Nalar Progresif Bawaslu Diskualifikasi Petahana

Oleh: Benny Sabdo, Anggota Bawaslu Kota Jakarta Utara

Rabu, 11 November 2020 – 03:48 WIB
Anggota Bawaslu Kota Jakarta Utara, Benny Sabdo. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com - Menyoal keadilan dapat kita mulai dari Plato (428-348 SM) yang mengamati bahwa keadilan hanya merupakan kepentingan yang lebih kuat (justice is but interest of the stronger). Secara ringkas, keadilan sebagai hal yang dirasakan banyak orang, yaitu apabila ada seseorang melakukan kejahatan, maka harus dihukum.

Banyak orang menganggap ini adil. Lalu bagaimana menjejak keadilan yang mudah dipahami?    

BACA JUGA: Penting, Tata Cara Gunakan Hak Pilih di Pilkada pada Masa Pandemi

Baru saja Bawaslu menyampaikan ada enam kepala daerah peserta pilkada 2020 yang direkomendasikan untuk didiskualifikasi. Menurut Ketua Bawaslu Abhan, ada pun enam calon kepala daerah yang direkomendasikan sanksi diskualifikasi, yakni petahana yang diduga menggunakan anggaran daerah untuk kepentingan kampanye, seperti bantuan sosial Covid-19.

Hal tersebut melanggar Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Selain itu, calon kepala daerah yang direkomendasikan diskualifikasi karena melanggar Pasal 71 ayat (2) tentang larangan mutasi jabatan enam bulan sebelum penetapan calon tanpa izin menteri.

BACA JUGA: Ada yang Ungkit Kasus Habib Rizieq, Adi Prayitno: Polri Harus Tegas

Berikut daftar kepala daerah yang didiskualifikasi, yaitu Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua; Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan; Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara; Kota Gorontalo, Gorontalo; Kabupaten Kaur, Bengkulu dan Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Merespons rekomendasi Bawaslu tersebut, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan KPU daerah masing-masing menindaklanjuti dengan melakukan kajian, pasangan calon di Pegunungan Bintang, Gorontalo, Halmahera Utara dan Kaur tidak terbukti seperti sangkaan Bawaslu. Karena itu, para pasangan calon di daerah itu ditetapkan KPU memenuhi syarat dan tetap menjadi peserta pilkada.

BACA JUGA: Analisis Adi Prayitno Soal Mobilisasi Massa Sambut Habib Rizieq, Tajam!

Sementara KPU Banggai menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dengan menetapkan pasangan calon yang bersangkutan tidak memenuhi syarat. Akan tetapi, pasangan calon menempuh upaya hukum ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan gugatannya diterima. Hal serupa terjadi di Ogan Ilir, KPU setempat menetapkan pasangan calon yang bersangkutan tidak memenuhi syarat. Namun, mereka mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung.

Keberanian Bawaslu dalam menerapkan sanksi diskualifikasi terhadap pasangan calon petahana kali ini patut kita apresiasi. Nalar progresif Bawaslu dalam upaya menegakkan keadilan pemilihan perlu direplikasi di berbagai daerah pemilihan lainnya.

Menerapkan Pasal 71 sebagai alat uji menduga petahana melakukan kecurangan adalah sesuatu yang tidak mudah. Sehingga tak ayal Bawaslu dan KPU pun memiliki pijakan tafsir yang berbeda. Hal ini terbukti KPU menilai rekomendasi Bawaslu keliru.

Setidaknya ada dua persoalan, yakni secara substansi dalam konteks pelaksanaan kewenangan, petahana dituntut melaksanakan program kerja dan agenda-agenda pembangunan yang ditetapkan perundang-undangan. Selanjutnya, petahana terikat dengan kewajiban Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Ketika program itu dilaksanakan secara otomatis melahirkan insentif politik bagi petahana.

Dalam perspektif substansi hukum pemilihan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama,  pengaturan tentang penyelesaian dugaan pelanggaran oleh petahana yang berujung pada diskualifikasi belum terumuskan secara jelas dan tegas.

Kedua, diskualifikasi petahana sebagai calon kepala daerah dapat ditempatkan dalam kerangka sengketa tata negara pemilihan dengan basis pengujiannya adalah surat keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon. Pola pengujian ini dapat diuji oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung.

Ketiga, diskualifikasi petahana sebagai calon kepala daerah dapat ditempatkan dalam kerangka sengketa pemilihan dengan basis pengujiannya adalah sengketa antarpeserta pemilihan. Pola pengujian ini dilakukan dan diputus oleh Bawaslu yang bersifat final dan mengikat (Mawardi dan Jufri, 2019:71).

Sebaiknya peserta pemilihan fokus pada pola pengujian sengketa pemilihan. Selain sebagai sengketa tata usaha negara pemilihan, proses dugaan pelanggaran oleh petahana dapat juga dikategorikan sebagai sengketa pemilihan. Berdasarkan konsepsi Pasal 142 tentang sengketa pemilihan meliputi sengketa antarpeserta pemilihan dan sengketa antarpeserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan.

Apabila diperhatikan anatomi setiap perkara yang berbasis pada Pasal 71 ayat (1-3), maka corak sengketanya adalah sengketa antarsesama peserta pemilihan. Apabila pola penyelesaian dugaan pelanggaran oleh petahana berbasis sengketa pemilihan, bukan sengketa tata usaha negara pemilihan, maka putusan Bawaslu bersifat final dan mengikat.

Lalu apa implikasinya, dalam konteks penyelesaian sengketa pemilihan maka dapat tidaknya seorang petahana didiskualifikasi karena melakukan pelanggaran sangat tergantung pemerikasaan di Bawaslu. Apabila Bawaslu mendapati pelanggaran sebagaimana yang disengketakan, Bawaslu dapat merekomendasikan kepada KPU untuk menjatuhkan sanksi diskualifikasi kepada petahana.

Selanjutnya, KPU wajib melaksanakan rekomendasi Bawaslu tersebut. Akhir dari proses pengujian sengketa pemilihan, jika petahana terbukti maka sanksi diskualifikasi terhadap petahana dalam bentuk terbitnya surat keputusan KPU tentang diskualifikasi petahana sebagai calon kepala daerah. Keputusan diskualifikasi petahana yang terbitkan KPU tidak dapat diuji oleh pengadilan karena putusan Bawaslu bersifat final dan mengikat.           

Akhirulkalam, penegakan hukum pemilihan itu tidak semata-mata soal institusional, perangkat peraturan dan budaya hukum seperti yang ditulis oleh ilmuwan hukum terkemuka, Friedmann. Inti dari penegakan hukum pemilihan itu adalah keadilan (justice).(***)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler