MK Sahkan Lembaga Ombudsman di Daerah

Selasa, 23 Agustus 2011 – 19:17 WIB

JAKARTA - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi (judicial review) Pasal 46 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Pasal 1 angka 13 UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

“Permohonan pemohon terkait inkonstitusionalitas larangan penggunaan nama Ombudsman beralasan menurut hukum

BACA JUGA: Gugat Pemberian Doktor HC Raja Arab

Menyatakan Pasal 46 UU ORI bertentangan dengan UUD 1945,” kata ketua Majelis Hakim, Mahfud MD membacakan amar putusan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Selasa (23/8).            

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan pembentukan lembaga Ombudsman adalah lazim dalam praktik universal di berbagai negara yang dilakukan baik pemerintah (pusat dan daerah) maupun lembaga swasta.

Menurut Mahkamah, kata “Ombudsman” telah memiliki pengertian yang umum, bahkan diterima secara internasional sebagai fungsi independen dalam menerima keluhan, menginvestigasi, memberi alternatif penyelesaian hingga memberikan rekomendasi kebijakan
"Jika terdapat monopoli istilah Ombudsman akan sangat mengganggu proses komunikasi publik dalam penyampaian gagasan," kata hakim M

BACA JUGA: Rieke Pertanyakan Moratorium TKI Arab Saudi

Akil Mochtar dalam pertimbanganya.

Hal ini lanjut Akil, akan mengganggu hak berkomunikasi dan kebebasan untuk menyampaikan pendapat yang dijamin dalam konstitusi
Karenanya Mahkamah menilai lembaga ombudsman tidak dapat dimonopoli oleh negara.

“Karena itu larangan pembentukan lembaga dengan nama ombudsman oleh lembaga selain ORI tidak sejalan dengan perlindungan konstitusional yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” jelasnya.
            
Menurut Mahkamah berlakunya Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU ORI akan mengancam keberadaan lembaga-lembaga ombudsman sekaligus melanggar prinsip jaminan kepastian hukum yang adil bagi lembaga ombudsman yang telah dibentuk secara sah

BACA JUGA: Kemendiknas dan Kemenkes Diberi Opini TMP

“Ombudsman di daerah penting untuk mengawasi unsur-unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah, tetapi bukan berarti lembaga tersebut merupakan perwakilan ORI,” tutur Akil.

Mahkamah juga berpendapat tidak ada persoalan konstitusionalitas penyebutan ombudsman sebagai lembaga negara sepanjang lembaga ombudsman dibentuk oleh negara atau organ negaraDengan demikian Pasal 1 angka 13 UU Pelayanan Publik hanya berlaku bagi ombudsman yang dibentuk oleh negara atau pemerintah"Namun, tidak berarti lembaga nonpemerintah tidak dapat membentuk lembaga ombudsman meski tanpa harus disebut sebagai lembaga negara," tandas Akil.

Sebagaimana diketahui, permohonan ini diajukan oleh Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan sejumlah perwakilan lembaga ombudsman daerah menguji Pasal 46 UU ORI dan Pasal 1 angka 13 UU Pelayanan PublikOmbudsman daerah yang bergabung menjadi pemohon perkara ini antara lain Ombudsman Kota Makassar, Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta, Ombudman Kabupaten Asahan, Ombudsman Swasta DIY, dan LSM Komite Pemantau Legislatif Sulawesi. 

Menurut para pemohon, pasal yang diuji itu seolah-olah menghapus/mengancam keberadaan lembaga ombudsman di daerah yang dibentuk dengan peraturan daerahSebab, lembaga ombudsman di daerah tak lagi diperbolehkan menggunakan nama “Ombudsman”Mereka diwajibkan mengganti nama dalam waktu dua tahun sejak UU ORI itu berlaku

Aturan itu dinilai para pemohon tidak sejalan dengan konsep otonomi daerah serta bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2), (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan kontras dengan Pasal 46, justru Pasal 1 angka 13 UU Pelayanan Publik justru memperkuat keberadaan ombudsman di daerah baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, BUMN/BUMD maupun lembaga swasta atau perorangan yang dananya bersumber dari APBN/APBD(kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bambang: Seribu Persen, KPK Tak Akan Periksa Ibas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler