jpnn.com, JENEWA - Sungguh miris, pekerja bantuan yang diharapkan dapat meringankan beban masyarakat malah melakukan perbuatan tercela.
Sebuah sebuah komisi independen menyebut sekitar 83 pekerja bantuan terlibat eksploitasi dan pelecehan seksual selama epidemi ebola yang masif di Republik Demokratik Kongo pada 2018-2020.
BACA JUGA: Baru Sebegini Pengurus Daerah Partai Gerindra Dukung Prabowo Maju Pilpres 2024
Dari jumlah tersebut, 25 persen di antaranya dipekerjakan oleh badan kesehatan dunia WHO.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berjanji memastikan perkara dan penderitaan para korban akan menjadi pemicu untuk transformasi budaya WHO yang mendalam.
BACA JUGA: Persentasenya Tinggi Banget Koruptor Lulusan PT yang Terjerat Korupsi
Menurut Tedros, ke depan tidak akan ada lagi peluang terjadinya eksploitasi seksual.
Tidak ada pengampunan jika itu terjadi dan tidak ada toleransi untuk kelambanan
BACA JUGA: Jangan Biarkan Pihak yang Ingin Merampas Papua Terus Memainkan Isu HAM
"WHO akan menyelidiki potensi tindakan kelalaian oleh staf senior yang mungkin merupakan pelanggaran seperti yang direkomendasikan oleh komisi independen," ujar juru bicara WHO Tarik Jasarevic dalam jumpa pers PBB pada Jumat (22/10).
WHO telah memutus kontrak empat staf yang diidentifikasi sebagai pelaku dan menyerahkan proses hukum kepada pihak berwenang Kongo.
Donor utama pimpinan Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mendesak WHO untuk melakukan penyelidikan eksternal lebih mendalam.
Mereka menuntut penjelasan bagaimana skandal itu dibiarkan terjadi, kata para diplomat kepada Reuters pekan lalu.
WHO meminta kantor PBB yang bertanggung jawab melakukan pengawasan internal sehubungan dengan staf dan organisasi (UN OIOS) untuk melakukan peninjauan.
Jika perlu, penyelidikan lebih lanjut ke semua kasus dugaan eksploitasi dan pelecehan seksual yang diidentifikasi oleh komisi independen, termasuk yang mereka identifikasi pelakunya adalah staf WHO.
"Tim penyelidik eksternal yang terpisah akan mengawasi penyelidikan dugaan kesalahan manajerial sehubungan dengan kegagalan untuk memulai prosedur penyelidikan," demikian pernyataan WHO.
Tedros, yang mengunjungi Kongo 14 kali selama epidemi ebola, mengatakan kepada wartawan bulan lalu ketika komisi itu mengungkapkan temuan lengkapnya bahwa tidak ada yang mengangkat tuduhan itu.
Seperti pertama kali dilaporkan oleh Reuters pekan lalu, WHO mengatakan pihaknya telah mengerahkan para ahli ke sepuluh negara berisiko tinggi, termasuk Afghanistan dan Ethiopia untuk mencegah eksploitasi seksual.
Dalam seminggu terakhir, hampir 40 karyawan WHO dan lembaga mitra PBB telah dilatih dalam upaya pencegahan.(Antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang