jpnn.com - KENDARI – Pengalihan pengelolaan SMU/SMK dari kabupaten/kota ke pemerintah provinsi, menimbulkan masalah baru.
Hingga kini, Pemprov Sulawesi Tenggara masih kebingungan mencari anggaran untuk pembiayaan gaji guru, terutama berstatus honorer.
BACA JUGA: Waspada! Cuaca Ekstrim Hingga 8 Desember
Untuk menggaji guru yang berstatus Pengawai Negeri Sipil (PNS) saja, Pemprov Sultra harus menambah anggaran Rp 310 miliar.
Apalagi jika ditambah gaji guru honorer sebanyak 3.900 orang. Makanya, draf usulan anggaran gaji honorer yang tertuang dalam Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2017 sebesar Rp 11 miliar terpaksa dialihkan untuk gaji PNS.
BACA JUGA: Terdengar Suara, Lalu Muncul Sosok Besar di Kamar
Meskipun penganggaran belum dialokasikan dalam draf APBD 2017, pemprov tetap berupaya memertahankan guru honorer.
Bila tidak, sekitar 30 persen SMK/SMU yang dialihkan ke provinsi terancam tanpa guru.
BACA JUGA: Natal dan Tahun Baru, 80 Persen Kamar Hotel Sudah Dipesan
Pasalnya, selama ini aktivitas belajar mengajar di sekolah-sekolah ini masih mengandalkan guru honorer.
Untuk mengatasi hal itu, Pemprov telah meminta pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk turun tangan.
"Sumber anggarannya belum ada. Makanya, kami telah meminta petunjuk ke pusat. Sebab kuota Dana Alokasi Umum (DAU) belum cukup untuk membiayai gaji guru. Setelah dihitung-hitung kita masih kekurangan Rp 310 miliar. Anggarannya cukup besar, lantaran jumlah personel yang dilimpahkan hampir sebanyak PNS Pemprov saat ini. Harus dituntaskan. Persoalan ini kami telah laporkan ke pusat. Paling tidak ada upayalah. Kini, kami masih menunggu tindak lanjutnya saja," beber H. Damsid, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sultra.
Mantan Dekan FKIP Universitas Halu Oleo (UHO) ini berharap pemerintah memberikan jawaban. Kalau tidak ada tambahan anggaran, paling tidak petunjuk teknis (Juknis).
Sebab Pemda bisa saja menyisihkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau komite untuk gaji guru honorer. Hanya saja, Pemda tetap membutuhkan panduan.
Dengan demikian, alternatif kebijakan yang diambil nantinya tidak menimbulkan masalah.
Jika tidak diatasi, sekitar 30 persen dari 300-an SMK/SMU yang dialihkan ke provinsi akan ditutup.
"Cukup banyak sekolah yang mengandalkan guru honorer. Sekitar 30 persen sekolah yang diserahkan ke provinsi, hanya diisi satu sampai tiga guru yang berstatus PNS. Kalau mereka tidak dipertahankan, akan banyak sekolah ditutup. Makanya, kami akan tetap berupaya untuk mencari sumber anggarannya. Meskipun besaran gaji honorer masih jauh dari harapan mereka," katanya.
Berdasarkan data kata Damsid, guru honorer yang diserahkan ke provinsi berjumlah 3.900 orang.
Bila gajinya diestimasi, pemerintah membutuhkan anggaran yang cukup besar.
Untuk menggaji pegawai honorer Rp 200 ribu per bulan saja, pemerintah harus menyiapkan anggaran sebesar Rp 11 miliar.
Bagaimana kalau Rp 500 ribu atau Rp 1 juta, pemerintah harus menyalokasikan yang lebih besar.
"Kita juga tidak bisa berbuat banyak. Memang Rp 200 ribu per bulan itu cukup miris. Tapi kami juga hanya bisa pasrah. Anggaran kami sudah dibatasi. Banyak kegiatan yang terpaksa harus batal dilaksanakan. Meskipun ada yang dilaksanakan, namun dananya telah dipangkas. Itupun untuk program yang dianggap prioritas," pungkasnya. (b/mal/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Baru Kenal Diajak Bercinta, Bangun Pagi Sangkur di Dada
Redaktur : Tim Redaksi