Mufidayati Sentil Pemerintah soal Masuknya 153 WN Tiongkok Saat Pelarangan WNA ke Indonesia

Rabu, 27 Januari 2021 – 16:53 WIB
Anggota Komisi IX Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI, Kurniasih Mufidayati. Foto: Humas FPKS DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta pemerintah konsisten membuat kebijakan dalam penanggulangan COVID-19.

Menurutnya, pemerintah tidak boleh gamang menentukan kebijakan seperti awal-awal pandemi virus asal Wuhan, Tiongkok tersebut.

BACA JUGA: Keras, Azis Kecam Masuknya 153 TKA Tiongkok di Tengah Pelarangan WNA ke Indonesia

Hal itu diungkapkan Mufidayati menanggapi jumlah kasus COVID-19 di Indonesia yang menembus sejuta per 26 Januari 2021.

Dia mencontohkan ketika pemerintah membuat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali untuk menekan penularan COVID-19. Jangan sampai terdapat pengecualian dari kebijakan PPKM tersebut.

BACA JUGA: Serahkan Tongkat Komando kepada Listyo Sigit, Jenderal Idham Dua Kali Mengucap Maaf, Menyentuh

"Jangan pada masa kebijakan PPKM ini, pemerintah justru membiarkan WNA dari China dalam jumlah cukup banyak justru masuk ke Indonesia seperti yang terjadi belum lama ini," papar Mufida, sapaan Kurniasih Mufidayati, dalam keterangan resminya, Rabu (27/1).

Saat ini, kata Mufida, kebijakan PPKM masih terdapat kelonggaran. Bahkan, mobilitas penduduk masih belum cukup ketat dibatasi dan terkesan tidak konsisten.

BACA JUGA: Panja Pengangkatan Guru Honorer dan Tendik Jadi PNS Terbentuk, Ini Target Komisi X

Perkantoran ditetapkan 75 persen WFH. Namun, operasional transportasi publik masih sampai malam dan tidak seketat pada saat awal pandemi.

"Akibatnya klaster perkantoran tetap bermunculan. Dalam perpanjangan PPKM, kegiatan pusat perbelanjaan justru diperlonggar dengan diperbolehkan beroperasi sampai jam 20.00 dari sebelumnya jam 19.00," papar dia.

Legislator fraksi PKS itu juga menyoroti meningkat tajamnya klaster keluarga dan klaster pemukiman terutama di perkotaan selama kebijakan PPKM.

Di Jakarta, misalnya klaster keluarga meningkat sampai 44 persen. Di Jawa Barat, peningkatannya berdampak pada meningkatnya daerah yang berstatus zona merah.

Karena itu Mufida meminta pembatasan sosial maupun pembatasan kegiatan masyarakat harus dilakukan juga dalam skala lokal, sehingga pengawasannya juga bisa lebih terfokus.

Pembatasan mobilitas juga perlu diperketat mengingat meningkatnya klaster keluarga di bulan ini, di antaranya dampak dari libur natal dan tahun baru lalu di mana banyak keluarga berpergian.

"Sebaiknya yang dilakukan adalah perbaikan dan pembenahan secara internal dan tidak menyalahkan terbuka yang bisa menjatuhkan pekerja di Kementerian Kesehatan," ujar dia.

"Demikian pula dengan metode penentuan testing yang dianggap salah pada metode tes tersebut sudah sesuai dengan kaidah Test-Tracing-Treatment plus menjaring orang yang OTG agar tidak menularkan yang lain," pungkas Mufida.(ast/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler