jpnn.com, GRESIK - PT Miwon Indonesia terus melakukan diversifikasi produk.
Terbaru, perusahaan berbasis di Gresik itu mengembangkan tepung jagung (corn starch) dan sweeteners.
BACA JUGA: Geber Promo, Trakindo Beri Harga Khusus untuk Konsumen
Selama ini, monosodium glutamate (MSG) menguasai sekitar 85 persen penjualan perusahaan.
Sisanya merupakan kemasan (flexible packaging) dan sejumlah produk lain.
BACA JUGA: Wika Beton Kantongi Kontrak Baru Rp 1,1 Triliun
Presiden Direktur PT Miwon Indonesia Lim Duk Jin menyatakan, permintaan pasar terhadap corn starch dan sweeteners sangat besar.
Bukan hanya pasar domestik, tetapi juga pasar ekspor. Corn starch dipakai untuk industri makanan olahan seperti mi dan roti.
BACA JUGA: Pasar Menjanjikan, Nippon Paint Rambah Bisnis Otomotif
Sementara itu, sweeteners digunakan industri minuman sebagai pengganti gula tebu atau sukrosa.
’’Market luar negeri yang potensial, antara lain, Filipina, Vietnam, dan Korea,’’ terangnya di sela peresmian pabrik di Driyorejo, Kabupaten Gresik, Rabu (15/3).
April mendatang, Miwon memulai ekspor produk corn starch dengan volume 4.000 ton per bulan.
Untuk penjualan lokal, mencapai 6.000 ton per bulan.
Sementara itu, produksi sweeteners mencapai 550 ton per hari, dengan 150 ton di antaranya untuk pasar ekspor.
Nilai investasi pabrik yang dibangun di lahan lima hektare tersebut mencapai Rp 1,2 triliun.
Kapasitas produksi corn starch mencapai 86 ribu ton per tahun dan high fructose 72 ribu ton per tahun.
’’Kami masih mengandalkan bahan baku jagung impor. Namun, secara bertahap, kami akan menggunakan jagung lokal,’’ tuturnya.
Factory Director Miwon Indonesia Suratman menambahkan, beroperasinya pabrik baru itu bisa mengubah komposisi penjualan dari total omzet perusahaan.
Diproyeksikan, dalam setahun ke depan, corn starch dan sweetener dapat berkontribusi 40 persen dari total omzet. ’’MSG masih mendominasi,’’ ucapnya.
Diversifikasi dilakukan karena persaingan pasar untuk produk MSG makin ketat dengan masuknya produk impor dari Tiongkok.
MSG dibutuhkan industri makanan, termasuk produk makanan ringan.
’’Sejalan dengan makin jenuhnya pasar MSG, perseroan terdorong untuk mengembangkan sumber pendapatan baru,’’ jelas Suratman.
Penggunaan jagung lokal masih terkendala tingginya kadar aflatoksin sehingga menghasilkan racun bagi tubuh.
Kandungan air dalam jagung lokal juga tinggi. Karena itu, tingkat rendemen tidak bisa bersaing dengan jagung impor.
’’Kami berharap pembinaan pada petani dapat meningkatkan mutu jagung lokal. Jadi, bisa sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan perusahaan,’’ ujarnya. (res/c18/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Neraca Dagang Indonesia Defisit Lawan Tiongkok
Redaktur & Reporter : Ragil