Mukiyo dan Mukidi

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Minggu, 29 Agustus 2021 – 12:19 WIB
Ilustrasi, warga membuat mural di Ciampea, Kabupaten Bogor, beberapa waktu lalu. Foto: Ricardo

jpnn.com - Orang Surabaya dan Jawa Timur sering menyebut istilah Gombal Mukiyo untuk mengekspresikan kekecewaan kepada seseorang, yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ucapannya.

Gombal Mukiyo, semacam umpatan, tetapi lebih halus dan lebih bersifat sindiran.

BACA JUGA: Roy Suryo Sebut Ada Kemiripan Akidi Tio dengan Mukidi

Kalau seseorang berbicara, memberi janji dengan kata-kata manis, tetapi kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang diomongkan, orang itu disebut sebagai Gombal Mukiyo.

Kalau seseorang berbicara tinggi, memamerkan kelebihannya, membual tanpa bukti, dia disebut sebagai Mukiyo.

BACA JUGA: PAN Masuk Koalisi Untuk Memuluskan Amendemen Presiden 3 Periode?

Gombal adalah potongan kain, biasanya kain bekas, yang dipakai untuk membersihkan benda-benda rumah tangga.

Gombal identik dengan benda yang tidak terpakai dan tidak ternilai. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) gombal adalah kain yang sudah tua dan sobek-sobek, biasanya dibuang karena tidak berguna lagi.

BACA JUGA: Polemik Mural Jokowi 404 Not Found, Edi Bonetski: Lu Tahunya Borgol, Senjata, dar, der, dor

Namun, dalam KBBI gombal juga mempunyai arti konotatif, yaitu bohong. Dalam praktik bahasa sehari-hari gombal bisa menjadi kata kerja menggombal, yang artinya berbohong.

Seorang pria yang merayu wanita dengan kalimat-kalimat muluk, disebut menggombal.

Bagaimana dengan Mukiyo, siapa dia? Tidak ada sumber yang bisa menjadi rujukan untuk melacak asal muasal Mukiyo.

Sangat mungkin nama itu dikaitkan dengan nama umum di Jawa Timur yang biasanya menunjukkan strata sosial menengah ke bawah.

Ungkapan Gombal Mukiyo sering muncul dalam dialog-dialog humor di pementasan ludruk, dan nama Mukiyo biasanya menunjukkan peran seorang pembantu.

Dalam praktik komunikasi publik, ungkapan itu menjadi frasa yang dikaitkan dengan apa saja yang dianggap mengecewakan. Seorang politisi yang berbicara tanpa bukti disebut sebagai politisi Gombal Mukiyo.

Seorang pemimpin yang hanya mementingkan urusannya sendiri, tetapi selalu mengatasnamakan rakyat, disebut sebagai pemimpin Gombal Mukiyo.

Nama Mukiyo belakangan ini sudah jarang disebut. Nama itu sudah kalah populer dengan nama baru seperti Mukidi, misalnya.

Sama dengan Mukiyo, Mukidi sama-sama misterius asal-usulnya. Biasanya, Mukidi diasosiasikan dengan seseorang yang suka melakukan tindakan konyol.

Mukidi digambarkan sebagai seseorang yang berwajah lugu, seperti kebanyakan masyarakat desa, tetapi tingkah lakunya sering nyeleneh dan mengundang tawa.

Nama Mukidi sudah muncul di era 1990-an sebagai tokoh dalam sebuah acara humor radio Prambors, Jakarta.

Siapa yang menciptakan nama dan karakter Mukidi, sampai sekarang belum jelas. Beberapa sumber menyebutkan bahwa seorang pria bernama Soetantyo Moechlas dari Bekasi mengaku sebagai penemu nama dan karakter Mukidi.

Nama dan humor Mukidi mulai menyebar di media sosial dan grup percakapan WhatsApp pada 2016.

Para aktivis grup WhatsApp bertanya-tanya dari mana datangnya humor-humor Mukidi yang bermunculan tiap hari.

Tidak ada yang tahu mengapa nama Mukidi yang jadi tokoh humor. Tak ada yang tahu pasti kenapa nama Mukidi yang terpilih.

Konon nama Mukidi ini memang sudah lama menjadi bahan candaan di daerah Jawa Tengah.

Arti Mukidi bergantung kepada siapa yang menafsirkan, bisa berarti positif bisa juga negatif.

Sebagaimana Mukiyo, Si Mukidi ini juga diasosiakan sebagai ndeso, kampungan, atau bahasa kekiniannya bully-able.

Di Jawa Barat ada tokoh Si Kabayan yang diasosiasikan dengan sikap-sikap yang lugu dan sering konyol.

Mukidi dan Mukiyo kurang lebih sama seperti Kabayan.

Mukidi menjadi ikon baru. Apa saja yang konyol kemudian diasosiasikan kepada Mukidi. Di dunia politik pun Mukidi dijadikan sasaran kritik.

Kalau ada pemimpin yang berwajah katrok dan selalu mengaku sebagai pembela rakyat, dia disebut sebagai Mukidi.

Mukidi banyak berjanji kepada rakyat, tetapi banyak yang tidak terbukti.

Mukidi berjanji ekonomi akan meroket, tetapi ternyata malah nyungsep.

Mukidi berjanji akan menyediakan sepuluh juta lapangan kerja bagi rakyat, ternyata bukan untuk rakyat Indonesia, tetapi rakyat China.

Mukidi sudah berjanji akan memberantas korupsi, tetapi membiarkan saja lembaga pemberantas korupsi diacak-acak dan dilemahkan.

Mukidi mengaku tidak akan memperpanjang masa jabatan, tetapi sudah mengumpulkan seluruh pemimpin partai politik untuk membahas perpanjangan pasca-2024.

Mukidi mengaku suka didemo, malah mengatakan kangen didemo. Namun, ketika didemo Mukidi lari ke gorong-gorong.

Mukidi mengaku tidak antikritik, tetapi gambar mural yang mirip dengan dirinya dihapus di mana-mana.

Mukidi adalah manusia yang penuh kontroversi. Apa yang terjadi di penampakan tidak sesuai dengan kenyataan. Banyak yang bingung melihat sikap Mukidi, sampai ada yang menjulukinya sebagai man of controversy, manusia kontroversi.

Siapa Mukidi? Bisa jadi dia adalah person, seseorang, tetapi bisa juga Mukidi sekarang sudah menjelma menjadi institusi, menjelma menjadi rezim.

Sebuah rezim yang bekerja secara otomatis dengan memainkan mesin kekuasaan lalu membagi-baginya untuk memperkuat cengkeraman.

Rezim Mukidi adalah rezim despot gaya baru, atau new despotism.

Despotisme adalah rezim yang memakai kekuasaannya untuk mengintimidasi oposisi dengan pemenjaraan dan pemberangusan.

Model despotisme ini dilakukan pada masa Orde Baru. Ketika itu Soeharto menjadi personifikasi utama rezim despotisme.

Dia berada pada titik episentrum kekuasaan. Dia menjadi penentu semua kebijakan rezim.

Sekarang, model despotisme ala Soeharto sudah tidak laku, karena bertentangan dengan demokrasi.

Sebagai gantinya muncullah rezim despotisme baru yang terlihat sangat demokratis.

Rezim despotisme baru ini dipimpin oleh Mukidi, yang selalu mencitrakan diri sebagai bagian dari wong cilik dan pembela rakyat.

Mukidi tetap dicintai rakyat, karena setiap ia muncul di mana-mana selalu bagi-bagi duit dan sembako.

Namun, mesin kekuasaan yang mendukung Mukidi benar-benar rezim despot. Rezim ini antikritik dan tidak akan memberikan ruang kepada oposisi.

Siapa saja yang melakukan kritik akan diberangus dan dipenjarakan. Rezim Mukidi tidak segan-segan mengubah dan mengamendemen undang-undang, untuk memperpanjang dan melanggengkan kekuasaan.

Mukidi cukup duduk manis. Semua akan bekerja untuknya. Rezim depotisme baru ini sudah menjadi mesin besar yang efektif menjaga kekuasaan.

Tugas Mukidi adalah memainkan pencitraan terus-menerus supaya rakyat tetap mencintainya.

Mesin rezim despotisme baru bekerja dengan efektif, sehingga orang tidak bisa membedakan antara kenyataan dan mimpi.

Orang sudah tidak bisa membedakan lagi antara lapar dan kenyang. Orang tidak bisa membedakan antara sakit dan sehat. Orang tidak bisa lagi membedakan antara merdeka dengan terpenjara.

Ada joke ala Mukidi untuk menggambarkan rezim despotisme baru ini. Mukidi bertemu orang Inggris. Dengan bangga si bule menceritakan kehebatan negaranya yang menguasai seluruh dunia.

Si bule Inggris mengatakan, Britain Rules the Wave, Inggris menguasai gelombang, maksudnya mengusai lautan di seluruh dunia.

Mukidi tidak mau kalah. Dengan bahasa Inggris logat Jawa medok Mukidi bilang Indonesia Waves the Rule, Indonesia menguasai dan mengacak-acak aturan.

Si bule hanya bisa garuk-garuk kepala. Mukidi dilawan! (*)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur : Adek
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler