Miris, 65,3 Juta Warga Dunia Menderita karena Perang

Selasa, 21 Juni 2016 – 12:38 WIB
Pengungsi akibat ISIS di Kota Fallujah. Foto: en alalam.ir

JENEWA - Jumlah pengungsi di dunia terus meningkat seiring meningkatnya konflik di Sudan Selatan dan Burundi. Hingga akhir tahun lalu, ada sekitar 65,3 juta orang yang terpaksa menjadi pengungsi atau mencari suaka di negara lain.

"Ini kali pertama rekor 60 juta (individu telantar) terlampaui," terang Filippo Grandi, ketua UNHCR, organisasi PBB yang mengurusi pengungsi.

Kemarin (20/6), bertepatan dengan Hari Pengungsi Dunia, UNHCR merilis data pengungsi terbaru. Rekor 60 juta pengungsi yang PBB catat pasca Perang Dunia II sudah terlampaui. Rekor baru itu jelas bakal memicu krisis global baru.

Grandi mengatakan bahwa lonjakan jumlah pengungsi itu memunculkan sentimen politik anti-pengungsi yang sama besar. Sentimen itu pulalah yang membuat Eropa terbelah.

BACA JUGA: Ya Ampun, Bu Guru Vera Dihamili Siswa Belia

Kini negara-negara Uni Eropa (UE) yang meneken kesepakatan dengan Turki terkesan enggan menepati komitmen mereka untuk menampung pengungsi. Mereka cenderung memagari perbatasan dan mengusir para pengungsi yang tidak membawa dokumen lengkap.

"Kesediaan negara-negara untuk bahu-membahu mengatasi krisis ini sedang diuji. Tidak hanya untuk menghadapi krisis pengungsi, tapi juga demi rasa kemanusiaan," tegas Grandi dalam keterangan tertulisnya.

 Para pengungsi itu, menurut dia, selalu dihadapkan pada kesulitan yang sama banyaknya dengan penderitaan yang mereka hindari di negara asal. Sebab, pengungsian mereka tidak selalu berujung manis.

Di negara-negara penampungan yang menjadi titik singgah mereka sebelum mencapai negara tujuan di Eropa, para pengungsi itu harus menghadapi banyak hambatan.

BACA JUGA: OMG! Ini yang Dilakukan 12 Anak Kelas 6 SD buat Temannya yang Down Syndrome

Mulai sekadar pagar pembatas atau tembok penghalang hingga sentimen negatif masyarakat dan xenophobia. Hambatan itu membuat para pengungsi yang hendak mencari suaka dan kehidupan lebih baik di Eropa itu telantar.

Meski demikian, gelombang pengungsi ke Eropa tetap bertambah besar. Khususnya, pengungsi dari Syria. Padahal, untuk bisa sampai ke benua seberang, mereka harus mengarungi Laut Mediterania yang tidak bersahabat. Dengan risiko celaka di laut, para pengungsi tetap berdatangan ke Yunani atau Turki.

Negara-negara UE yang semula bersedia menampung mereka pun kewalahan dan mulai menolak kehadiran para pengungsi.

"Para pengungsi dan pencari suaka telah menyeberangi Laut Mediterania dan tiba di pesisir Eropa. Pesan yang mereka bawa adalah jika Anda tidak menyelesaikan masalah (di negara asal mereka), masalah lah yang akan mendatangi Anda," lanjut Grandi.

BACA JUGA: Ajak Pak Dosen dan Istrinya Hohohihi di Bali, Mahasiswi Kena Sanksi

Untuk menghentikan arus kedatangan pengungsi ke Eropa yang kian deras, PBB mengimbau masyarakat internasional bekerja sama menghentikan perang sipil.

Tanpa penyelesaian inti masalah yang terjadi di negara asal para pengungsi, Grandi yakin arus kedatangan pengungsi ke Eropa akan semakin deras. "Yang perlu kita lakukan sekarang adalah aksi. Aksi politik untuk menghentikan konflik. Ini menjadi cara paling ampuh untuk menyetop gelombang pengungsi," jelasnya. (AFP/Reuters/BBC/hep/c6/any/flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tragis, Demo Guru Berakhir Bentrok, 6 Tewas, 100 terluka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler