jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi memutuskan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.
Ketua MK Anwar Usman pada Kamis (25/11) memerintahkan kepada para pembentuk UU untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK. Jika dalam tenggang waktu itu para pembentuk UU tidak melakukan perbaikan, UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.
BACA JUGA: Ketulusan Hati Ustaz Maaher yang Tidak Diketahui Orang Banyak
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan keputusan MK ini menjadi peringatan kepada Pemerintah dan DPR untuk melakukan evaluasi total aspek formil maupun aspek materil UU Cipta Kerja.
Dalam proses perbaikan nanti, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta harus mempunyai dasar yang jelas apakah metode pembuatan UU Baru atau hanya melakukan revisi. Selain itu yang paling penting, dalam proses perbaikan UU ini jangan sampai mengulangi kondisi yang sama yaitu minimnya partisipasi publik.
BACA JUGA: Istri Ustaz Maaher Rutin Bawa Air Minum ke Rutan Bareskrim, Begini Alasannya
“Sebuah RUU yang mendapat penolakan luas, bahkan bukan hanya dari kalangan buruh, petani, nelayan, civil society, mahasiswa, akademisi tetapi juga ditolak organisasi keagamaan besar, menandakan RUU tersebut mengandung banyak persoalan. Ini terjadi pada UU Cipta Kerja. Dalam proses perbaikan nanti, kedepankan transparansi dan buka seluas-luasnya ruang bagi publik untuk berpartisipasi di semua tahapan proses penyusunan perbaikan undang-undang ini,” ujar Fahira Idris di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (26/11).
Menurut Fahira Idris, Putusan MK ini berdampak besar terhadap reputasi DPR dan Pemerintah termasuk juga program-program kerja Pemerintah.
BACA JUGA: Chandra Kecewa terhadap Komnas HAM soal Ustaz Maaher
Seharusnya, kata dia jika niat Pemerintah ingin menjadikan UU Cipta Kerja ini sebagai landasan untuk mengakselerasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, prosedur pembentukannya harus taat kepada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sehingga aspek formil maupun aspek materilnya tidak bermasalah.
“Sekali lagi saya tekankan, dalam proses perbaikan nanti publik harus dilibatkan penuh hingga ke substansi perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja ini. Jadikan proses perbaikan undang-undang ini sebagai ‘rumah kaca’ sehingga publik bisa mengakses seluas-luasnya. Karena jika tidak, walau sudah diperbaiki undang-undang ini berpotensi digugat kembali ke MK. Partisipasi publik seluas-luasnya yang disempurnakan dengan substansi undang-undang yang mengedepankan kepentingan publik menjadi syarat utama undang-undang ini mendapat dukungan publik luas,” pungkas Fahira.(jpnn)
Redaktur : Friederich
Reporter : Mesya Mohamad