jpnn.com, JAKARTA - Rendahnya pemenuhan zat gizi mikro yang berujung hidden hunger atau kelaparan tersembunyi, merupakan salah satu masalah nutrisi pada sebagian masyarakat Indonesia saat ini.
Data Global Hunger Index 2020 menunjukkan, Indonesia berada pada posisi 70 dari 107 negara dan sekitar 20-40 persen masyarakat di Indonesia mengalami kekurangan zat gizi mikro.
BACA JUGA: Kebiasaan Buruk Ini Picu Kanker Kolorektal di Usia Muda
Konsumsi buah dan sayur yang kurang menyebabkan rendahnya pemenuhan zat gizi mikro yakni vitamin dan mineral.
Demikian menurut Kepala Seksi Mutu Gizi Kementerian Kesehatan, dr. Hera Nurlita, dalam sebuah konferensi daring terkait gizi, Senin (25/1) kemarin.
BACA JUGA: 11 Manfaat Teh Delima! Dari Masalah Reproduksi, Jantung Hingga Diabetes
Menurut Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Prof. Dodik Briawan, buah dan sayuran mengandung vitamin, mineral dan serat pangan yang berperan membantu proses metabolisme tubuh.
Seperti membantu memproduksi energi, memelihara dan perawatan jaringan tubuh, membantu tumbuh kembang anak.
BACA JUGA: Tokcer! Tips Cari Pasangan Lewat Aplikasi Kencan
Kekurangan asupan dua bahan pangan ini bisa menempatkan seseorang, baik itu balita maupun orang dewasa berada dalam kondisi hidden hunger atau kelaparan tersembunyi.
"Hidden hunger ini berbeda dengan kelaparan biasa yang biasanya dikenali dengan tubuhnya kurus, perutnya buncit (ini kelaparan yang kentara). Ibu-ibu tidak tahu anaknya cepat sakit, tumbuhnya tidak bisa optimal, prestasi akademik tidak bagus, ini ciri hidden hunger," kata Dodik.
Di sisi lain, anemia juga bisa menjadi penyebab munculnya hidden hunger. Data menunjukkan anemia defisiensi besi di Indonesia mencapai angka 30 persen dan pada ibu hamil jumlahnya mencapai 50 persen.
"Apabila seseorang kekurangan zat besi, vitamin A dan yodium bisa menurunkan PDB sekitar 5 persen dari PDB nasional. Dampak lainnya selain ekonomi, IQ lost dan dampak jangka panjang lainnya," tutur Dodik.
Tips Cegah Kelaparan Tersembunyi
Pakar gizi klinik, dr. Diana F. Suganda mengatakan, seseorang hanya memerlukan jumlah sedikit asupan mikro nutrisi, berbeda dengan makro nutrisi seperti kabohidrat, protein dan lemak yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah relatif lebih besar.
Walau sedikit, zat gizi mikro ini seringkali dilupakan bahkan disepelekan yang mengakibatkan fungsi tubuh tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Diana merekomendasikan melakukan variasi bahan pangan yang tersedia untuk mencegah kekurangan zat gizi ini.
"Karena tidak ada satu bahan makanan yang mengandung semua zat gizi. campur-campur semua bahan makanan, kita variasikan sesuai komposisi dari Kemenkes, Isi Piringku," tutur dia.
Orang tua sebelumnya perlu membekali diri dengan pengetahuan kebutuhan zat gizi dari berbagai sumber terpercaya misalnya jurnal ilmiah atau sumber lainnya, kemudian menerapkan pada keseharian.
Penyusunan menu makanan mingguan sesuai panduan Kemenkes "Isi Piringku" bisa menjadi solusi.
Yakni, 1/3 piring berisi karbohidrat misalnya nasi, kentang atau jagung, 1/3 piring berikutnya berisi sayuran dengan beragam warna (agar mikronutrien semakin banyak) dan 1/3 sisanya untuk lauk pauk misalnya protein hewani dan nabati, lemak dan buah.
"Lauk bisa dicampur misalnya pagi telur, siang ikan, besok diganti lagi dengan ayam, tahu dan tempe. Jadi komposisi gizi seimbangnya dapat. Tidak harus mahal ya," kata Diana.
Dia menyarankan Anda menyajikan makanan segar setiap harinya. Namun ada beberapa bahan pangan yang bisa Anda siapkan setengah jadi lalu disimpan di lemari es untuk dikonsumsi 2-3 hari kemudian, semisal ayam yang sudah dibumbui dan sebagainya.
Panduan Asupan Yodium
Yodium menjadi salah satu mikro nutrisi (mineral) yang tubuh butuhkan untuk membantu hormon tiroid membentuk tiroid demi pertumbuhan sel saraf, pertumbuhan otak.
Kekurangan zat ini sedari ibu mengandung bisa menyebabkan anak lahir dengan IQ lebih rendah. Selain itu, tumbuh dan kembang anak bisa terganggu yang bisa terlihat dari tinggi anak lebih rendah dari rekan-rekan seusianya.
"Kalau sudah ada gejala klinis misalnya gondok atau pembesaran kelenjar tiroid atau ada semacam benjolan. Pada orang dewasa kesulitan untuk hamil, gangguan siklus menstruasi, gangguan fungsi mental dan masalah lainnya akibat kekurangan hormon tiroid karena asupan yodium kurang," kata Diana.
Diana menekankan, setiap golongan usia memerlukan asupan yodium berbeda-beda.
Usia 0-1 tahun membutuhkan sekitar 90 mikrogram sehari, jumlah kebutuhan meningkat menjadi 120 mikrogram untuk anak usia hingga 12 tahun dan kelompok usia 12 tahun-dewasa memerlukan 150 mikrogram yodium.
Jumlah asupan yodium semakin tinggi yakni 220 mikrogram khusus untuk ibu hamil dan 250 mikrogram khusus ibu menyusui.
"Setiap kelompok umur memiliki kebutuhan yodium berbeda dan sebaiknya dipenuhi dari berbagai makanan sumber yang dikombinasikan, karena sumber makanan mengandung yodium itu banyak salah satunya makanan laut," tutur Diana.
Selain garam, sumber yodium berasal dari laut misalnya ikan, udang, kerang, cumi-cumi, kepiting, rumput laut, kemudian telur, susu dan produk susu lain seperti yogurt, keju.
"Gula maksimal 4 sendok makan, garam 1 sendok teh (bisa tambahkan garam beryodium) dan lemak misalnya untuk menumis atau oseng-oseng 5 sendok makan," kata Diana.
Diana mengingatkan para orang tua membiasakan diri menerapkan pola makan bergizi seimbang.
Pada anak, bisa memulainya sejak dia memasuki masa menyusui, MPASI. Pada setiap tahapan anak belajar makan, komposisi gizi seimbang wajib diterapkan setiap hari.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang