Miris, Level Kompetensi Siswa Indonesia Sangat Rendah

Senin, 22 Maret 2021 – 19:10 WIB
Plt Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbud Totok Suprayitno dalam Rakornas bidang perpustakaan 2021. Foto: tangkapan layar YouTube

jpnn.com, JAKARTA - Data PISA atau Programme for International Student Assessment tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains hingga 2018 menunjukkan siswa-siswi Indonesia berada di bawah level kompeten.

Kondisi tersebut mencemaskan karena revolusi industri 4.0 menuntut SDM memiliki kemampuan yang mumpuni.

BACA JUGA: Polisi Ungkap Fakta Pemerkosa Gadis SMP di Lombok, Ternyata!

Menurut Plt Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbud Totok Suprayitno, sebanyak 70 persen siswa berada di bawah level kompetensi minimum membaca.

Kemudian, 71 persen berada di bawah level kompetensi minimum matematika, dan 60 persen berada di level minimum sains.  

BACA JUGA: Bu Kades Asyik Begituan dengan Bawahan di Kamar, Suami Datang, Brak.. Gempar!

"Artinya apa? Mereka hanya mampu memahami apa-apa yang ada di dalam teks," ujar Totok dalam Rakornas Bidang Perpustakaan 2021 yang digelar secara virtual, Senin (22/3).

Para siswa, lanjut dia, hanya menerapkan konsep-konsep matematika dalam masalah yang standar. Mereka belum bisa berpikir tingkat tinggi hanya level rendah.

BACA JUGA: Organisasi Guru Dukung Pemerataan Pendidikan Lewat POP Kemendikbud

Kenyataan tersebut, kata Totok, menjadi peringatan yang tidak bisa dibiarkan.

Logikanya sangat jelas bahwa anak yang memiliki kemampuan literasi membaca tidak sekadar memahami hanya di teks.

"Mereka bisa memberikan pengaruh positif di berbagai mata pelajaran lainnya," kata dia.

Hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik 2019 merilis data yang menyebutkan hanya sekitar 13,02 persen penduduk usia lima tahun ke atas yang datang ke perpustakaan.

Sementara itu, dominasi bacaan yang dibaca ketika mengunjungi perpustakaan adalah buku pelajaran (80,83%), selain kitab suci (73,65%). 

Tidak hanya angka kunjungan ke perpustakaan yang rendah, kurangnya ragam bahan bacaan yang dibaca siswa juga berdampak pada rendahnya aktivitas literasi membaca secara nasional. 

“Berkaca pada hasil PISA, siswa yang menghabiskan lebih banyak dalam seminggu untuk membaca sebagai hiburan di waktu luang, memiliki skor lebih tinggi dibanding dengan yang tidak atau kurang senang membaca,” tutur Totok.

Di lingkup negara ASEAN, skor PISA Indonesia hanya lebih baik dari Filipina, sedangkan Provinsi DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) jauh lebih baik dari skala nasional. Hal ini mengindikasikan adanya kesenjangan mutu.

"Indonesia masih konsisten sebagai salah satu negara dengan peringkat PISA terendah," kata dia.

Kondisi itu mendorong pemerintah melakukan reformasi pendidikan dan menelurkan kebijakan lain.

Di antaranya menambal koleksi perpustakaan sekolah melalui pengelolaan bantuan operasional sekolah (BOS) menjadi lebih fleksibel.

Sebelumnya, kebijakan pembelian buku teks dan buku bacaan dialokasikan maksimum 20 persen. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Asesmen Kompetensi Minimum, Siswa Tetap di Depan Komputer Mirip UN


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler