jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan perlu peta jalan transisi energi nasional yang terarah dan terukur untuk mencapai kemandirian energi.
Mbak Rerie –sapaan Lestari Moerdijat- berharap dapat meninggalkan penggunaan energi konvensional demi keseimbangan ekosistem.
BACA JUGA: Anak Daus Mini Sering Diejek Teman, Yunita Lestari Langsung Lakukan Hal Ini
Menurut Mbak Rerie, pemanasan global dan perilaku manusia dalam beraktivitas mempengaruhi perubahan iklim dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
“Peralihan pada pemanfaatan energi baru dan terbarukan harus segera dilakukan agar ekosistem tetap terjaga," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema
BACA JUGA: Lomba Asah Kemahiran Menembak PERIKSHA Bakal Perebutkan Piala Ketua MPR RI
Peta Jalan Menuju Ketahanan dan Percepatan Transisi Energi Nasional yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama DPP Partai NasDem, Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis & Bidang Mineral dan Energi, Rabu (3/3).
Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu, menghadirkan Arifin Tasrif (Menteri ESDM RI), Sugeng Suparwoto (Ketua Komisi VII DPR RI), Dwi Soetjipto (Kepala SKK Migas), Supramu Santosa (Pelaku Usaha Gheotermal) dan Tri Mumpuni (Institute Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan/IBEKA), sebagai narasumber.
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR RI Suarakan Penolakan Keras Perpres Investasi Miras
Hadir pula Dr. Suyoto (Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP Partai NasDem) dan Dr. Kurtubi (Ketua Bidang Energi dan Mineral DPP Partai NasDem sebagai penanggap.
Menurut Lestari, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) memungkinkan ketergantungan terhadap energi fosil (migas, batubara) berkurang.
Tidak hanya itu, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, setiap inovasi juga memungkinkan terciptanya lapangan kerja baru dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tertuang dalam PP 79 Tahun 2014, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, diharapkan mampu menjadi acuan pengelolaan energi sampai tahun 2050.
Menurut Rerie, berharap energy baru dan terbaruka dapat dikelola dengan baik. Apalagi, ujarnya, visi Indonesia dalam bidang energi bertujuan meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Menteri ESDM RI, Arifin Tasrif mengungkapkan kondisi Indonesia hingga saat ini masih didominasi pemanfaatan energi yang bersumber dari fosil.
Ironisnya, kata Arifin, terjadi konsumsi energi fosil yang terus meningkat, di sisi lain sumber cadangan minyak kita produksinya terus turun. Bila tidak ada upaya lebih dalam mengeksplorasi sumur-sumur baru, menurut dia, cadangan minyak nasional hanya cukup untuk 9 tahun saja.
Di tengah kabar yang mengkhawatirkan itu, menurut Arifin, potensi pemanfaatan EBT di Indonesia yang bersumber dari gelombang samudera, panas bumi, bio energi dan matahari diperkirakan bisa menghasilkan energi 417,8 GW.
Menurut dia, tantangan saat ini adalah bagaimana mempercepat proses transisi dari penggunaan bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan.
Menurut Arifin perlu dukungan semua pihak dan strategi yang tepat agar masyarakat bisa beralih pada pemanfaatan EBT yang lebih luas.
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto berpendapat, saat ini kita dihadapkan pada kondisi dengan sejumlah pilihan dalam upaya transisi ke EBT.
Saat ini, jelas Sugeng, minyak masih menjadi pilihan masyarakat untuk dimanfaatkan, karena infrastruktur pendukung EBT yang belum siap. Sugeng menyarankan, persiapan infrastruktur gas agar disegerakan agar masyarakat lebih mudah dalam memanfaatkan gas.
Untuk percepatan pemanfaatan EBT, ungkap Sugeng, saat ini Komisi VII DPR RI sudah membahas energi baru terbarukan untuk dijadikan RUU usulan DPR.
Sugen megatakan setelah melakukan pembahasan dengan pemerintah, sekitar Oktober 2021 UU EBT bisa menjadi dukungan kebijakan untuk mempercepat perluasan pemanfaatan EBT oleh masyarakat.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menegaskan, gas bisa menjadi transisi energi menuju pemanfaatan energi baru dan terbarukan.
Apalagi, jelas Dwi, emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran minyak dan batubara tercatat 1,4-1,7 kali lebih besar dari emisi yang dihasilkan gas.
"Transisi pada pemanfaatan EBT perlu dukungan semua pihak dengan program kerja yang detail untuk mencapai tujuan," ujar Dwi.
Pelaku usaha geotermal, Supramu Santosa menilai semua rencana untuk beralih ke EBT sudah ada, tinggal bagaimana saat ini rencana itu bisa direalisasikan dengan segera.
Supramu berharap, potensi-potensi sumber energi baru terbarukan yang ada di negeri ini bisa dikembangkan untuk menghasilkan energi yang optimum.
Direktur Institute Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan/IBEKA, Tri Mumpuni menyarankan agar masyarakat harus disiapkan secara sosial agar EBT bisa diterima dan dimanfaatkan secara luas.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi