Muncul Wacana Kotak Hitam Diganti Sistim Satelit

Minggu, 09 Maret 2014 – 20:27 WIB

jpnn.com - NEWYORK -- Misteri hilangnya pesawat jet Boeing 777-200ER Malaysia Airlines dengan 239 orang dalam penerbangan MH370 yang hilang kontak sejak Sabtu (8/3) dini hari merupakan salah satu kejadian langka. Misteri ini diperparah ketidakpastian yurisdiksi negara mana pesawat itu hilang.

Take- off dan khususnya, masa pendekatan akhir menjelang pendaratan serta arahan dari petugas menara merupakan momen berbahaya bagi penerbangan. Masa kritis tersebut juga menjadi periode ketika sebagian besar kecelakaan terjadi selama ini.

BACA JUGA: Kasus Malaysia Airlines, Dikhawatirkan Senasib Adam Air

Pesawat dengan nomor penerbangan MH370 itu menghilang di ketinggian jelajah ketika kondisi langit cerah dalam perjalanan dari Kuala Lumpur ke Beijing.

Tidak ada sinyal marabahaya dikirimkan, tidak ada puing-puing ditemukan dan tidak ada kerusakan pesawat yang berhasil diidentifikasi.

BACA JUGA: Radar Militer Catat Malaysia Airlines Malah Balik Arah

Berdasarkan kontak terakhir dengan pilot, Boeing 777-200ER tersebut diduga telah jatuh di lepas pantai Vietnam. Dua penumpangnya yang menggunakan paspor curian memunculkan sejumlah pertanyaan tentang dugaan lain, namun hingga kini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab.

"Pesawat tidak crash dalam perjalanan seperti ini. Ini adalah peristiwa yang sangat tidak biasa," kata Paul Hayes , Direktur Keselamatan di Flightglobal Ascend, konsultan penerbangan yang berbasis di Inggris, seperti dilansir Reuters, Sabtu (8/3).

BACA JUGA: Pemerintah Curiga Penumpang Ilegal Malaysia Airlines 4 Orang

Tercatat, hanya ada satu bencana serupa yakni hilangnya Air France Flight 447, yang jatuh di Samudera Atlantik pada 2009 dalam perjalanan dari Rio de Janeiro ke Paris.

Namun, insiden hilangnya MH370 ini kemungkinan akan menghidupkan kembali perdebatan tentang apakah fungsi kotak hitam perekam penerbangan harus digantikan dengan sistim berbasis satelit yang mampu mengirimkan kembali telemetri secara real time.

Sistim seperti itu sebenarnya sudah mampu dilakukan dan tersedia saat ini. Masalahnya sejauh ini, hal itu telah dikesampingkan atas dasar biaya dan logistik.

Sementara itu, tidak jelas siapa yang akan memimpin dalam mengungkap apa yang terjadi dengan pesawat Malaysia Airlines.

Berdasarkan aturan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, pemerintah wilayah di mana kecelakaan terjadi biasanya memiliki yurisdiksi atas reruntuhan dan memimpin penyelidikan. Jadi kemungkinan ada otoritas bisa mengambil alih sampai reruntuhan ditemukan.

Dalam hal ini, kemungkinan Vietnam. Tetapi jika pesawat itu jatuh di perairan internasional, maka Malaysia akan memiliki kontrol, dan Amerika Serikat akan terlibat karena pesawat itu buatan AS.

Pemimpin penyelidikan bisa meminta Amerika Serikat atau negara lain dengan kemampuan investigasi mendalam untuk mengambil peran yang lebih besar.

Tapi rilis informasi dan temuan tentang kecelakaan itu kemungkinan akan tetap berada di bawah kendali negara yang memimpin.

"Regulator AS tidak memiliki kemampuan untuk memberikan informasi faktual kecuali jika kecelakaan terjadi di Amerika Serikat," kata Kelly Nantel, juru bicara Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB).

Malaysia Airlines Flight MH370 menghilang sekitar satu jam dalam penerbangan terjadwal ke Beijing. Sejumlah teori muncul seperti terjadinya sebuah insiden tiba-tiba di pesawat yang menyebabkan kegagalan listrik total, seperti dalam beberapa jenis kecelakaan tak biasa.

Pesawat Boeing 777-200ER, itu sendiri berusia 11 tahun, dan lepas landas pada 00:40 ( 1640 GMT Jumat) dari Bandara Internasional Kuala Lumpur dan terakhir melapor pada pukul 1:30 AM.

Pesawat terakhir melakukan kontak dengan pengendali lalu lintas udara 120 mil laut di lepas pantai timur Malaysia dari Kota Bharu.

Situs pelacakan Flight flightaware.com menunjukkan pesawat itu terbang di atas timur laut Malaysia setelah take - off dan naik ke ketinggian 35.000 kaki.

Pilot dan pakar penerbangan mengatakan ledakan di pesawat tampaknya menjadi kemungkinan penyebab bencana. Dugaan mereka berdasar kondisi pesawat yang berada di ketinggian jelajah, fase paling aman dari pesawat, dan kemungkinan akan berada dalam mode autopilot .

"Itu mungkin ledakan, sambaran petir atau dekompresi yang parah," kata seorang mantan pilot Malaysia Airlines .

"777-200ER bisa tetap terbang meski terkena sambaran petir dan dekompresi parah. Tapi jika terjadi ledakan, tidak ada kesempatan. Berakhir sudah," sambungnya.

"Kehilangan tekanan kabin secara tiba-tiba dan ektrim bisa menyebabkan dekompresi eksplosif dan membuat pesawat rusak terbelah," kata John Goglia, mantan anggota dewan dari National Transportation Safety Board.

Kabar terakhir, dalam upaya pencarian pesawat, tim SAR Malaysia menemukan ceceran minyak di sekitar 100 mil laut Tok Bali, di Negara Bagian Kelantan. Sementara itu, tim SAR Singapura menemukan benda mencurigakan yang mengapung di perairan Laut China Selatan, wilayah Vietnam. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Kirim Pesawat Pengintai Cari MH370


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler