jpnn.com - Vaclav Havel adalah pahlawan yang muncul secara tidak terduga, the unlikely hero, dalam revolusi di Eropa Timur, 1990.
Seorang seniman, budayawan, dan dramawan yang kariernya dihabiskan di panggung teater, tiba-tiba menjadi pemimpin sebuah gerakan sosial besar yang mampu menumbangkan rezim komunis, tanpa jatuh setetes darah pun.
BACA JUGA: Demo Ala Cak Nun di Kandang Banteng
Ketika itu komunisme mulai goyah di seluruh Eropa menyusul runtuhnya Uni Soviet yang menjadi satelit utama komunisme dunia.
Berbagai gerakan sosial muncul di Eropa Timur dan berhasil membawa perubahan rezim.
BACA JUGA: Cak Nun Sindir Kepemimpinan Nasional: Jangan Sampai 3 Kali
Banyak di antara gerakan itu yang berlangsung keras dan membawa korban jiwa.
Angin perubahan dan revolusi berembus di Cekoslowakia.
BACA JUGA: Ade Armando Dikeroyok, Jim Lomen Sihombing Sentil Revolusi Mental Jokowi, Menohok
Bukan gerakan buruh radikal yang seperti yang terjadi di Polandia di bawah Lech Wawensa, tetapi sebuah gerakan penyadaran intelektual oleh seorang seniman dan budayawan.
Gerakan itu menghasilkan gempa politik yang tidak kalah dahsyat dibanding dengan revolusi buruh Polandia.Cekoslowakia menjadi contoh bahwa gerakan penyadaran politik yang membawa revolusi bisa muncul dan dipimpin oleh seniman dan budayawan.
Penyadaran politik melalui karya-karya panggung, terbukti mampu menginspirasi jutaan orang untuk turun ke jalan secara damai, dan akhirnya bisa membawa perubahan radikal dalam lanskap politik Cekoslowakia.
Menjelang Desember 1989, Eropa hampir membeku memasuki puncak musim dingin.
Salju menutupi jalan di mana-mana.
Orang-orang memilih tinggal di dalam rumah mencari perlindungan dari tusukan angin.
Namun, di Cekoslowakia orang-orang merasa panas dingin.
Salju mulai turun, tetapi suhu politik malah memanas.
Orang-orang mulai turun di jalanan, meninggalkan rutinitas sehari-hari dan berani menyuarakan kegelisahan serta ketidakpuasan terhadap rezim komunis.
Ketika Natal sudah makin dekat dan tahun segera berganti yang baru, tidak terlihat kesibukan dan kegembiraan yang biasanya menandai dua hari festival itu.
Tak ada waktu memikirkan Natal atau mempersiapkan tahun baru.
Tanda-tanda perubahan besar melalui revolusi terasa makin nyata.
Beludru atau velvet, lembut dan menghangatkan.
Indah dan anggun di pandangan.
Namun, di balik keindahan dan kelembutan itu tersimpan kekuatan yang sangat dahsyat yang bisa meruntuhkan kekuasaan rezim otoritarian yang angkuh.
Revolusi beludru atau velvet revolution yang digelorakan rakyat Cekoslowakia ini dicatat dengan tinta emas sejarah.
Ia menunjukkan bagaimana kekuatan rakyat bisa menggulingkan rezim tiran dengan cara elegan, tanpa kekerasan.
Revolusi ini membuktikan kekuatan sebuah gagasan yang sudah merasuk ke dalam jiwa rakyat.
Ketika rakyat ditindas, mereka seperti menyerah tidak berdaya, powerless.
Rakyat seolah-olah tunduk terhadap kekuatan (power) penguasa yag despot.
Namun, di balik rakyat yang powerless itu ternyata tersimpan power yang dahsyat yang bisa menggulung apa saja.
Itulah the power of the powerless, kekuatan dari orang-orang yang tidak berkekuatan.
Itulah yang disuarakan oleh Vaclav Havel.
Dia menyuarakan perlawanan senyap dan berhasil menghimpun kekuatan para powerless dengan damai.
Revolusi Beludru menggelinding sejak 17 November hingga 29 Desember 1989 didorong oleh ketidakpuasan terhadap partai tunggal yang berkuasa waktu itu, Partai Komunis Cekoslowakia.
Bagi rakyat Ceko, PKC tak mampu mengakomodasikan kepentingan orang banyak, korup, dan tiran.
Selama pekan-pekan tuntutan demo adalah pergantian rezim harga mati.
Partai Komunis Cekoslowakia (PKC) memang sudah terlalu lama berkuasa, sejak 25 Februari 1948.
Kemenangan Uni Soviet dalam Perang Dunia II dan jatuhnya front timur memuluskan jalan rezim komunis ke puncak kekuasaan.
Sepanjang pemerintahan PKC, oposisi diberangus. Represi negara sangat keras. Yang tak sepakat dengan kekuasaan dicap musuh negara.
Kehidupan Cekoslowakia jauh dari demokratis. Keterbukaan yang minim, ketakutan di mana-mana, hak menyampaikan pendapat dibungkam.
Otoritas negara berkuasa penuh atas segala hal, pendidikan, informasi, ekonomi, militer, sampai keamanan.
Namun, sejak pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev menggulirkan Glasnost (Keterbukaan) dan Perestroika (Reformasi) pada 1985, pemerintahan jadi lebih luwes.
Pelan-pelan ide mengenai kebebasan dan keterbukaan merembes ke Cekoslowakia melalui tulisan-tulisan dan drama yang dipentaskan Vaclav Havel.
Rakyat mulai turun ke jalan-jalan di ibu kota Praha.
Mereka terpengaruh oleh tulisan-tulisan itu.
Vaclav Havel dianggap sebagai musuh negara dan ditangkap.
Penangkapan pun terjadi di mana-mana untuk menghentikan meluasnya gerakan perlawanan.
Namun, rakyat tidak takut. Mereka malah lebih berani melawan.
Kondisi ekonomi yang makin melemah sejak akhir 1980-an dan konsumsi yang turun drastis memicu rakyat turun ke jalan, menuntut reformasi dan mempertanyakan sistem secara terbuka.
Puncaknya, pada 1989, masyarakat Cekoslowakia menyerukan penghapusan sensor, menuntut pembebasan Václav Havel, serta reformasi total.
Dorongan untuk mempercepat revolusi juga datang dari negara-negara tetangga.
Pada Agustus 1989, warga Jerman Timur yang tinggal di Cekoslowakia menduduki Kedutaan Jerman Barat di Praha dan menuntut penyatuan dengan Jerman Barat.
Ribuan warga Jerman Timur meninggalkan Praha menuju Jerman Barat dengan menggunakan kereta api.
Tak lama setelahnya, pada 9 November dinding pemisah Jerman Barat dan Timur dirubuhkan.
Mahasiswa menjadi aktor penting bersama rakyat mengawal tiap perkembangan tanpa lelah.
Negosiasi, pembicaraan intens, menghitung korban yang berjatuhan jadi kegiatan sehari-hari.
Usaha para demonstran menemui hasil.
Pakta Warsawa—kesepakatan pertahanan antar negeri-negeri Blok Timur—akhirnya runtuh.
Partai Komunis Cekoslowakia terpaksa mengakomodasikan sejumlah tuntutan demonstran.
PKC sepakat menanggalkan kekuasaan dan menghapus sistem partai tunggal.
Presiden Gustáv Husák mengundurkan diri dan menunjuk pemerintah non-komunis untuk kali pertama sejak 1948.
Pada Juni 1990, Cekoslowakia menyelenggarakan pemilihan umum pertamanya sejak 1948, dan Vaclav Havel terpilih menjadi presiden.
Ancaman utama pemerintahan Havel dalam membangun Cekoslowakia adalah stabilitas politik dan potensi gesekan antara dua entitas Ceko dan Slowakia.
Seusai rezim komunis dirubuhkan, konflik yang dulu terpendam mulai muncul kembali.
Di tengah euforia kebebasan pasca-komunis, pemerintahan Havel harus menghadapi kenyataan: Cekoslowakia cerai pada 1 Januari 1993.
Apabila penggulingan komunis disebut Revolusi Beludru, maka perpisahan antara Ceko dan Slowakia sering dinamai Perpisahan Beludru.
Beruntung, keputusan ini diambil secara damai.
Banyak orang dari kedua negara meyakini perpisahan tersebut bukan langkah bijak.
Walaupun tak bisa mengelak, tetapi masyarakat pantas berbangga.
Revolusi Beludru dan Perpisahan Beludru berlangsung tanpa tetesan darah.
Di Indonesia, dramawan W. S Rendra menginspirasi publik dengan berbagai pementasan selama masa kekuasaan Orde Baru.
Rendra memukau dan menghipnotis publik dengan karismanya yang kuat dan daya tariknya yang bertenaga.
Dia disebut sebagai si Burung Merak karena daya tariknya itu.
Berbagai pementasan yang dilakukan Rendra menginspirasi kesadaran publik akan makna demokrasi dan kebebasan.
Panembahan Reso adalah masterpiece Rendra yang dipentaskan pada 1986.
Pementasan 7 jam itu penuh sarat dengan ktitik terhadap Orde Baru.
Generasi yang lebih muda dari Rendra memunculkan Emha Ainun Nadjib dengan karya-karya panggung yang menginspirasi.
Gelaran puisi ‘’Lautan Jilbab’’ pada 1986 menjadi masterpiece Emha dan sekaligus menjadi kekuatan protes pada zamannya.
Sekarang Emha sudah hampir berusia 70 tahun, tetapi semangat berkeseniannya makin menyala.
Dia memanggungkan cerita drama ‘’Mlungsungi’’ di Jogja dan kemudian mementaskannya di kampung halamannya di Jombang, Sabtu (16/4).
Mlungsungi adalah sebuah proses mengganti kulit oleh hewan melata sejenis ular.
Dengan mlungsungi seekor ular akan terlahir kembali segar dan muda dengan semangat baru yang berkobar.
Mlungsungi membutuhkan kekuatan fisik dan mental untuk melewati penderitaan dengan laku tirakat dan kontemplasi.
Hasilnya adalah perubahan mindset untuk menatap sebuah perubahan baru.
Mlungsungi adalah bagian dari tanda-tanda zaman.
Bagian dari proses perubahan untuk meninggalkan kondisi status quo yang yang coba dilanggengkan.
Mlungsungi ala Cak Nun mungkin tidak melahirkan revolusi fisik.
Namun, akan melahirkan revolusi mental, perubahan mindset yang mendasar untuk membawa perubahan dari keadaan yang sekarang dianggap normal.
Bangsa Indonesia harus melewati tahap mlungsungi untuk bisa menjadi bangsa baru yang segar dan bertenaga.
Karena itu semua tatanan status quo yang ada harus dilepas, tanpa menggunakan kekerasan fisik, tetapi cukup dengan gerakan penyadaran intelektual melalui proses mlungsungi. (*)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror