jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Arwani Thomafi mengatakan peran MPR sebagai rumah kebangsaan harus terus dilakukan. Menurut Arwani, sejak Pilpres 2014 hingga sekarang terjadi gonjang-ganjing politik yang luar biasa besar. Pembelahan akibat perbedaan pilihan politik terjadi luar biasa.
“Bisa jadi kita memang mengalami keterkejutan era berkembangnya media sosial, keterkejutan menghadapi isu politik yang dikemas melalui perkembangan teknologi yang secepat itu,” kata Arwani dalam diskusi Empat Pilar “MPR Rumah Kebangsaan” di gedung DPR, Jakarta, Jumat (2/8).
BACA JUGA: Arwani Thomafi: MPR Fokus Menyelesaikan Persoalan Kebangsaan
Menurut dia, setelah Pilpres 2014, pilkada-pilkada di sejumlah daerah hingga terjadi perhelatan pesta demokrasi 2019 isunya itu-itu saja.
Dia menegaskan, kondisi ini memunculkan kegalauan maupun pertanyaan yang akhirnya berujung pada harapan siapa yang bisa menyelesaikan dan menjadi tumpuan untuk bersatunya segala kekuatan politik ini. “Lalu, memang ketemulah harapan itu, MPR,” katanya.
BACA JUGA: Pangkal Kegaduhan di Pemilu 2019 Karena Faktor Ini
Anggota Komisi I DPR itu menuturkan, Ketua MPR Taufiq Kiemas bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah memulai satu tradisi melakukan konvensi maupun semacam rapat konsultasi antarsemua lembaga negara. Menurut dia, meskipun saat itu Taufiq Kiemas merupakan salah satu tokoh dari partai yang berada di luar pemerintahan, tetapi apa yang dilakukannya telah mengurangi sedikit kegaduhan.
Tradisi seperti ini seharusnya dijaga dan dilanjutkan. Namun, lanjut Arwani, pada periode 2014-2019 hal semacam ini sudah tidak kelihatan lagi. Menurut dia, yang dilakukan MPR lebih kepada rutinitas semata.
BACA JUGA: PPP Ingin Pemilihan Pimpinan MPR Secara Musyawarah
Dia menegaskan, tidak ada upaya-upaya atau langkah-langkah yang maju dari apa yang diamanatkan UUD 1945 kepada MPR.
“Sampai sekarang ini MPR ya boleh dikatakan menjalankan tugas apa adanya yang memang diamanatkan oleh konstitusi. Saya melihat bukan salahnya MPR, bukan, tidak ada yang hal mendasar yang menjadi kesalahan dari MPR,” jelasnya.
Menurutnya, memang istilah rumah kebangsaan tidak ada di konstitusi atau aturan yang mendasari kelembagaan MPR itu. Dia menegaskan, kalau mau MPR menjadi rumah kebangsaan maka harus ada pijakan konstitusionalnya. Misalnya, bagaimana memperkuat kelembagaan MPR.
Dia menegaskan, memperkuat kelembagaan MPR itu bukan berarti harus mengembalikan kewenangan memilih dan memberhentikan presiden. Menurut dia, yang penting adalah bagaimana MPR bisa menjadi pemutus segala macam persoalan yang terjadi di masyarakat.
“Kalau hanya sekadar mendiskusikan semata memang tidak ada efeknya. Jadi, harus ada upaya untuk menjadi pemutus sengketa atau apa, kan begitu,” katanya.
Arwani mengajak, menuju periode 2019-2024 isu-isu yang tidak substantif harus dikurangi. Misalnya, kata dia, soal rebutan pimpinan MPR.
“Coba mulai dari hal yang paling mendasar ini yang pertama kali diselesaikan melalui cara musyawarah,” katanya.
Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte mengatakan tugas MPR sudah tidak terlalu politik setelah amendemen UUD 1945. Artinya, ujar dia, banyak persoalan politik yang diselesaikan oleh DPR maupun DPR.
“Maka menurut saya MPR itu tugasnya harus menjadi mercusuar kebangsaan. Jadi MPR menjadi payung dari DPR, DPD, sehingga jadi mercusuar terhadap persoalan-persoalan yang sifatnya kebangsaan,” katanya di kesempatan tersebut.
Dia sepakat bahwa diperlukan figur pimpinan seperti Taufiq Kiemas yang bisa menjembatani segala persoalan kebangsaan.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cak Imin Bertemu Mahasiswa Disabilitas Penemu Lima Aplikasi
Redaktur & Reporter : Boy