jpnn.com - JAKARTA - Majelis Rakyat Papua Barat (MPRB) meminta penundaan pelantikan terhadap sejumlah mantan anggota DPRD Provinsi Papua Barat yang statusnya telah menjadi terpidana kasus korupsi.
Para anggota dewan tersebut turut terpilih kembali menjadi wakil rakyat periode 2014-2019 mendatang.
BACA JUGA: Minibus Pengantar Haji Masuk Jurang
Dua di antaranya melaju ke senayan yakni politisi PDI Perjuangan Jimmi Damianus Idjie dan Chaidir Jafar yang terpilih menjadi anggota DPD .
Sebagaimana diketahui, 44 Anggota DPRD Papua Barat periode 2009-2014 dinyatakan bersalah dalan kasus dugaan korupsi berjamaah penyalahgunaan APBD Papua Barat tahun 2011 sebesar Rp 22 millyar.
BACA JUGA: Polda Kaltim Bidik Mafia BBM Bersubsidi
Jimmi sendiri berstatus Wakil Ketua DPRD Propinsi Papua Barat saat itu. Sementara Chaidir Jafar adalah salah satu anggota DPRD sebelum memutuskan maju menjadi calon senator.
"Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) meminta Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum tidak mengeluarkan surat pengangkatan sebagai anggota DPR dan DPD terpilih hingga ada putusan hukum tetap terhadap sembilan anggota dewan terpilih terpidana korupsi itu," kata Ketua Majelis Rakyat Papua Vitalis Yumthe dalam keterangan persnya, Rabu (24/9).
BACA JUGA: Gelar Lomba RT Terbaik, Juaranya Naik Haji Gratis
Hanya saja, Vitalis Yumthe tidak membeberkan secara rinci nama anggota dewan terpilih lainnya dari Papua yang terjerat kasus korupsi tersebut. Ia hanya menyebut dua nama itu.
"Antara lain dari Demokrat seperti Robert Nawu, kemarin posisinya Wakil Ketua DPRD. Kemudian dari PDIP Pak Jimmi (Jimmi D. Ijie), juga Wakil Ketua DPRD, kemudian Chaidir Jafar yang masuk melalui DPD. Itu mestinya KPU harus pertimbangkan menunda pelantikannya sampai ada putusan Mahkamah Agung berkekuatan hukum tetap. Ini semata-mata supaya mereka jelas status hukumnya," katanya.
MRPB sendiri, kata dia, tidak mencampuri urusan pemerintah. Namun sebagai lembaga masyarakat, kata dia, MRPB hanya mengingatkan pemerintah bahwa tidak layak seorang wakil rakyat dilantik dengan status terpidana korupsi.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Papua Obet Amsanay mengakui bahwa ada sejumlah anggota DPRD Papua yang telah berstatus terpidana terpilih kembali menjadi wakil rakyat.
Pengadilan tipikor Papua sendiri memutuskan seluruh anggota DPRD Propinsi Papua Barat 2009-2014 bersalah.
"Hanya saja belum bisa dieksekusi karena ada yang banding, ada yang juga kasasi. Cuma saya belum tahu siapa-siapa saja yang banding dan yang kasasi," ujarya.
Sebelumnya Pengadilan Tipikor Papua memvonis bersalah seluruh Anggota DPRD Papua Barat periode 2009-2014. Kasus itu terkait dengan korupsi dana pinjaman lunak dari PT Padoma selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Papua Barat sejumlah Rp 22 milyar.
Kasus penyalahgunaan dana APBD itu terjadi saat Pemerintah Provinsi Papua Barat menyerahkan uang sebesar Rp 100 milyar ke perusahaan daerah Papua Barat, yakni PT Papua Doberai Mandiri untuk dikelola. Namun, tidak lama kemudian setelah uang disetorkan, Sekda Papua Barat, Marthen Luther Rumadas meminta sebagian uang tersebut dengan alasan meminjam.
Awalnya, Mamad Suhadi Direktur PT Papua Doberai Mandiri berkeberatan, meski pada akhirnya pada 17 September 2010 dana dicairkan sebesar Rp 15 milyar dan diberikan ke Sekda.
Selanjutnya, pada 9 Febuari 2011 dana dicairkan Rp 7 milyar. Belakangan diketahui, uang itu ternyata dibagi-bagikan Sekda kepada 44 anggota DPR Papua Barat.
"Sebelumnya mereka berstatus tahanan kota cuma kan sudah habis. Karena sudah masuk tahapan Pengadilan Tinggi dam MA, kita tinggal menunggu saja (putusannya)," tambah Obet. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rumah Terbakar, Pria Ini Kritis Terpanggang di Kamar
Redaktur : Tim Redaksi