Muhammadiyah Dukung Denny JA Soal Penolakan Isbat

Sidang Isbat Dinilai Mempertotonkan Kebodohan Muslim Indonesia

Sabtu, 10 Agustus 2013 – 15:06 WIB
Menteri Agama Suryadharma Ali saat memimpin sidang isbat di gedung Kemenetrian Agama, HM Thamrin, Jakarta, Rabu (7/8). Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Pernyataan Denny JA yang mengatakan bahwa sidang isbat mempertontonkan kebodohan muslim Indonesia di mata dunia perlu diperhatikan dan dijadikan renungan mendalam. Sebagai pengamat sosial politik, pernyataan Denny JA itu pasti didorong oleh pandangan objektif. Bukan karena pandangan atas dasar pesanan ormas atau kelompok-kelompok tertentu.

“Saya kira Denny JA tidak memiliki kepentingan apa pun menyangkut sidang itsbat. Bisa saja, pernyataan itu beranjak dari kegelisahannya selama ini,” ucap Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay seperti yang dilansir INDOPOS (JPNN Group) Sabtu (10/8).

BACA JUGA: PNS Tambah Libur Lebaran Terancam Sanksi

Menurut dia, pandangan Denny itu juga bisa jadi beranjak dari rasa nasionalisme. Kemungkinan besar, Denny merasa kasihan dan iba melihat cara umat Islam menetapkan puasa dan lebaran. “Sebagai orang Indonesia, Denny merasa terpanggil untuk angkat bicara walaupun bidang kajiannya selama ini bukan agama dan astronomi,” kata Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.

Lagi pula, sambung Saleh, penetapan awal puasa dan Idul Fitri bukanlah sesuatu yang harus ditetapkan secara demokratis dalam sidang itsbat. Walaupun dihadiri dan disepakati oleh seluruh ormas, bukan berarti keputusan itu harus diikuti oleh seluruh warga negara.

BACA JUGA: Marak Penembakan, Polisi Harus Ambil Langkah Antisipasi

Selain itu, tidak ada juga undang-undang atau aturan yang mengharuskan warga negara mengikuti hasil sidang itsbat itu. Kalaupun undang-undang dan aturannya dibuat, dipastikan akan kontraproduktif karena tidak semua warga negara bisa mengikutinya. “Penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri adalah bagian dari keyakinan.  Negara tidak bisa mencampuri keyakinan warga negaranya,” tegas Saleh.

Saleh mengatakan, walaupun ada pernyataan bahwa sidang itsbat tidak memiliki muatan politik apa pun, tetapi tetap saja sinyalemen ke arah itu ada. Pasalnya, satu-satunya negara di dunia yang menetapkan 1 Ramadan dan 1 Syawal melalui sidang itsbat hanya Indonesia. Kalau bukan bermotif politik, lalu apa yang melatarbelakanginya?  

BACA JUGA: Suksesi Kapolri, DPR Tunggu Usulan Presiden

“Katanya untuk kebersamaan. Kalau untuk kebersamaan, lalu mengapa pendapat sebagian diterima sebagian lain ditolak? Jangan-jangan, sidang itsbat itu sendirilah sumber ketidakbersamaan itu,” tuturnya.

Dia menambahkan, apabila semua orang dibiarkan melaksanakan agama sesuai keyakinannya, dipastikan kebersamaan tetap terjalin. “Buktinya, umat Islam dan umat beragama lain bisa rukun walaupun ada perbedaan teologis yang mustahil disatukan,” papar Saleh.

Sebelumnya,  pakar politik Denny JA mengatakan, seharusnya masyarakat membutuhkan kepastian mengenai Idul Fitri lebih awal. Pemerintah sudah membuat tanggal merah hari Lebaran dalam kalender yang kita terima sejak 1 Januari. Untuk itu pemerintah diminta konsisten. Lagipula menentukan Lebaran di H-1 setelah Magrib hanya mempertontonkan keterbelakangan umat Islam di era science.

Denny JA juga mengatakan, kini adalah era di mana manusia sudah bisa menjelajah antariksa dan komputer telah menyatukan dunia. Menteri Agama harus memperhatikan hal ini sehingga tidak lagi menghamburkan uang rakyat untuk membiayai Sidang Isbat di H-1. (fdi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penembak Aparat Dikendalikan Pemain Lama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler