jpnn.com, JAKARTA - MPR RI bekerja sama dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Komisi Yudisial (KY), menggelar Konferensi Nasional II Etika Kehidupan Berbangsa di gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/11).
Konferensi ini merupakan yang kedua, setelah pertama kali digelar pada akhir Mei 2017.
BACA JUGA: Bamsoet: MPR RI Tetap Punya Kewenangan Tertinggi
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjelaskan salah satu hasil konferensi pertama adalah menekankan pentingnya integrasi sistem kode etik, dan dibangunnya konstruksi struktur etika dalam jabatan-jabatan publik.
"Baik lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun organisasi-organisasi profesi lainnya dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD NRI 1945," kata Bamsoet dalam jumpa pers bersama Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Ketua KY Jaja Ahmad Jayus, anggota DKPP Alfitra Salam di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (9/11).
BACA JUGA: Catatan Ketua MPR RI: Lebih Heroik Mengawal Stimulus di Tengah Pandemi dan Resesi
Konferensi ini dalam rangka memasyarakatkan dan implementasi Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Selain itu, mendorong upaya penataan dan pembinaan sistem etika jabatan publik dalam penyelenggaraan negara dan jabatan-jabatan profesi untuk kepentingan umum yang membutuhkan kepercayaan dan pembinaan kualitas dan integritas.
BACA JUGA: MPR RI Tekankan Pentingnya Pokok Haluan Negara Demi Kesinambungan Pembangunan
Etika kehidupan berbangsa itu dimaknai sebagai rumusan yang bersumber dari ajaran agama.
Khususnya yang bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Bamsoet menjelaskan tujuan konferensi ini, pertama adalah mendorong lahirnya gagasan dan pemikiran yang konstruktif sebagai masukan mengenai arah kebijakan implementasi Tap MPR Nomor VI/MPR/2001.
"Perlu diingat bahwa Ketetapan MPR RI tentang Etika Kehidupan Berbangsa tersebut adalah Ketetapan MPR yang dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang," katanya.
Tujuan kedua, memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR dalam rangka penegakan etika kehidupan berbangsa melalui pembentukan UU.
Khususnya UU tentang etika jabatan publik atau UU tentang peradilan etik.
Bamsoet mengatakan hal itu sangat penting karena hingga 19 tahun setelah kelahiran Tap MPR VI 2001, pengaturan pelembagaan etik yang terintegrasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan masih belum terbentuk.
Bamsoet menjelaskan, tujuan ketiga adalah sebagai forum komunikasi pembinaan dan pengembangan antarlembaga-lembaga penegak kode etik.
Peserta konvensi adalah perwakilan dari lembaga-lembaga penegak kode etik di lingkungan lembaga negara dan pemerintahan, organisasi profesi, partai politik, ormas, dan juga lingkungan akademik.
"Penyelenggaran konferensi ini juga diharapkan dapat merumuskan rekomendasi dalam upaya penegakan etika politik dan pemerintahan dan etika penegakan hukum yang berkeadilan," katanya.
Alfitra Salam menjelaskan, DKPP sebagai salah satu lembaga yang sudah menjalankan etika khusus untuk penyelenggara pemilu sangat mendukung konferensi ini.
Karena itu, DKPP nanti akan memberikan pengalaman melakukan pemeriksaan, memberikan sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
"Kami tentunya sebagai pelopor," tegasnya di kesempatan itu.
Alfitra menjelaskan DKPP sudah teratur mengukur pelanggaran-pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
"Kami 100 persen mendukung MPR agar berdirinya sebuah lembaga etik nasional dan juga mahkamah etik sehingga terwujud apa yang diinginkan," ujarnya. (boy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy