jpnn.com, JAKARTA - Sikap rasis aparat terhadap mahasiswa Papua dan berbagai ketidakadilan di Tanah Papua merupakan tindakan yang mencederai martabat kemanusiaan. Untuk itu, pelaku persekusi terhadap mahasiswa Papua harus ditindak tegas.
Demikian salah satu poin pernyataan sikap Melanesian Solidarity Movement (MSM) atau Gerakan Solidaritas Melanesia yang disampaikan Ketua Umum Melanesian Solidarity Movement, Dipl. Oek. Engelina Pattiasina didampingi Jack Zacharias, Chris Pelamonia, Yeremia Pelamonia dan Luis Theopilus di Jakarta, Selasa (27/8/19).
BACA JUGA: Danramil Surabaya Diperiksa Kasus Rasisme terhadap Mahasiswa Papua
Pernyataan itu untuk menyikapi sikap rasis dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur yang memicu protes di berbagai kota di Tanah Papua.
Menurut Engelina, Melanesian Solidarity Movement sangat menyayangkan dan mengutuk keras aksi rasis yang dilakukan terhadap mahasiswa Papua, karena hal itu sangat merendahkan martabat manusia.
BACA JUGA: Edo Kondologit: Orang Papua Punya Adat Bakar Batu
“Di mana saja di muka bumi ini, kalau ada pengabaian terhadap keadilan dan kemanusiaan, maka hampir pasti akan melahirkan perlawanan. Sebaiknya setop pendekatan keamanan, kalau mau menyelesaikan masalah Papua,” tegas Engelina.
Selain itu, MSM mengeluarkan tujuh poin pernyataan sikap sebagai berikut:
BACA JUGA: Menanggapi Sandiaga Uno Soal Papua, Moeldoko: Jangan Provokatif
Pertama, kami warga negara Indonesia yang tergabung dalam Melanesian Solidarity Movement mengutuk keras perbuatan rasialis di Jawa Timur yang diduga dilakukan aparat keamanan, bersama beberapa organisasi kemasyarakatan.
Kedua, sebagai anak bangsa Melanesia, kami mendesak pemerintah untuk menindak tegas siapapun yang terlibat dalam persekusi mahasiswa Papua di Jawa Timur dan di daerah lain.
Ketiga, sebagai sesama anak Melanesia, kami mendorong pemerintah Jakarta untuk merealisasikan keberpihakan kepada orang asli Papua. Keberpihakan itu harus nyata dalam bidang ekonomi, sosial, pendidikan, politik dan berbagai aspek. Ketidakseriusan pemerintah itu tampak dalam perwakilan politik, dimana jatah perwakilan politik dari Papua, justru tidak diduduki orang asli Papua. Begitu juga, dengan beberapa daerah di Papua. Hal ini mengkonfirmasi kegagalan keberpihakan kepada orang asli Papua.
“Kami membutuhkan adanya kebijakan afirmasi bagi orang asli Papua di DPR, DPD dan MPR RI, termasuk kuota khusus dalam rekrutmen birokasi, TNI dan Polri,” katanya.
Keempat, kami mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo untuk mengajak bertemu tokoh masyarakat Papua dan Papua Barat di Jakarta. Namun, kalau sekadar menyenangkan hati tanpa menghasilkan solusi konkret untuk menyelesaikan masalah Papua, maka justru akan menjadi bumerang karena semua mata menantikan hasil dan solusi nyata dari pertemuan itu.
Kelima, meskipun mengajak tokoh Papua dan Papua Barat, kami perlu menegaskan bahwa persoalan mendasar dari kisruh masalah Papua bukan berada di rakyat Papua, tetapi justru berada di Jakarta dan masyarakat di luar Papua. Untuk itu, Presiden juga perlu mengagendakan pertemuan dengan tokoh masyarakat di luar Papua untuk menghentikan praktik rasial dan diskriminasi terhadap Papua khususnya dan rakyat Melanesia di Indonesia umumnya.
Keenam, kami juga menyerukan agar pemerintah merancang proses dialog yang benar-benar mendasarkan sehingga mampu menyelesaikan persoalan Papua. Sebab, mengandalkan pembangunan fisik dan uang sudah terbukti tidak mampu merebut hati orang Papua. Tidak dapat ditampik bahwa uang dan infrastruktur dibutuhkan, tetapi merebut hati jauh lebih penting. Sangat wajar, kalau Papua menginginkan dialog seperti yang pernah dilakukan di Aceh.
“Kalau Aceh boleh berdialog yang mediasi pihak ketiga, semestinya Papua juga perlu mendapat perlakuan yang sama,” tutur Engelina..
Ketujuh, kami juga mendesak agar lima wilayah Melanesia, yakni Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT yang melimpah kekayaan alam, seperti ikan, mutiara, minyak, emas dan gas, serta pariwisata tidak dijadikan daerah eksploitasi sumber daya alam. Sementara di sisi lain, membiarkan lima provinsi Melanesia ini terpuruk dalam kemiskinan di atas kekayaan sumber daya alam yang melimpah.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berita Duka: Antoni Marbun Meninggal Dunia, Kawannya Belum Ditemukan
Redaktur & Reporter : Friederich