jpnn.com, TIONGKOK - Baru-baru ini Flu Afrika (ASF) ditemukan pada bangkai babi hutan di dekat perbatasan Jerman dengan Polandia. Temuan itu membuat eksportir babi terbesar di Eropa ini khawatir.
Tahun lalu, Jerman berhasil mengekspor babi senilai USD 1,2 miliar ke Tiongkok. Pejabat di Brandenburg Jerman melakukan karantina di kawasan seluas 15 kilometer persegi di mana bangkai babi hutan itu ditemukan.
Karantina dilakukan untuk mencari bangkai lainnya dan juga untuk membatasi pergerakan binatang.
Penyakit ini tak berbahaya bagi manusia, tetapi fatal bagi babi. Sebelumnya, wabah AFS di China menyebabkan negara Tirai Bambu itu harus memotong jutaan ekor babi.
BACA JUGA: Tolak Kebijakan Pro-Amerika, Peternak Babi Siap Gelar Unjuk Rasa Besar-besaran
Importir besar seperti China sering menerapkan larangan impor dari negara yang melaporkan temuan ASF, meski pada binatang liar.
"Perhatiannya adalah apakah negara importir seperti China akan melarang babi dari Jerman," kata Andre Schaefer, pialang di Jerman.
BACA JUGA: Ada Emoji Babi di Unggahan soal IDI, Jerinx SID Bilang Begini
“China menjadi negara penting bagi Jerman. Jika impor dilarang kami bisa melihat harga babi akan tertekan di Jerman,' katanya.
Sepertinya ekspor Jerman pada pasar besar seperti China dan Jepang akan berhenti, seperti juga yang dialami oleh Korea Selatan, menurut asosiasi industri Jerman, VDF.
Asosiasi ini juga mengatakan negara Asia menjadi tujuan impor bagi produk daging ternak yang tak begitu populer di Eropa, seperti kaki, telinga, ekor, dan tulang.
Berhentinya ekspor akan membuat produk ini tak bisa dijual sebagai makanan, dan memberikan dampak besar pada aliran produk di pasar babi.
Pada empat bulan pertama di tahun 2020, Jerman mengekspor 158 ribu ton babi senilai 424 juta euro ke China. Angka ini dua kali lipat lebih banyak dibanding periode yang sama tahun lalu. (Rtr/ngopibareng/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia