Moeldoko Bantah jadi Beking Ponpes Al Zaytun: Saya Juga Bisa Marah

Senin, 03 Juli 2023 – 19:52 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan keterangan pers kepada wartawan di Gedung Binda Graha, Jakarta, Senin (3/7/2023). ANTARA/Rangga Pandu Asmara Jingga

jpnn.com - JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko membantah menjadi beking eksistensi Pondok Pesantren Al Zaytun yang berada di Indramayu, Jawa Barat. Moeldoko menegaskan bahwa dirinya adalah mantan Panglima TNI, dan bukan seorang preman.

"Jangan mantan Panglima dibilangnya beking, emang gue preman apa? Enggak benar nih. Saya juga bisa marah, saya juga bisa marah," kata Moeldoko dalam konferensi pers di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin (3/7).

BACA JUGA: Dugaan Penistaan Agama di Ponpes Al Zaytun Masuk Penyidikan? Begini Perkembangannya

Purnawirawan TNI berpangkat jenderal itu mengatakan bahwa sudah mengetahui siapa pihak yang memainkan isu tersebut. Hanya saja, dia tidak menyebutkan nama dan pihak tertentu. "Saya sudah tahu siapa yang 'goreng' itu, saya sudah tahu. Tujuannya apa saya tahu," ungkap Moeldoko.

Moeldoko tidak menampik mengenal pengasuh Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang.

BACA JUGA: Menko PMK Buka Suara soal Al Zaytun, Tegas!

Berkaitan dengan pemeriksaan yang dilakukan Bareskrim Polri terhadap Panji Gumilang Senin (3/7) atas dugaan penistaan agama, Moeldoko mempersilakan hal tersebut.

"Ya periksa saja, kenapa? Sebagai warga negara enggak ada kekebalan, siapa saja, periksa saja. Saya sering tegaskan, saya sudah bicara ke Pak Panji Gumilang, 'hey macam-macam, gue orang pertama yang akan beresin'. Itu. Jadi, saya mulai (masih menjabat) Pangdam itu sudah datang ke Al Zaytun, untuk melihat secara pasti apa yang dilakukan di sana," paparnya.

BACA JUGA: Al Zaytun Picu Fitnah, TGB Minta Pemerintah Segera Bertindak Tegas

Moeldoko menekankan apabila dahulu melihat ada penyimpangan, maka dirinya yang akan bertindak saat itu juga.

Lebih lanjut Moeldoko mengaku tidak berkomunikasi dengan Panji Gumilang selama polemik terkait Al Zaytun belakangan muncul, karena tidak ingin dianggap mengintervensi.

"Enggak, entar (nanti) komunikasi dibilang intervensi. Biar saja berjalan, prinsip sebagai warga negara, (kalau) salah, (ya) tindak, tetapi jangan karena persepsi yang berkembang, mengadili seseorang, itu yang saya tekankan. Di sana ada puluhan ribu mahasiswa, ada santri. Ambil langkah-langkah, apakah itu persuasif bersifat mendidik, apakah itu law enforcement, kita semua punya instrumennya. Kenapa kita mesti berspekulasi," jelasnya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler