fahrial Syam mengatakan kondisi itu sebenarnya bisa menjadi momentum untuk mengurangi kebiasaan menggunakan minyak goreng sekaligus mengubah pola hidup menjadi lebih sehat.
“Sudah saatnya masyarakat mengurangi makanan yang digoreng agar pola hidup lebih sehat,” kata Ari, Sabtu (5/3).
BACA JUGA: Perihal Kelangkaan Minyak Goreng, Sultan Minta Pemerintah Evaluasi Izin Industri CPO
Dia menjelaskan, terlalu sering mengonsumsi makanan yang digoreng dengan minyak goreng berisiko menaikkan kadar kolesterol dan mengakibatkan aterosklerosis.
Aterosklerosis merupakan kondisi di mana pembuluh darah menjadi lebih sensitif dan kaku. Dampaknya, risiko terkena penyakit jantung koroner ikut meningkat.
BACA JUGA: Penimbun Minyak Goreng Ditahan, 24 Ton Barang Bukti Akan Didistribusikan untuk Masyarakat
Senada dengan Ari, dokter spesialis penyakit dalam dr. R.A. Adaninggar, SpPD, pun mengatakan minyak goreng sebagai salah satu sumber lemak jenuh yang berbahaya bagi tubuh jika dikonsumsi berlebihan. Karena itu, konsumsi makanan yang digoreng pun perlu dibatasi.
“Minyak goreng ini kan juga salah satu sumber lemak jenuh, lemak yang cukup berbahaya untuk tubuh. Sebenarnya kita dalam sehari itu ada batasannya untuk konsumsi minyak goreng," tutur dokter yang akrab disapa Ning.
BACA JUGA: Langsung Dikontrak 5 Tahun, PPPK Guru Dapat Banyak Fasilitas, Mantap
Jika kandungan lemak jenuh dalam minyak goreng tinggi, dikhawatirkan akan meningkatkan kadar kolesterol buruk dalam darah yang disebut low-density lipoprotein (LDL).
Efeknya adalah meningkatkan risiko berbagai gangguan kesehatan. Mulai dari obesitas, diabetes, hingga penyakit jantung koroner.
Mengutip anjuran Kementerian Kesehatan mengenai pola hidup sehat salah satunya dengan memerhatikan asupan lemak yang hanya 67 gram atau setara lima sendok makan per hari untuk setiap orang.
Ini artinya konsumsi minyak goreng tiap orang sebaiknya kurang dari lima sendok makan per hari karena asupan lemak juga datang dari lauk pauk yang dikonsumsi.
"Jadi, kalau (minyak goreng) langka, ya pakai takaran sehat itu sekalian menghemat," ujar Ning.
Tak hanya jenis makanan yang dikonsumi, cara mengolah makanan jadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menjalani pola hidup sehat, khususnya ketika mengurangi konsumsi makanan berminyak.
Menurut Ning, memasak dengan cara mengukus dan memanggang bisa jadi pilihan.
Keduanya efektif mengurangi penggunaan minyak goreng dalam mengolah makanan.
Ning mengingatkan bahwa makanan yang diolah dengan cara dipanggang pun tidak 100 persen sehat.
Terlebih jika menggunakan arang. Bagian yang menjadi gosong ketika dipanggang sebaiknya tidak dikonsumsi.
Hal tersebut pun diutarakan oleh Ari Fahrial. Dia juga mengingatkan agar bagian makanan yang hitam tidak dimakan karena bisa menjadi karsinogenik atau zat yang memicu pertumbuhan sel kanker.
Selain dikukus, dipanggang, atau dibakar, kemajuan teknologi pun memungkinkan menggoreng makanan tanpa minyak yakni dengan alat masak air fryer.
Proses memasak yang mengandalkan uap panas itu memungkinkan hasil masakan yang renyah tanpa menggunakan minyak goreng.
Apakah memasak makanan dengan air fryer lebih aman untuk kesehatan dibandingkan dengan menggoreng dengan minyak?
Ning mengatakan, hingga saat ini belum ada penelitian khusus mengenai hal tersebut.
Namun, air fryer dapat menjadi salah satu pilihan cara untuk mengurangi konsumsi minyak goreng.
"Karena alat itu mengurangi konsumsi minyak ya mungkin lebih sehat,” ujar Ning. (esy/jpnn)
Redaktur : Soetomo
Reporter : Mesya Mohamad