Robbie Hamza, sangat paham dengan dunia narkotika, obat-obatan terlarang di Australia. Ia pernah menggunakan narkoba sejak usia 13 tahun.
Peringatan: cerita ini memuat penggunaan narkoba
BACA JUGA: Kota Kanada Ini Bakal Jadi Surga Narkoba, Semua Legal, Gratisan Juga Ada
Tapi ia sudah melewati masa-masa kelam lewat rehabilitasi dan kini membantu warga Muslim di Australia yang menjadi pencandu narkoba.
"Dalam sembilan tahun terakhir saya berurusan dengan banyak keluarga Muslim," ujar Robbie kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.
BACA JUGA: Reaksi Wali Kota soal Anggota DPRD Batam ADY Ditangkap bersama Wanita terkait Narkoba
"Saya menerima telepon dari orang tua, suami atau istri, yang meminta tolong karena anak-anak atau pasangannya menggunakan narkoba."
"Mereka semuanya meminta tolong karena tahu ada orang-orang yang mengerti soal narkoba."
BACA JUGA: 3 Orang Pengedar Sabu-Sabu di Pasaman Barat Ditangkap, Barang Buktinya Tak Disangka
Tidak ada angka pasti berapa banyak warga Muslim di Australia yang menggunakan narkoba, tapi Robbie mengatakan jumlahnya "lebih besar dari yang diperkirakan".
Dari survei lembaga National Drug Strategy Household di Australia di tahun 2019, ditemukan sekitar sembilan juta orang, atau 43 persen warga Australia berusia 14 tahun ke atas, setidaknya pernah menggunakan narkotika, obat-obatan, dan bahan-bahan terlarang.
Survei tersebut juga menemukan ganja, kokain, dan ecstasy adalah yang paling banyak dikonsumsi.Menggunakan pendekatan personal
Robbie mengatakan orang-orang meminta saran dan bantuan dari dirinya karena ia tidak pernah malu menceritakan pengalamannya di masjid atau acara-acara Muslim, khususnya bagi kalangan anak muda.
Seringkali ia memulai ceritanya dengan bagaimana ia merasa 'insecure' atau tidak nyaman dengan dirinya sendiri saat remaja.
Saat itu ia mengaku tidak ada orang yang bisa ia jadikan panutan, sehingga mengambil keputusan yang tanpa dipikir panjang dan keputusan yang buruk dengan menyuntikkan amfetamin saat berusia 18 tahun.
"Dari satu hal kemudian menggunakan yang lainnya," ujarnya.
Setelah ia masuk Islam di tahun 2012, Robbie mengaku ia meninggalkan penggunaan obat-obatan dan kejahatan terkait lainnya.
Sekarang ia bekerja sebagai pendamping di penjara kota Brisbane dan mencoba menyadarkan soal bahaya narkoba kepada warga Muslim.
Ia juga memiliki podcast The Talk with Robbie Hamza bersama dengan para imam, karena masalah ini tabu dibicarakan di kalangan umat Muslim.
"Ini bukanlah percakapan yang mau dibicarakan oleh teman-teman mereka atau para imam," ujarnya.
Dalam Islam, penggunaan narkoba, seperti halnya alkohol adalah haram, atau tidak diperbolehkan karena dianggap membawa lebih banyak keburukan ketimbang manfaatnya.
Ada juga anggapan jika Muslim memiliki hubungan spiritual yang kuat dan beribadah setiap hari, jadi dianggap tidak mungkin menggunakan narkoba.
Tapi karena ada anggapan ini, banyak keluarga dengan anggotanya yang pencandu merasa malu jika ada orang lain yang tahu.
Dr Lucy Verwey, seorang psikolog klinis di Melbourne mengatakan seringkali warga Muslim merasa malu jika ada yang menggunakan narkoba.
"Justru jadi bermasalah jika ini tidak dibicarakan secara terbuka, karena mereka yang menghadapi masalah narkoba ini malah jadi tersiksa," ujarnya.
"Stigma ini juga bisa membuat orang-orang yang enggan untuk mengobatinya."
"Ini juga malah membiarkan kesalahpahaman dan penyebaran informasi yang salah [soal narkoba], ketika tidak dibahas secara terbuka dengan mereka yang punya pengetahuan dan pengalaman."Layanan yang tidak menghakimi
Bukan cuma rasa malu dan stigma, kebanyakan orang juga kurang berempati dengan mereka yang kecanduan narkoba.
"Ada banyak kesalahpahaman, kecuali kalau mengalaminya sendiri. Sangatlah mudah untuk orang lain menghakimi," ujar Robbie.
Tapi pesan Robbie kepada umat Muslim adalah jangan hanya mengakui adanya masalah ini, tapi juga memberitahu kepada siapa mereka bisa meminta tolong.
"Yang ada di pikiran mereka, [tempat] rehabilitasi adalah tempat yang buruk di mana ada para pecandu," ujarnya.
"[Saya] menolong mereka agar paham jika tempat [rehabilitasi] tidaklah seperti itu."
Mohamad Fenj adalah salah satu pemimpin komunitas Muslim di Sydney yang menyadari hal ini, karenanya ia mendirikan The Rehabilitation Project dengan pendekatan berbasis komunitas untuk pencandu narkoba dan alkohol.
Layanan yang ia tawarkan juga menggunakan pendekatan "tidak menghakimi" apa pun kasusnya.
"Ketika seseorang merasa diterima, mereka akan menerima Anda kembali, termasuk menerima tawaran bantuan yang disediakan," ujarnya.
Sejak Juli tahun lalu, lebih dari 110 orang sudah datang kepadanya untuk meminta bantuan.
Mohamad mengatakan layanan untuk membantu kecanduan di Australia lainnya sudah melakukan "pekerjaan yang luar biasa", hanya saja kurang memahami pendekatan Islami.
"Bagi Muslim, kepercayaan [tauhid] adalah inti dari identitas mereka. Jadi ketika seseorang kecanduan narkoba atau alkohol, itu menghilangkan identitas mereka sesaat," ujarnya.
Menurutnya karena proses pemulihan berusaha untuk mengembalikan kondisi mereka sebelum kecanduan, Muslim yang ingin pulih juga ingin agar mereka kembali menemukan identitasnya.
Program pemulihannya juga difokuskan pada pengembalian rasa percaya diri dan pengakuan jika mereka tetap berharga bagi masyarakat sekitarnya.
"Jadi sangat penting untuk tidak menghakimi ... tapi memberdayakan mereka dengan rasa diterima, cinta dan hormat."'Lingkungan baru mengubah segalanya'
Robbie mengatakan sembilan dari 10 anak-anak muda yang ia tangani pernah punya masalah hubungan dengan orang tua di rumahnya, yang lain ada juga karena terpengaruh teman-teman atau perasaan tidak nyaman.
"Rasa tidak nyaman tidak akan hilang dengan melakukan hal-hal buruk dan berpura-pura untuk menjadi orang lain."
"Justru rasa tersebut hilang dengan berbuat baik dan tahu siapa diri kita sendiri dan meraih hal-hal yang bisa membuat bangga dan punya rasa hormat pada diri sendiri."
Sarah, yang tidak mau memberikan nama lengkapnya karena pernah dipenjara, punya kehidupan baru setelah direhabilitasi.
Ia pernah dipenjara selama empat tahun karena kejahatan terkait narkoba.
Sarah mengaku jika ia mengalihkan kemampuannya dari menjual obat-obatan untuk kegiatan yang lebih positif dan mengajak orang lain berbuat kebaikan.
"Ketimbang mengajak orang-orang pakai narkoba, mengapa tidak ajak mereka untuk melakukan kegiatan yang positif dan tetap menyenangkan?"
Perempuan yang menyukai alam ini menggelar berbagai acara dan kegiatan dan mengajak orang-orang untuk lebih terlibat dalam komunitas dengan aktivitas seperti mendaki gunung, jalan-jalan ke hutan, atau mendukung kegiatan untuk membantu para perempuan yang memiliki masalah.
"Kita akan selalu bisa meninggalkan masa lalu dengan mencari teman-teman baru, jadi harus mengganti lingkungan sekitar kita," kata Sarah, yang juga baru mendirikan kelompok pendaki Muslim di Melbourne.
"Lingkungan yang baru mengubah segalanya dan memberikan harapan," ujarnya.
Simak laporannya dalam Bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembatasan Penjualan Alkohol di Sebuah Kota di Australia Jadi Ramai Dibicarakan