jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mencatat setidaknya ada dua peristiwa yang mencoreng kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly membebaskan 35 ribu narapidana.
Kebijakan pembebasan diambil demi mengantisipasi penyebaran wabah virus Corona (COVID-19) di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.
BACA JUGA: Wajar Ada yang Mengkritik Pembebasan 35 Ribu Napi, Tetapi..
"Di Sulawesi Selatan itu ada yang baru dua hari dibebaskan, sudah melakukan pencurian lagi," ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane kepada jpnn.com, Jumat (10/4).
Peristiwa lain, terjadi di Blitar, Jawa Timur. MS yang disebut baru dibebaskan dari tahanan, diduga melakukan curanmor.
BACA JUGA: Soal Pembebasan Napi Korupsi, Misi Pribadi Menteri Yasonna?
"Saya kira ini menjadi tanggung jawab Kemenkumham. Karena sebelumnya disebut mereka yang dibebaskan diawasi. Jadi kalau berada di luar rumah langsung ditangkap, dimasukkan lagi ke tahanan," ucap Neta.
Sayangnya, kata Neta kemudian, Kemenkumham belum menanggapi terkait napi yang dibebaskan kembali membuat ulah.
BACA JUGA: Respons Ketua Komisi III Ihwal Pembebasan Napi di Tengah Pandemi Corona
"Seolah-olah lepas tangan. Ini kan tanggung jawabnya ada di menkumham karena dia yang melepaskan," tuturnya.
Neta lebih lanjut mengatakan, kemenkumham seharusnya melakukan rapid test terlebih dahulu di lapas maupun rutan, sebelum menerbitkan kebijakan membebaskan narapidana yang sudah menjalani 2/3 masa tahanan dan berkelakuan baik.
"Seharusnya rapid test dulu. Kalau memang ada yang positif, baru diambil kebijakan melepas tahanan. Kalau enggak ada, kenapa harus dibebaskan. Jangan wabah Corona ini dijadikan alasan sesuatu yang misterius," katanya.
Neta juga mengatakan, logika masyarakat umum, lapas dan rutan lebih aman daripada napi dibebaskan, jika alasan pembebasan untuk menghindari virus Corona. Karena, lapas dan rutan sangat tertutup. Orang yang keluar-masuk sangat dibatasi.
"Dalam hal ini DPR secara kelembagaan seharusnya protes. Misal, dengan alasan berpotensi menciptakan masalah, presiden juga seharusnya menegur menkumham," pungkas Neta. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang