jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy menilai Mahkamah Konstitusi (MK), masih bisa berubah sikap terkait judicial review Pasal 222 UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Meskipun idealnya ketika MK telah memutus satu perkara yang sama, tidak memungkinkan untuk digugat kembali. Hanya saja ada statemen dari MK bahwa memungkinkan untuk terjadi perubahan keputusan bila ditemukan argument yang baru.
BACA JUGA: Jika Presidential Threshold Dikabulkan, Begini Nasib Jokowi
"Inikan dikunci di situ, sehingga bisa menjadi pertimbangan baru lagi. Apalagi kalau penggugat menemukan argumentasi baru berkenaan dengan pelanggaran terhadap konstitusi misalnya," ucap Lukman kepada JPNN, Sabtu (23/6).
Terlebih lagi beberapa perkara di MK khususnya yang berkaitan dengan politik, baik pilkada maupun pemilu kerap terjadi perubahan sikap di lembaga penjaga konstitusi tersebut.
"Contohnya soal cuti atau mundur. Dulu pernah mundur, kemudian cuti, kemudian mundur lagi. Ada empat kali perubahan sesuai gugatan masing-masing pihak. Kemudian soal narapidana, penghitungan," ucap Wasekjen DPP PKB itu.
BACA JUGA: Gerindra Tak Ambil Pusing Presidential Treshold
Karena masalah ini berkaitan dengan politik dan hakim MK melihat dinamika di tengah masyarakat, katanya, itu menyebabkan ada peluang lagi untuk masyarakat melakukan gugatan terhadap materi yang sama.
"Ini menjadikan posisi permohonan itu fifty-fifty, apakah dikabulkan atau tidak dikabulkan. Kalau nanti ada keputusan baru tentu tetap harus dilaksanakan oleh KPU," jelas politikus yang beken disapa dengan inisial LE ini.
BACA JUGA: Bisa Saja PG Ikut Usung JK â AHY, Batal Dukung Jokowi
Terlepas dari diterima atau ditolaknya gugatan PT tersebut oleh MK, dia berharap permohonan ini sesegera mungkin disidangkan supaya tidak menimbulkan keragu-raguan bagi penyelenggara pemilu, maupun partai politik. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Berpotensi tak Bisa Maju sebagai Capres
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam