jpnn.com, BANDUNG - Pesatnya pembangunan di Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jahidin (40) bersama enam anggota keluarganya terpaksa harus tinggal di gubuk bekas kandang kambing sejak empat tahun lalu.
Warga Kampung Cidadap RT 3/RW 13, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang itu harus tidur di bekas kandang kambing yang disulap menjadi bilik bambu sederhana berukuran 2×2,5 meter persegi. Dibawah bilik tersebut pun dipergunakan Jahidin sebagai tempat memelihara ayam.
BACA JUGA: PSI Ajak Komunitas di Bandung Barat Terjun ke Politik
BACA JUGA: Sedih..Kakek Sebatang Kara Tinggal di Gubuk Reot
Rumah panggung berdinding bilik bambu ini jauh dari kategori rumah sehat. Pencahayaan di dalam rumah terbilang minim. Atap rumah bahkan hanya dipasang terpal plastik penuh tambalan lakban.
BACA JUGA: Ibu Tua ini Bekerja Hanya Dapat Rp 5 Ribu per Hari
Saking minimnya luas ruangan, Ilah menyiasati rak untuk menyimpan perabot rumah tangga. Seperti gelas, piring, mangkok, dan lainnya, ditempatkan di belakang rumah tak jauh dari MCK berdinding terpal.
BACA JUGA: Mari Bantu Nenek Samilah, Lansia Sebatang Kara di Gubuk Reot
BACA JUGA: Memilukan! Suami Buta, Istri Lumpuh, Anak Gangguan Mental
Jahidin yang memiliki tujuh anak tinggal di gubug sederhanya itu bersama istri dan kelima orang anaknya Narya (14), Hendar (12), Aas (6), Raka dan Raina (3). Sedangkan kedua anak tertuanya Randi (20) dan herman (17) memilih tinggal di rumah depan milik kakeknya, Anda (75).
Menurut istri Jahidin, Ilah (36), sebelumnya dia bersama keluarganya tinggal di rumah mertuanya, Anda. Namun karena merasa tidak enak dan takut membebani sang kakek, Ilah lebih memilih tinggal di belakang rumah bekas kandang kambing milik mertuanya Anda sejak empat tahun lalu.
Meski tinggal tak jauh dari pusat pemerintahan, kemiskinan membuat mereka dan tujuh anaknya terpaksa tinggal di bekas kandang kambing. Jahidin yang mengandalkan pendapatan tak menentu dari hasil memecah batu dijadikan cobek hanya bisa bertahan hidup untuk sehari-hari.
BACA JUGA: Masya Allah..Lima Anak Yatim Tidur Bareng Kambing
Ilah mengaku pendapatan suaminya sebagai penjual cobek di kisaran Rp300 ribu per bulan. Uang itu memang tak cukup membeli makanan empat sehat lima sempurna.
“Kalau dibilang kurang pasti kurang. Untuk sehari makan sekeluarga saja beras habis dua liter,” ratap Ilah, dilansir Jawa Pos Radar Bandung.
Tinggal di gubuk tak layak huni, tutur Ilah, dingin dan panas sudah makanan sehari-hari. Jika hujan turun, ia terpaksa waspada khawatir terpal bocor. Sementara jika kemarau, di dalam rumah terasa pengap.
“Kepengin sih punya rumah sendiri yang layak dan listrik sendiri. Ini juga listrik pakai punya orang tua,” ujarnya.
Mertua Ilah, Anda (75) yang ditemui di kediamannya yang tak jauh dari gubug Ilah, mengaku ingin membangunkan rumah untuk anak dan cucunya. Namun, untuk saat ini ia hanya mampu mengurus dua cucunya saja untuk tinggal bersamanya.
“Anak saya ingin mandiri, kalau mau tinggal sama abah juga silahkan. Sekarang dua cucu tinggal sama abah,” katanya.
BACA JUGA: Kisah Mengharukan Mbah Sulton, 12 Tahun Hidup Sendiri di Hutan karena...
Disinggung mengenai perhatian dari pemerintah, ia mengakui belum pernah ada yang datang meski hanya sekedar menengok dari Pemerintah desa maupun Pemkab Bamdung Barat.
“Selama empat tahun pemerintah belum pernah ada yang kesini, jangankan Kepala Desa, Ketua RW sini aja nggak mau melihat kita,” ungkapnya.
Maka dari itu Ilah pun tidak begitu berharap atas bantuan Pemerintah, dia hanya menginnginkan anak-anaknya nisa kembali bersekolah serta kesehatan kedua orang mertuanya yang semakin buruk. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PPDB Jalur Keluarga Miskin dan Prestasi Sangat Diminati
Redaktur : Tim Redaksi