jpnn.com - SURABAYA - Mual dan muntah sering dirasakan hampir seluruh perempuan hamil. Namun, jika frekuensinya terus meningkat, sebaiknya segera memeriksakan diri. Bisa jadi kondisi tersebut merupakan pertanda penyakit berbahaya seperti tumor otak.
Kasus semacam itu dialami Dewi Widia Sari ketika hamil. Kini perempuan 32 tahun tersebut harus rela kehilangan anaknya akibat tumor sebesar bola tenis. Tumor itu bersarang di kepalanya dan membesar dalam waktu kurang dari sembilan bulan.
BACA JUGA: Telaga Cantik, Tempat Biyung Emban Bidadari Mandi
''Awalnya mual-muntah terus selama hamil,'' ujarnya saat ditemui di ruang rawat inap lantai 3 RS Mitra Keluarga Satelit kemarin (11/4).
Masalahnya, mual itu terjadi meski tanpa pemicu. Dulu, saat hamil anak pertama, Dewi hanya mual saat mencium bau tertentu. Pada kehamilan kedua kali ini, Dewi begitu sering muntah. Sehari bisa dua kali. Hal itu terus terjadi selama enam bulan. Kondisi tersebut diperparah dengan rasa nyeri di kepala. Akibatnya, tubuhnya melemah.
BACA JUGA: Alumni IPDN Itu Merasa Sangat Kehilangan
Keluhan itu dibiarkan karena menyangka memang bawaan hamil. Namun, pada Februari lalu Dewi jatuh sakit. Dia keluar masuk rumah sakit sampai tiga kali dalam sebulan. Keadaannya semakin parah pada Maret lalu. Dia muntah dan ngompol di tempat tidur. Dewi juga sudah tidak bisa menggerakkan kakinya dengan normal, jalannya tertatih.
Pihak keluarga akhirnya curiga Dewi menderita penyakit tertentu. Sebab, perempuan asli Malang itu kehilangan memori. Dewi sempat ngawur saat ada temannya yang menguji ingatannya. ''Namanya Ratna, tapi saya sebut Sri,'' ujar Dewi. ''Waktu itu saya diajak ngobrol juga nggak nyambung. Anak nangis saya diemin,'' ungkapnya.
BACA JUGA: Lihat nih, Aksi Gila Anggota Polantas
Alumnus Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya itu sempat dibawa ke rumah sakit di Malang dalam kondisi tidak sadar. Secara fisik, dia tidak pingsan. Namun, pikirannya tidak bisa diajak berinteraksi. Dokter yang memeriksa mencurigai adanya masalah dengan syaraf otaknya. Dari situ diketahui ada tumor di tengkorak kepala Dewi.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, sang suami, Ferry Prasetyo, memutuskan membawa Dewi ke Surabaya. Alat kesehatan yang lengkap dan ketersediaan dokter ahli bedah syaraf menjadi alasannya. Ferry begitu khawatir karena istrinya harus menjalani operasi besar. Yang dibedah bagian perut dan kepala.
Calon bayinya pun harus dikeluarkan. Sebab, itu satu-satunya jalan untuk mengurangi progresivitas tumor. ''Kata dokter, tumor sebesar ini belum pernah ditangani. Harus langsung operasi. Kalau dibiarkan batuk atau mengejan sedikit, bisa koma,'' jelasnya.
Karena itu, begitu masuk RS Mitra Keluarga pada 15 Maret, keesokan harinya dokter langsung melakukan operasi. Pembedahan berlangsung mulai pukul 08.30 sampai 21.00. Totalnya lebih dari 12 jam. Perinciannya, dua jam digunakan untuk Caesar dan sisanya operasi bedah otak. Selama tindakan operasi, Dewi membutuhkan 12 kantong darah untuk transfusi. Sebab, Dewi mengalami pendarahan sampai kehilangan tiga liter darah.
Ferry menyatakan, dirinya bersyukur lantaran operasi besar itu berjalan lancar. Namun, Dewi masih dirawat di ICU. Waktunya sampai sepuluh hari. Saat ini kepala Dewi botak di bagian depan. Rambutnya harus dicukur untuk membuka tengkorak bagian depan.
Saat ditemui Jawa Pos, Dewi sudah terlihat ceria. Padahal, dia baru saja keluar dari ICU. Cara berjalannya masih tertatih. Dia tertawa saat mendengar banyak cerita dari suami dan ibunya ketika kehilangan ingatan.
Dewi lupa kejadian-kejadian sejak Februari. Kalaupun ingat, hanya sekilas. Saat masa kehilangan memori itu, Dewi justru mengingat halusinasinya. Dia pernah berhalusinasi dokter main tembak-tembakan dan perawat baris-berbaris seperti tentara. ''Alhamdulillah sekarang sudah baik kondisinya. Waktu sakit tidak begini,'' kata Ferry.
Menurut karyawan perusahaan BUMN bidang minyak itu, tumor otak sang istri sudah menekan bagian syaraf bicara dan perilaku. Dewi yang dulu ceria berubah menjadi irit bicara. Saat diajakngobrol, respons Dewi hanya mengangguk atau menjawab ngelantur. Karena itu, dia menyebut perubahan perilaku drastis yang dialami perempuan hamil sebaiknya segera diperiksakan.
Dewi sendiri baru mengetahui adanya tumor di otaknya akhir bulan lalu. Selama ini sang suami hanya menyatakan ada cairan di otaknya yang harus dioperasi. Dokter menunjukkan hasil CT scanbeberapa waktu lalu.
''Dijelaskan dokter Asra (dr Asra Al Fauzi SpBS, Red) ini tumormu segede bola tenis. Saya langsung nangis, mewek minta dipanggilkan suami,'' ujar Dewi. Alhamdulillah dokter meyakinkan bahwa saya kuat. Sekarang agak lega bisa mengingat, bisa bercanda lagi,'' tambahnya.
Dewi juga baru mengetahui bahwa sang anak hanya bisa bertahan dua hari pasca operasi. Dia curiga saat Ferry tidak membaca chat di ponsel sang suami yang banyak berisi ucapan duka dari teman. ''Saya tanya foto juga tidak dikasih,'' ucap ibu dari Aisha Nareswari itu.
Tumor yang diderita Dewi memang bukan kasus mudah. Spesialis bedah saraf Surabaya Neuroscience Institute dr Asra Al Fauzi SpBS menyatakan, tumor itu khusus menyerang perempuan hamil. Penyebabnya produksi hormononal tertentu di otak yang meningkat hanya saat hamil. ''Tumor pasien ini ukurannya 10 cm. Mutlak harus dibedah,'' jelasnya.
Menurut dia, jenis tumor yang dialami Dewi adalah meningioma. Sebenarnya bukan tumor ganas. Namun, pertumbuhannya yang begitu cepat berbahaya. Operasinya harus dengan mengeluarkan anak yang tengah dikandung. ''Hormonnya akan mereda kalau dikeluarkan. Prinsipnya save the mother first. Menyelamatkan ibu dulu. Diusahakan dua-duanya,'' katanya.
Dia menjelaskan, bayi bisa bertahan jika usia kehamilannya cukup bulan. Yang sulit adalah ketika tumor besar saat usia kandungan masih prematur. Asra menyebut tingkat keselamatan sang ibu dan bayi akan lebih besar jika kasus itu diketahui lebih dini. Menurut dia, jika merasakan gejala tidak lazim, sebaiknya ibu hamil pergi ke dokter kandungan. (nir/c15/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sandhy Sandoro, sang Duda dan Cinta Sejati
Redaktur : Tim Redaksi