Modal KTP WNI, PSK Dolly tak Bisa Dilarang Masuk Bontang

Sabtu, 21 Juni 2014 – 13:54 WIB

jpnn.com - BONTANG - Sejak lokalisasi Dolly di Surabaya ditutup, ribuan bekas pekerja seks komersial (PSK) pun menganggur. Ancaman eksodus besar-besaran juga menimpa Bontang. Meski demikian, hingga kemarin belum ada tanda-tanda "kedatangan" PSK tersebut. Mereka yang bekerja di Prakla masih didominasi orang-orang lama.

Kepala Satpol PP Bontang Ahmad Yani belum bisa berkomentar banyak perihal isu kedatangan para bekas PSK Dolly ke Bontang. Pasalnya belum bisa dibuktikan. Lagi pula, kata dia, setelah beberapa kali melakukan razia yustisi di kawasan itu, belum ditemukan mantan bekerja Dolly.

BACA JUGA: Polisi Ini Dituding Benturkan Kepala Istri ke Tembok hingga Tewas

"Beberapa kali kami razia yustisi di Prakla. Tujuannya memeriksa dokumen kependudukan warga. Tapi temuan kami, belum ada warga yang mengaku sebagai mantan pekerja di Dolly. Kalau pun ada, pasti ketua RT setempat tahu. Karena sudah kewajiban melapor," jelasnya, Jumat (20/6) kemarin.

Yani mengatakan, hingga saat ini Prakla yang dulunya lokalisasi telah beralih fungsi menjadi tempat hiburan malam (THM) karaoke. Sehingga, ketika ada praktik lain terjadi, maka itu sudah di luar ketentuan.

BACA JUGA: Rebut Pistol Polisi, Petugas Parkir Disidang

"Tapi soal kasus seperti itu (transaksi seks), bukan ranah kami menjawab. Itu sudah ranah pemerintah. Minimal bagian asistensi pemerintahan," tuturnya.

Sementara, ketua RT 17 Kelurahan Berbas Pantai Soni Branamtia mengaku belum menerima laporan adanya wajah baru. Diakui, sejumlah warganya yang berprofesi sebagai pemilik THM, rutin melapor ketika ada pendatang.

BACA JUGA: NTB Siap Gelar Tes CPNS Pakai Sistem CAT

"Kalau memang ada pendatang baru, entah itu dari Dolly atau dari daerah lain,  pasti saya tahu. Karena mereka kan tamu. Jadi sudah seharusnya wajib lapor. Tapi saya tidak tahu lagi, kalau memang ada yang tidak melapor," tambahnya.         

Meski demikian, jika benar para PSK asal Dolly tersebut datang ke Bontang, dia pun tidak bisa melarang. Karena diakui, itu bisa melanggar hak asasi manusia (HAM). Apalagi jika telah memenuhi prosedur kependudukan seperti memiliki kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), dan lainnya.

"Kalau pun mereka benar datang ke Bontang, saya kira tidak masalah. Toh sama-sama warga Indonesia. Kalau saya melarang, sama saja membatasi hak mereka. Intinya mereka tertib administrasi saja," tandasnya.(*/in)
 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Calo Mahasiswa Kedokteran Dituntut Penjara 3,6 Tahun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler