Miris, Murid Terpaksa Belajar Lesehan dan Bawa Meja Lipat dari Rumah

Selasa, 15 Agustus 2017 – 01:47 WIB
Ilustrasi. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com, BATAM - Sejumlah murid SD Negeri 006 Batamkota, Batam, Kepri, terpaksa belajar lesehan di sebuah musala.

Hal itu dikarenakan kekurangan ruangan belajar dan membludaknya siswa dalam satu kelas.

BACA JUGA: Singapura Akan Tingkatkan Isvestasi di Batam

Kondisi itu pun memaksa sedikitnya 16 murid kelas satu SD itu harus membawa masing-masing satu meja lipat.

Kepala SDN 006 Batamkota, Dahlius mengatakan, langkah ini diambil karena jumlah 50 orang perkelas tidak bagus untuk iklim belajar anak.

BACA JUGA: Enam PMA Singapura Ini akan Investasi di Batam

Menurutnya, kemarin Senin (14/8) adalah hari pertama belajar di musala diberlakukan.

"Baru mau menyesuaikan diri sudah begitu, kasian mereka," kata Dahlius kepada Batam Pos (Jawa Pos Group), Senin (14/8) pagi.

BACA JUGA: 10 JCH Kloter 13 Gagal Berangkat, Ternyata Ini Penyebabnya

Awalnya, ke 16 siswa tersebut merupakan siswa yang tersebar di empat rombongan belajar (rombel) kelas satu. "Kami ambil empat orang perkelas, dari kelas A sampai D. Jadinya kan 16 orang, kita bentuk rombel baru, kelas 1E dan belajarnya di musala," paparnya.

Dia mengatakan, sebelum belajar di musala diberlakukan, pihaknya berencana menggunakan perpustakaan, namun perpustakaan yang sempit tak memungkinkan untuk kegiatan belajar mengajar.

"Perpusatakaan luasnya hanya 3 kali 7, sementara idealnya kelas 7 kali 8. Makanya kami pakai musala yang lebih luas," katanya.

Dia menyampaikan, tak hanya belajar di musala, di sekolah yang ia pimpin juga menerapkan tiga shift, dengan rincian wakt, masuk pagi dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB, shift siang dari pukul 11.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB, sementara sore dari pukul 14.30 hingga pukul 16.30 WIB.

"Non stop, masuknya pagi, siang dan sore. Yang tak terapkan tiga shift hanya kelas atas, kayak kelas lima dan enam," terangnya.

Menurutnya, hal ini terjadi karena RKB di sekolah ini minim, sementara rombongan belajar banyak. Dari 15 RKB, harus menampung 34 rombel dengan jumlah siswa 1.515 siswa.

"10 tahun terakhir kami belum dapat RKB, sementara tiap tahun rombel nambah terus," ucapnya.

Akar permasalahan ini berawal sejak Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) beberapa waktu lalu. Sekolahnya yang hanya memiliki daya tampung siswa baru 108 siswa untuk tiga rombongan belajar (Perkelas 36 siswa), pada akhirnya harus menerima hingga 200 orang karena desakan masyarakat.

"Awalnya 108 dulu untuk tiga kelas, perkelaskan 36 orang. Lalu tambah lagi satu kelas, jadi 40 siswa perkelas. Akhirnya, jadi 50 perkelas, jadinya 200 semuanya," ungkap, Ketua Panitia PPDB, Noeraida.

Sebagai guru kelas, ia mengaku memaksakan anak dengan jumlah yang memenuhi ketentuan berpengaruh ke daya serap anak. "Apalagi mereka ini masih baru, kalau yang kelas atas kayak kelas 5 atau 6 masih bisalah daya serapnya," pungkasnya. (cr13)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengusaha Usulkan Penundaan Pajak, Pemko Mendukung, BP Keberatan


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler