Pemerintah Indonesia resmi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN atas barang dan jasa menjadi 12 persen mulai hari ini, 1 Januari 2025.

Kenaikan PPN sempat diwarnai dengan sejumlah misinformasi dan membuat warga bingung, sehingga berspekulasi soal barang-barang dan jasa apa saja yang harganya akan naik.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Mantan Menhan Israel Mengundurkan Diri dari Parlemen

Selasa kemarin, pemerintah buka suara dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan jika PPN 12 persen hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah.

"Semua barang jasa yang lain yang selama ini 11 persen, tetap 11 persen, tidak ada atau tidak ada kenaikan 12 persen," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, kemarin.

BACA JUGA: Efek PPN 12 Persen, 3 Jenis Kredit Perbankan Ini Bakal Naik

"Yang 12 persen yaitu barang sangat mewah," ujarnya.

“Itu kategorinya sangat sedikit, limited ... yaitu barang tertentu, private jet, kapal pesiar, yacht, dan juga rumah yang sangat mewah,” ucapnya.

BACA JUGA: Simak Perincian & Perhitungan Barang yang Kena PPN 12 Persen

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto mengatakan barang dan jasa yang jadi kebutuhan pokok akan "tetap" dikenai tarif PPN nol persen.

"Untuk barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak yang tetap diberikan pembebasan PPN, yaitu tarif nol persen. Antara lain, kebutuhan pokok, beras, daging, ikan, telor, sayur, susu segar, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, rumah sederhana, air minum," ujar Presiden Prabowo.Saat mengumumkannya, Presiden Prabowo mengatakan kenaikan PPN 12 persen perlu ia sampaikan sendiri, karena "mungkin masih ada suatu keragu-raguan atau suatu ketidakpahaman yang tepat".Beredarnya misinformasi

Sebelum PPN 12 persen resmi diberlakukan per hari ini, 1 Januari 2025, tanda pagar #PPNmemperkuatekonomi beredar di jejaring sosial, termasuk di X.

Saat para pengamat dan banyak warga mengkritisi kenaikan PPN, tagar ini justru memuji kebijakan pemerintah, sehingga dituduh dilakukan oleh 'buzzer'.

Daniel Tarigan adalah 'content creator' yang juga ikut membahas kenaikan PPN di akun Instagram dan TikTok miliknya.

Sebagai pelaku bisnis sekaligus dosen mata kuliah bisnis di Prasetiya Mulya, Daniel mengatakan ada beberapa misinformasi mengenai kenaikan PPN menjadi 12 persen di sosial media. 

Ia mencontohkan konten salah satu komedian di Instagram, yang menyebutkan pajak dikenakan mulai barang diproduksi hingga pemasarannya.

"Jelas banget narasinya dibilang PPN ini terkena biaya produksi, marketing kena PPN … Itu menurut saya sih sesat banget ya," kata Daniel, pemilik akun @danielchtarigan di Instagram.

Menurut Daniel, narasi seperti ini berbahaya karena justru akan membuat produsen menaikkan harga barang atau jasanya.

"PPN itu yang tanggung tetap konsumen akhir. Tapi kalau narasi dibangun seperti itu dan masyarakat kita tidak teredukasi, nanti mereka akan bilang udah-lah karena harga mau naik, ya udah saya naikin," jelasnya.

Yang disesalkan Daniel, 'content creator' tidak menghapus konten tersebut karena sudah viral.

Menurutnya, misinformasi di media sosial terjadi karena pembuat konten yang kurang paham soal topik yang dibicarakan.

"Seharusnya kita sebagai content creator, apa yang tidak menjadi ilmu kita, jangan kita bahas," ungkap Daniel.

Bahkan sebagai dosen pun, Daniel mengaku pernah menghapus beberapa konten yang dibuatnya, setelah menyadari ada data yang kurang akurat.Bisa berdampak pada kenaikan harga

Daniel mengaku ia sendiri tidak setuju dengan kebijakan pemerintah menaikkan PPN jadi 12 persen, tapi yang ia sayangkan adalah para pembuat konten yang 'menghalalkan' segala cara untuk membangun narasi menolak kebijakan itu.

Menurutnya, kesalahpahaman soal PPN berdampak langsung pada pengikutnya dan membentuk narasi yang malah membuat warga khawatir.

"Saya lihat beberapa orang yang curhat, ada yang sampai tidak mau terima pembayaran QRIS karena takut dipotong pajak. Padahal tidak begitu konsepnya," jelasnya.

Sebagai dosen ekonomi ia juga khawatir narasi salah yang sudah beredar malah akan berdampak pada harga-harga barang dan jasa itu sendiri.

"Ini teori ekonomi yang sudah terbukti bahwa pembentuk harga itu, atau yang membuat harga itu naik, tidak selamanya kenaikan biaya produksi, tapi juga ekspektasi," jelasnya.

"Jadi ketika semua orang beranggapan tahun depan barang akan naik, dia akan merespon hari ini."

Sejumlah pakar juga menilai beredarnya narasi yang salah adalah karena pemerintah yang kurang baik dalam menyampaikan rencana kebijakannya.

Di sinilah para pembuat konten bisa menjadi "sarana yang efektif" untuk menjembatani kesenjangan informasi antara pemerintah dan masyarakat, seperti dijelaskan Daniel.

"Nanti ngemasnya gimana supaya masyarakat lebih paham itu tugas kita content creator dan pers … biar masyarakat paham dengan bahasa kalian sendiri," katanya.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hotman Paris Komentari soal PPN 12%, Lalu Usulkan Ini

Berita Terkait