JAKARTA - Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla serius dalam memperbaiki penataan pengolahan hasil laut. Kemarin, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menandatangani Memorandum of Understanding dengan KSAL Laksmana TNI Marsetio untuk sektor kelautan di Mabes TNI-AL di Cilangkap.
Sayangnya, MoU itu terancam sia-sia, tanpa adanya perbaikan sistem pertahanan laut di Indonesia masih dalam kondisi yang belum memadai. Sebab, jumlah radar dan kapal patroli TNI AL belum sampai pada "kebutuhan minimal sistem pertahanan "(Minimum essential force).
Dalam MoU tersebut disepakati sejumlah hal, diantaranya peningkatan kerjasama pengawasan laut dan hukum Indonesia, pertukaran data bidang kelautan dan perikanan, penelitian pemanfaatan sarana serta prasarana dan kerjasama kursus.
BACA JUGA: Imbas Kenaikan BBM, 4 Warga Tewas Dalam 3 Hari
Lalu, pelatihan menghadapi pelaku kejahatan kelautan dan perikanan untuk dua tahun. Kerjasama ini rata-rata akan digelar selama lima tahun.
Menteri KP Susi Pudjiastuti menjelaskan, langkah konkrit yang dilakukan dalam kerjasama ini, nantinya akan ada kebijakan moratorium atau penghentian kapal asing dan larangan bongkar muat di tengah laut (transshipment). "Semua itu akan dilakukan dalam waktu dekat," terangnya.
BACA JUGA: Agun Sebut Rekayasa Menangkan Ical Kejahatan Skenario Politik
Langkah selanjutnya, berupaya untuk meningkatkan produksi laut Indonesia menjadi 16 juta ton setahun. Walau, saat ini hasil ikan di Indonesia baru mencapai 2,1 juta ton per tahun atau baru 68 persen dari kebutuhan ikan di Indonesia yang mencapai 3,5 juta ton per tahun.
"Tentunya ini bisa dijalankan dengan perbaikan sistem pengelolaan hasil laut," tuturnya
Salah satu caranya dengan pengelolaan hasil laut yang berkelanjutan dan lestari. Pengambilan ikan di laut diusahakan jangan sampai membuat kepunahan. "Hasil laut banyak, tapi ikannya tidak habis," tuturnya.
Terakhir, yang sangat berhubungan dengan TNI AL adalah perbaikan peraturan kelautan agar bisa seirama dengan peraturan internasional. Regulasi menjadi penting agar tidak ada benturan antara aturan di Indonesia dengan aturan internasional. "Semua itu akan diupayakan secepatnya," ujarnya.
BACA JUGA: Ini Kata Nurdin Halid soal Rekaman Konspirasi Menangkan Ical
Hal ini dapat diartikan bahwa TNI AL mendapatkan fungsi tambahan, selain menjaga pertahanan dan berperang, lembaga yang dipimpin Marsekal TNI Marsetio itu juga harus mengawasi kemungkinan pencurian ikan dan mengawasi kemungkinan adanya bongkar muat di tengah laut.
Lalu, apakah kondisi dan jumlah radar serta kapal sudah memadai? Orang pertama di TNI AL itu mengatakan, memang saat ini jumlah radar dan kapal masih kurang hanya dengan 20 radar laut militer dan sekitar 80 kapal patroli.
Namun, sebenarnya masih bisa dilakukan beberapa cara antisipasi. Yakni, dengan meningkatkan mobilitas kapal patroli untuk menjaga wilayah yang tanpa radar. "Kapal itu memiliki radar, sehingga bisa mendeteksi adanya pelanggaran," terangnya.
Selain itu, ada juga radar yang sifatnya mobile atau bisa dipindahkan, tentu, TNI AL akan bekerja maksimal untuk menjaga kedaulatan dan membantu pemerintah mengatasi masalah pencurian ikan.
"Kami berusaha secara maksimal," tegasnya ditemui setelah latihan Gultor TNI Tri Matra IX di Halim Perdana Kusuma.
Sementara, Panglima TNI Jenderal Moeldoko juga menggelar rapat terkait instruksi Presiden Jokowi untuk menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan di Bandara Halim Perdana Kusuma kemarin.
Dalam rapat tersebut, Moeldoko terlihat penuh pertimbangan. Salah satunya, dengan meminta jajarannya mencari cara penenggelaman kapal yang tidak berdampak buruk, seperti kecaman dari masyarakat internasional.
Dia menuturkan, penenggelaman kapal ini harus segera dilakukan, tapi tentu dengan pertimbangan matang. "Caranya harus manusiawi, namun menunjukkan ketegasan," terangnya.
Soal mulai kapan penenggelaman kapan pencuri ikan itu dilakukan? Moeldoko mengakui bahwa perlu untuk mempertimbangkan regulasi, baik undang-undang dan peraturan internasional.
"Yang jelas, kami harus membahasnya dulu. Setelah matang, langsung laksanakan. Ini perintah presiden, kami tentu patuh," ujarnya.
Sementara Pengamat Militer Rizal Darma Putra menjelaskan, pemerintah kurang berimbang dalam memberikan tugas dan menyediakan alat persenjataan bagi TNI AL untuk mendeteksi adannya masalah di laut.
"Harusnya, tugas bertambah tapi fasilitasnya juga dipenuhi. Alusista seperti radar juga harus ditambah. Apalagi, saya dengar saat ini ada delapan radar laut di selat Malaka yang kinerjanya kurang maksimal," tuturnya.
Yang juga penting, perlu koordinasi yang jelas antara TNI AL dengan Polisi Air. Polisi air memiliki tugas dari pantai hingga 12 mil dari pantai. TNI AL bertugas dari 12 mil dari pantai hingga zona ekonomi eksklusif di tengah lautan. "Manajemannya hingga saat ini belum jelas. Termasuk didalamnya koordinasinya," tegasnya. (idr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Uji Kelayakan Capim KPK Cacat Hukum Tanpa Libatkan Seluruh Fraksi
Redaktur : Tim Redaksi