Mutasi Jaksa di Kejagung Dicap Tak Sesuai Nawacita

Jumat, 20 November 2015 – 19:08 WIB
Ilustrasi. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Rotasi maupun mutasi di Kejaksaan Agung tengah menjadi sorotan masyarakat. 

Menurut pakar hukum tata negara Amril Sihombing, tertutupnya informasi mekanisme penilaian dan seleksi jaksa di Kejagung menimbulkan pertanyaan.

BACA JUGA: Bamsoet: MKD Harus Hadirkan Presdir Freeport!

Dia mencontohkan, promosi jaksa yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi, Yudi Kristiana, promosi Direktur Penyidikan pada Jampidsus Elisier Sahat Maruli Hutagalung, kemudian mantan Kajari Pontianak, Kalbar, hingga yang terbaru persaingan merebut kursi Kepala Kejati DKI Jakarta.

Menurut Amril, sesuai perundang-undangan, baik promosi dan mutasi jaksa harus dilihat dari rekam jejak bersangkutan secara kualitas dan kuantitasnya. Namun, ia menyayangkan, jika ada oknum jaksa yang tidak berprestasi dan diduga terlibat suatu pidana justru dipromosikan.

BACA JUGA: Merasa Dizalimi, Setya Novanto Akan Ambil Langkah Hukum

Dia menambahkan, meski sudah ada aturan maupun standar operasional prosedur yang berlaku, sepertinya bidang pembinaan Kejagung tidak mengimplementasikan apa yang sudah ada dalam aturan tersebut. 

"Wajah penegakan hukum di Indonesia makin tercoreng, sekaligus tidak sesuai Nawacita Jokowi,” kata Amril, Jumat (20/11).

BACA JUGA: Sedang Banjir Pujian, Sudirman Said Dilaporkan ke KPK

Dia mengatakan, proses mutasi ataupun promosi seorang jaksa harus berdasarkan kompetensi dan berbasis kinerja yang profesionalisme. Penempatan itu harus dilakukan dengan melihat masa bakti kerja para jaksa. Sedangkan untuk seleksi tak masalah asal tepat sasaran dan bukan asal penempatan.

“Jika sistem promosi mutasi berjalan profesional, maka jaksa akan memiliki motivasi untuk bekerja secara profesional dan berintegritas,” katanya.

Menyikapi isu transaksional terkait mutasi jabatan di kejaksaan yang beredar di tengah masyarakat, Amril menyatakan, jika hal itu benar maka Jaksa Agung Pembinaan melanggar Peraturan Jaksa Agung yakni PER-067/A/JA/07/2007.

Perja itu terdiri dari 14 kewajiban dan delapan larangan. Salah satu kewajiban jaksa butir huruf (a) yakni mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.

"Larangan bagi jaksa butir huruf (a), menggunakan jabatan dan atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain. Sedangkan, butir huruf (f) dilarang bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun,” katanya.

Selain itu juga, kata dia, Jambin bisa melanggar dokrin Tri Krama Adhyaksa yaitu Satya Adhi Wicaksana dan Ketentuan 7 Tertib. Bila itu dilakukan maka sebagai pimpinan tidak menunjukan kepada bawahannya, sebab kebijaksanaan pimpinan itu merupakan panutan bagi jajarannya. 

"Hal ini justru menjadikan para jaksa tidak semangat kerja. Kompetisi karir sudah tidak sehat jadinya,” pungkasnya.  (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Diminta Selidiki Percobaan Penyuapan Oleh Freeport


Redaktur : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler