jpnn.com - Tuan Rondahaim Saragih adalah sebuah kisah sosok sejarah yang tanpa pernah lelah menggagas dan berjuang menegakkan Simalungun menjadi kelompok etnik yang terhormat di antara beragam kelompok etnik yang ada di Sumatera, khususnya Sumatera Timur.
Ia menjadi seorang yang tanpa lelah menggagas dan berjuang mencita-citakan Simalungun yang berdaulat merupakan bagian yang menyatu dalam hidupnya.
Dia menjadi cepat dewasa dengan kematangan pribadinya karena pengalaman hidupnya yang sejak kecil bersentuhan dengan dunia nyata bukan dunia istana yang diwarnai kehidupan mewah. Hidupnya jauh dari kemewahan karena hidupnya berdekatan dengan orang kebanyakan.
Ia juga seorang altruistik karena dengan entengnya memberikan properti pribadinya untuk keperluan orang kebanyakan.
BACA JUGA: Tuan Rondahaim Berjuang Memerdekakan Bangsa
Sikap hidup yang demikian membentuk dirinya menjadi pribadi yang keras, tegas, dan konsisten. Konsistensi mempertahankan prinsip hidup ini terlihat saat Tuan Rondahaim Saragih menjatuhkan hukuman kepada bawahannya tanpa melihat besar kecilnya kesalahan seseorang.
Siapapun yang berbuat salah, tanpa pandang bulu, sekalipun itu panglima perangnya tetap mendapat hukuman setimpal.
BACA JUGA: Nilai Budaya Simalungun Dalam Perjuangan Tuan Rondahaim
Demikian juga dengan para pasukan perangnya setelah memenangi pertempuran di berbagai daerah-daerah bawahan kerajaan Siantar, Tanah Jawa, Panei dan Solog Silau, jika ada yang melanggar aturan yang ditetapkan, akan mendapat hukuman dari Tuan Rondahaim Saragih.
Kekuasaan Belanda yang meluluhlantakan bangunan masyarakat Simalungun di mata Tuan Rondahaim Saragih memproduksi perubahan struktural sekaligus mencerabut rakyat dalam narasi besar kekuasaan tradisional.
Seturut dengan beroperasinya kekuasaan kolonial, otoritas tradisional makin tergerus dalam tubuh kekuasaan kolonial.
Menyaksikan runtuhnya otoritas tradisional kerajaan-kerajaan di Simalungun ditambah lagi makin merajalelanya keterasingan masyarakat akibat bekerjanya kapitalisme kolonial yang diperlihatkan dengan tegaknya arogansi industri perkebunan menghancurkan bangunan tradisional masyarakat Simalungun mendorong Tuan Rondahaim Saragih melawan kekuasaan Belanda.
Tuan Rondahaim Saragih melancarkan serangan dan membakar industri perkebunan yang menjadi simbol arogansi kapitalisme kolonial sekaligus berhadap-hadapan dengan mesin perang pemerintah Belanda untuk mengusir penjajah dari bumi Simalungun dan Sumatera Timur.
Perlawanan antara pasukan Tuan Rondahaim Saragih dengan pemerintah Belanda meletup di berbagai daerah.
Jangkauan perjuangan mengempur kekuasaan kolonial Belanda meluas tidak saja di Simalungun, tetapi juga sampai ke Sumatera Timur.
Pasukan Tuan Rondahaim Saragih beraliansi dengan pasukan Datuk Sunggal yang dikenal sebagai pencetus Perang Sunggal menentang kehadiran pemerintah Belanda di Sumatera Timur.
Sepanjang perlawannya mengusir sang penjajah itu, Rondahaim Saragih tidak pernah menyerah dan tidak pernah ditangkap pemerintah Belanda.
Ia, Tuan Rondahaim Saragih, yang mendapat julukan Napoleon dari Simalungun adalah satu-satunya penguasa lokal di Sumatera Timur yang sepanjang perjuangannya mengusir kekuasaan asing tidak pernah menyerah dan tidak pernah ditangkap pemerintah Belanda.
Tuan Rondahaim Saragih pejuang dari Simalungun ini sungguh-sungguh tokoh sentral dalam perlawanan masyarakat Simalungun menentang penjajahan Belanda di tanah leluhurnya, sosok pejuang tangguh yang cerdas, patriotik dan teguh pendirian.
Bika kita bertanya, siapakah dari antara tokoh perlawanan rakyat di Sumatera Utara yang tidak pernah ditangkap dan dibunuh oleh Belanda. Maka jawabannya adalah Tuan Rondahaim Saragih.
Sisingamangaraja XI dari Tappanuli tewas ditembus peluru Belanda tahun 1907, Kiras Bangun dari Batukarang Tanah Karo ditangkap dan ditahan oleh Belanda di perladangan Riung di Batukarang.
Demikian pula Datuk Sunggal Surbakti ditangkap dan dibuang oleh Belanda, juga Raja Sintar Tuan Sang Naualuh Damanik ditahan, diadili dan dibuang Belanda ke Bengkalsi hingga akhir hayatnya tahun 1913.
Kita pantas berbangga hati dan ini merupakan kebanggaan seluruh bangsa Indonesia, bahwa ada salah satu putra terbaik bangsa ini yang memimpin perlawanan dengan teknik gerilya, membela tanah air dengan sepenuh hati, mengorbankan segala-galanya, dan dengan semangat patriotisme itu, seorang partuanan dari Raya Simalungun mampu mengorbarkan perlawanan melawan penjajah Belanda, memompa semangat prajurit dan rakyat untuk maju terus melawan Belanda hingga tetes darah terakhir.
Dan, perjuangan Tuan Rondahaim Saragih pantas dicatat dengan tinta emas, bahwa dari antara sekian banyak tokoh perlawanan rakyat Indonesia, beliau salah satu dan kalau di Sumut sejauh yang diketahui, hanya beliau satu-satunya tokoh sentral perlawanan rakyat yang tidak mampu ditangkap dan dibunuh oleh Belanda.
Bahkan Belanda hingga akhir hayatnya tidak mampu dan berani memasuki daerah kekuasaan Tuan Rondahaim di Buntu Raya mengingat semangat dan api perjuangan Tuan Rondahaim yang tidak padam-padam.
Pantas bila gelar Pahlawan Nasional disematkan kepada beliau oleh bangsa ini untuk melestarikan semangat patriotisme dan sikap mendahulukan kepentingan rakyat ketimbang kepentingannya sendiri.
“Napoleon der Bataks” yang disematkan oleh Belanda kepada Tuan Rondahaim yang tidak pernah menyerah dan tidak pernah ditangkap, tidak lain karena kekokohan pribadinya yang memegang prinsip, dan itu dikaui oleh Belanda dengan jujur.
Konsistensi memegang prinsip merupakan karakter pribadi Tuan Rondahaim Saragih. Konsistensi prinsip ini sangat diperlukan bagi seorang panglima perang atau panglima Goraga seperti Tuan Rondahaim Saragih.
Tanpa konsistensi prinsip ini seorang panglima goraga tidak akan pernah memenangi medan pertempuran. Sebaliknya dengan mengengam konsistensi prinsip dalam hidup ini, Tuan Rondahaim Saragih dapat menegakkan aura dan wibawanya menjadi pangliam perang sekaligus penguasa lokal yang disegani dan tidak terkalahkan di Sumatera Timur.
Orang yang memegang konsistensi prinsip lazimnya adalah pribadi tanpa pernah kompromi. Jika melihat pribadi Tuan Rondahaim Saragih yang tanpa kompromi ini tampak cenderung kaku dan tak mengenal belas kasih. Tetapi sesungguhnya dengan sikap tanpa kompromi ini, ia mampu membangun spirit kebersamaan, berbagi penderitaan dan persaudaraan.
Dengan sikap tanpa kompromi ini Tuan Rondahaim Saragih mampu menjalin semangat kesatuan dan persatuan dalam keberagaman lintas pasukan perangnya untuk menentang dan mengusir kekuasaan bangsa asing di Sumatera Timur.
Terakhir, surat Gubernur Sumatera Utara No. 400.9.15/3028/2024, 26 Maret 2024, merekomendasikan penerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama (1999), Pejuang Kemerdekaan, Napoleon Der Bataks, Tuan Rondahaim Saragih kepada Menteri Sosial RI dan oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Pusat diajukan untuk dapat disetujui dan ditetapkan Presiden Prabowo Subianto menerima Anugerah Gelar Pahlawan Nasional Pertama berasal dari Tokoh Simalungun, Sumatera Utara, pada 10 November 2024.
Sekali lagi, melalui kutipan buku Napoleon Der Bataks (Erika Revida Saragih [et.al], Medan, USU Press, 2013), kami ingin menyorong data dan fakta sejarah perjuangan Tuan Rondahaim Saragih asal Simalungun, Sumatera Utara, yang besar dan luar biasa hingga akhir hidupnya untuk menghadang beroperasinya kekuasaan Belanda yang mencengkeram Sumatera Timur, maupun beroperasinya industri perkebunan yang eksploitatif dan rasis.(***)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari