jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Dakwah dari UIN Syarif Hidayatullah Asep Usman Ibrahim mengungkapkan, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang mubalig. Yang pertama soal basis kompetensi. Seorang mubalig harus memiliki pendidikan keislaman yang mumpuni.
Pemerintah pun harus memetakan mubaligh tersebut. Minimal dia harus memiliki background pendidikan keislaman, sekolah islam, perguruan tinggi islam, ataupun Pesantren. Sehingga tidak bisa sembarang orang mendeklarasikan diri sebagai seorang mubaligh.
BACA JUGA: 7 Poin Penting Raker Menag â Komisi VIII soal Daftar Mubalig
“Kenyataan di masyarakat sekarang mudah sekali jadi mubaligh tanpa pendidikan,” katanya pada Jawa Pos.
Seorang mubalig profesional, kata Asep, harus menjalankan 3 fungsi utama, yakni Tabligh, atau penyampaian, dan penyebarluasan pesan keagamaan kepada masyrakat. Menunjukkan mana yang baik dan buruk.
BACA JUGA: Begini Ceritanya Kenapa Rilis 200 Mubalig Kemenag Muncul
Kemudian fungsi yang kedua adalah dakwah atau mengajak. Artinya mubalig harus bisa mengarahkan masyarakat untuk berbuat baik dan menjauhi yang buruk.
Fungsi ketiga adalah Irsyad, atau bimbingan. Artinya mubaligh harus bisa menjadi mentor yang baik dalam upaya audiensnya meniti jalan kebenaran.
BACA JUGA: Sori, Menag Kapok Keluarkan Daftar Mubalig Lagi
Sebenarnya kata Asep, Kementerian Agama (Kemenag) telah memiliki para penyuluh agama islam dibawah Ditjen Bimas Islam. Mereka prefesional, ada yang PNS dan digaji oleh negara. Seharusnya kata Asep, para penyuluh ekagamaan itulah yang menjadi ujung tombak dakwah pada masyarakat.
Selain itu, Asep berharap agar Kemenag dan MUI untuk melibatkan perguruan tinggi islam dalam perumusan kompetensi da’i profesional. “Di kampus islam itu ada Fakultas Dakwah, harus dilibatkan oleh Kemenag,” pungkasnya. (wan/tau)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenag Terbitkan Daftar Dai, Ini Rencana Lain MUI
Redaktur & Reporter : Soetomo