MKD Jadi Majelis Kehormatan Dagelan jika Terkait Setnov

Minggu, 19 Maret 2017 – 18:26 WIB
Mahkamah Kehormatan DPR. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar mengingatkan Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) agar memproses pengaduan tentang dugaan Setya Novanto telah melanggar kode etik di lembaga para wakil rakyat itu.

Dalam penilaian Zainal, MKD ketika menangani pengaduan tentang ketua DPR itu memang terkesan akal-akalan. “Kita sudah tahu kualitas MKD, majelis kehormatan agak dagelan," ujarnya usai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (19/3).

BACA JUGA: Sikap ARB Dinilai Bentuk Kedewasaan Politik Golkar

Kendati demikian Zainal masih menaruh harapan kepada MKD untuk memproses sejumlah laporan masyarakat terkait Setnov. Salah satunya pengaduan dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) yang menyebut Setnov melakukan pembohongan publik karena mengaku tidak mengenal mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraeni dan pengusaha Andi Narogong dalam kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

"Kita ingatkan harus ada yang ditegakkan. Publik melihat akan jadi mahkamah kehormatan atau dagelan," tegasya.

BACA JUGA: DPR Sebaiknya Dipimpin Figur Bersih

Sebelumnya MKD pernah memproses pengaduan tentang Novanto dalam kasus Papa Minta Saham pada pengujung 2015. Namun, Novanto memilih mengundurkan dari posisi ketua DPR.

MKD yang sudah menyidangkan perkara Papa Minta Saham pun batal mengeluarkan putusan. Alasan MKD karena politikus Golkar itu mengundurkan diri dari posisi ketua DPR.

BACA JUGA: KPK Berani Sebut Nama, Harus Bisa Membuktikan

Namun tak butuh waktu lama bagi Novanto untuk kembali ke kursi ketua DPR. Berbekal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi atas Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Novanto minta MKD merehabilitasi namanya.

MK mengabulkan permohonan uji materi Setnov tentang frasa ‘pemufakatan jahat’ dalam UU Tipikor. Selain itu, MK juga menyatakan rekaman pembicaraan antara Novanto dengan Ma’roef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid sebagai hasil sadapan ilegal.

Walhasil, MKD mengabulkan permohonan Novanto. Lagi-lagi, politikus kelahiran 12 November 1955 di Bandung, Jawa Barat itu menang dan kembali menjadi ketua DPR lagi.(dna/jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Andai Kasus e-KTP Belum Selesai Hingga Pemilu 2019


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler