Modal Dari Monumental

Rabu, 09 Juli 2014 – 07:18 WIB
Pemain Belanda, Arjen Robben. Foto: getty images

jpnn.com - SAO PAULO - Argentina kembali lagi ke babak semifinal setelah menantikannya sejak edisi Piala Dunia di Italia 1990 silam. Artinya, tinggal satu langkah lagi bagi tim berjuluk Le Albiceleste itu untuk kembali merasakan panasnya atmosfer persaingan di babak final, 14 Juli mendatang.

Penantian panjang itu akan berakhir andaikan Lionel Messi dkk dapat menuntaskan misi terakhirnya, dini hari nanti. Dan, ganjalan terbesar bagi Argentina kali ini siap dihadirkan oleh Belanda. Kedua negara ini bakal bersua di babak semifinal Piala Dunia 2014 di Arena Corinthians, Sao Paulo.

BACA JUGA: Brasil Samai Rekor Buruk Zaire dan Haiti

Walaupun Belanda sempat keteteran melangkah ke babak semifinal dengan mengalahkan Kosta Rika dari adu penalti, bukan alasan untuk mengunggulkan Argentina. Pasalnya, dari rekor pertemuannya selama Piala Dunia, Oranje kerap menjadi ranjau yang bisa saja menggembosi asa Argentina.

Dari empat kali pertemuannya, dua kemenangan menjadi milik finalis Piala Dunia 2010 ini. Kali terakhir, Belanda mematahkan jalan Argentina ke babak semifinal Piala Dunia 1998 lewat kemenangan 2-1. Rekor itu masih ditambah hegemoni empat gol tanpa balas Belanda ke gawang Argentina empat dekade silam.

BACA JUGA: Low Sampaikan Empati Pada Brasil

Satu-satunya semangat yang bisa digelorakan armada Alejandro Sabella kali ini adalah kemenangan dramatis di Estadio Monumental Antonio Vespucio Liberti, Buenos Aires.

Momen tersebut merupakan tonggak sejarah tinta emas Argentina masuk ke dalam jajaran penguasa trofi Piala Dunia dengan gelar pertamanya.

BACA JUGA: Kebobolan 7 Gol jadi Mimpi Buruk Cesar

Momen heroik yang disutradari Mario Kempes kala itu membalikkan keadaan lewat babak ekstra time. Bermain imbang 1-1 di waktu normal 2 x 45 menit, Kempes dan Daniel Bertoni menjadi mimpi buruk Belanda. Prestasi yang hanya sekali diulangi Argentina di edisi berikutnya.

Kini, 36 tahun berselang dari euforia di Monumental itu kembali membuncah. Bukan lagi di Buenos Aires, melainkan di kota yang terpaut hampir 1400 mil jauhnya, Sao Paulo. Tapi, semangat yang diusung tetap sama, melangkah ke babak final sekaligus menjaga asa wakil Amerika Latin.

Modal strike lima kemenangan menjadi bekal Argentina. "Kami gembira dengan apa yang kami dapat di sini setelah 24 tahun kami absen di babak semifinal. Tentu ini adalah pencapaian yang fantastis, tapi sekarang kami menginginkan ada di Maracana, 14 Juli nanti," ujar gelandang bertahan Argentina, Javier Mascherano, dikutip dari ESPN.

Dari sisi performanya, Argentina tidak sehebat Belanda dengan eksplosivitas tinggi dari pemainnya. Sempat ketergantungan dengan sosok Messi sebagai dirigen serangan sekaligus pembeda di setiap laga, penggawa Argentina perlahan mulai membaik. Mereka jelas ingin membungkam kritikan negatif yang selama ini disematkan publik Argentina.

Gol Gonzalo Higuain yang dicetak ke gawang Belgia lalu sedikit bisa menjawab kritikan tersebut.

"Laga ini akan lebih sulit ketimbang lawan Belgia, karena bukan hanya bicara soal kualitas individu, tetapi juga pengalaman. Belanda saya yakin tetap berambisi membayar kegagalannya di final Piala Dunia empat tahun lalu," imbuhnya.

Sementara itu, bagi Belanda, inilah saatnya mereka mengakhiri beberapa kejutannya di Piala Dunia dengan gelar juara. Masih belum habis di ingatan bagaimana Belanda di bawah besutan Louis van Gaal menggilas juara dunia Spanyol dengan lima gol pada laga perdana fase grup. Pun demikian untuk Cile dan Meksiko.

Asa do or die itu pun sedikit menepikan dendam kekalahan di babak final Piala Dunia 1978. "Bila kami menang, ini memang menjadi pembalasan dendam. Tapi bukan itu yang kami cari di sini, karena ini bukan pertandingan final, melainkan hanya semifinal," cetus penjaga gawang Belanda, Jasper Cillessen kepada Associated Press.

Sedikit yang perlu diingat, dua kemenangan Belanda atas Argentina didapatkan di benua Eropa, bukan di Amerika Latin. Makanya, hasil di Monumental bisa menjadi acuan. Walaupun Piala Dunia tahun ini dilangsungkan bukan di Argentina, tim Tango tetap menjadi tuan rumah di Sao Paulo.

"Saya paham itu. Di sini, ada sekitar 40 ribu pendukung Argentina yang selalu memadati setiap sudut tribun stadion. Saya suka itu. Kami sudah pernah mengalaminya saat lawan Cile dan Meksiko, ketika itu pun pendukung kami termasuk kaum minoritas. Sekali lagi, itu membuat kami lebih kuat," tegas Dirk Kuyt. (ren)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Topskor Sepanjang Masa Piala Dunia, Ini Kata Klose


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler