jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, persekusi atau pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang maupun sejumlah warga untuk disakiti/dipersulit hak-haknya tidak boleh dilakukan oleh kelompok masyarakat. Penertiban ujaran kebencian di media sosial harus dilakukan oleh petugas berwenang bukan oleh massa.
Persekusi biasanya terjadi karena reaksi atas postingan seseorang di media sosial yang dianggap mengandung muatan ujaran kebencian, fitnah dan atau penghinaan terhadap seseorang maupun kelompok. Sehingga menimbulkan ketersinggungan dan kemarahan dari orang atau kelompok tersebut.
BACA JUGA: Kapolri Minta Korban Persekusi Tak Sungkan Melapor
"Berdasarkan hal itu, MUI berpendapat bahwa tindakan persekusi yang dilakukan dengan cara tidak manusiawi, menimbulkan penderitaan baik fisik maupun psikis terhadap orang lain adalah bertentangan dengan hukum dan tidak dibenarkan oleh agama," kata Zainut dalam pernyataan resminya, Jumat (2/6).
Untuk hal tersebut MUI meminta kepada semua pihak khususnya kepada kelompok masyarakat yang ingin melaksanakan tugas dakwah "amar ma'ruf nahi munkar", hendaknya dalam melaksanakan tugas dakwah sesuai dengan koridor hukum, dan tidak boleh dengan cara-cara yang melanggar hukum. Aparat penegak hukum harus bertindak cepat jika ada orang yang melanggar hukum.
BACA JUGA: Kapolri Tak Main-Main soal Kasus Persekusi, Tegas...
MUI juga mengimbau kepada masyarakat luas untuk memanfaatkan media sosial dengan cara yang lebih bertanggung jawab, menghindarkan diri dari ujaran kebencian, fitnah dan merendahkan pihak lain.
"Bermuamalah di media sosial sebagai bagian dari pelaksanaan hak berekspresi warga negara harus dilandasi dengan nilai-nilai etika, akhlak mulia, norma susila dan agama. Sehingga tidak menimbulkan ketersinggungan pihak lain yang dapat memicu konflik dan disintegrasi sosial," pungkasnya.(esy/jpnn)
BACA JUGA: Rizieq Terjerat Kasus Pornografi, Baca Nih Komentar Din Syamsuddin
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Alquran Tanpa Almaidah, MUI Minta Pemerintah Responsif
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad