jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Agama tidak lagi mengurusi daftar nama mubalig atau penceramah. Menag Lukman Hakim Saifuddin telah menyerahkan urusan rekomendasi tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).
MUI segera memulai program standarisasi mubalig/dai. Pertemuan pertama dengan sejumlah ormas Islam telah dilakukan. Setelah lebaran, program akan segera berjalan.
BACA JUGA: Sejumlah Kriteria yang Harus Dipenuhi Seorang Mubalig
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Cholil Nafis mengatakan, pertemuan pertama dengan sejumlah ormas Islam telah dilakukan pada Rabu malam (23/5). Pertemuan tersebut antara lain membahas mekanisme pendataan mubalig.
Kemenag telah sepenuhnya menyerahkan urusan standarisasi pada MUI. “Ya kami akan lakukan standarisasi. Bagi yang mau saja. Yang nggak mau ya nggak apa-apa,” kata Cholil pada Jawa Pos.
BACA JUGA: 7 Poin Penting Raker Menag â Komisi VIII soal Daftar Mubalig
Cholil mengatakan, MUI sebenarnya telah memiliki rencana standarisasi kompetensi mubalig sejak tahun lalu. Pada Ramadan kali ini, kata Cholil akan dimanfaatkan untuk finalisasi mekanisme standarisasi.
Standarisasi mubalig akan dilakukan dengan dua cara. Pertama, dilakukan dengan melacak rekam jejak mubalig yang bersangkutan. Jika sudah dianggap sangat mumpuni, apalagi telah dikenal ketokohan maupun kedalaman ilmunya, MUI cukup melakukan stempel dan pengesahan kompetensi saja.
BACA JUGA: Begini Ceritanya Kenapa Rilis 200 Mubalig Kemenag Muncul
Cara kedua, terhadap mubalig/dai yang masih belum banyak dikenal, akan dilakukan tes kompetensi secara khusus. Ada tim dari MUI yang mendata para dai dan menyelenggarakan tes. “Ya ibaratnya doktor, ada yang lewat tes, ada yang honoris causa,” kelakar Cholil.
Menurut Cholil, saat ini tidak sulit untuk melacak track-record seorang mubalig dan dai. Apalagi sudah banyak aktivitas dakwah atau ceramah yang dilakukan lewat media sosial. Di antaranya, MUI akan melacak lewat jejak digital tersebut.
Cholil juga mengimbau pada mubalig/dai di seluruh Indonesia untuk segera mendaftarkan diri. Baik pada MUI di pusat, maupun di daerah.
BACA JUGA: 7 Poin Penting Raker Menag – Komisi VIII soal Daftar Mubalig
Memang beberapa waktu terakhir ada beberapa dai yang menolak untuk distandarisasi. Cholil mengatakan, MUI tidak mempermasalahkan. Mereka juga tidak dilarang untuk berceramah maupun berdakwah. “Ya ibarat orang pinter, ada yang kuliah, pake stempel dan ijazah. Tapi di luar kuliah ada juga yang pinter,” katanya.
Meski demikian, MUI tidak mau ikut-ikut jika terjadi masalah di kemudian hari seputar dai yang tidak berstandar. Dengan melakukan standarisasi dan menempelkan label kompetensi pada seorang dai, MUI turut bertanggung jawab terhadap kualitas dan komitmen dai tersebut. “Pokoknya kalau ada masalah jangan komplain ke MUI,” tegas Cholil.
Cholil menambahkan, program standarisasi ini murni bermaksud untuk melindungi masyarakat (himayatul ‘ummah) dari penjelasan agama yang keliru yang disampaikan bukan oleh ahlinya.
Bukan dalam rangka menekan radikalisme, mengontrol atau mengawasi kegiatan dakwah. “Yang kita cegah itu orang yang bukan ustad jadi ustad, atau ustad jadi-jadian,” pungkas Cholil. (tau/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sori, Menag Kapok Keluarkan Daftar Mubalig Lagi
Redaktur & Reporter : Soetomo