Tuan Rondahaim Berjuang Memerdekakan Bangsa

Oleh: Prof. Dr. Budi Agustono - Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara (USU)

Minggu, 01 September 2024 – 19:19 WIB
Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr. Budi Agustono. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Tahun 1880-1891 adalah tahun formasi sosial, ekonomi dan politik di Sumatera Timur. Periode infrastruktur modern dalam menopang kapitalisme kolonial yang direpresentasikan dengan beroperasinya kekuasaan Belanda mencengkeram Sumatera Timur, dan beroperasinya industri perkebunan yang eksploitatif dan rasis.

Tahun-tahun perjuangan dan perlawanan Tuan Rondahaim terhadap bangunan kekuasaan kolonial di wilayah Simalungun dan Sumatera Timur.

BACA JUGA: Nilai Budaya Simalungun Dalam Perjuangan Tuan Rondahaim

Meskipun keturunan raja, semasa mudanya, Tuan Rondahaim dikenal sangat dekat dan bergaul akrab dengan masyarakat. Bahkan awal mulanya masyarakat tidak mengetahui kalau Tuan Rondahaim pelanjut kekuasaan Raya.

Tuan Rondahaim tidak pernah menganggap dirinya sebagai orang berpangkat dan berkedudukan tinggi dan kepemimpinanya terpuji dan teruji di masyarakat.

BACA JUGA: Tuan Rondahaim Saragih Pantas Menerima Anugerah Pahlawan Nasional 2024

Tidak saja perangainya yang terpuji, Tuan Rondahaim adalah sosok yang penuh perhatian dengan situasi negerinya yang sedang menghadapi perubahan besar akibat agresivitas kekuasaan kolonial Belanda.

Ekspanasi kekuasaan kolonial Belanda memorakporandakan bangunan masyarakat tradisional sehingga negerinya tak berdaya secara ekonomi dan politik.

BACA JUGA: Tuan Rondahaim Saragih Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Tunggu Keputusan Presiden Jokowi

Melihat keprihatinan negeri dan rakyatnya mendorong Tuan Rondahaim harus mempunyai pengetahuan dan semangat memertahankan diri untuk melawan kekuasaan kolonial.

Tuan Rondahaim belajar seni perang tidak saja di tempat kelahirannya, tetapi mencari guru teknik perang sampai ke Gayo.

Tidak saja ke Gayo, Tuan Rondahaim juga berguru teknik berperang dengan panglima perang Aceh.

Pilihan ke Aceh karena kerajaan ini memiliki kekuatan militer yang kuat dan namanya menjulang tinggi di masa kejayaannya. Perjalanannya ke Aceh makin membuka pandangan Tuan Rondahaim di luar wilayah kelahirannya, Raya.

Ia menyerap pengetahuan, meluaskan aliansi dengan kerajaan lain di luar wilayahnya dan semakin mengenal wilayah luar Simalungn yang nantinya menjadi modal sosial dan politik dalam memerintah sebagai Raja di Raya.

Sewaktu kekuasaan Belanda dan kapitalisme kolonial (industri perkebunan) yang dengan cepat berkembang mulai pertengahan abad kesembilan belas sampai seperempat abad ke dua puluh pengaruh sosial dan politiknya menembus Simalungun dan Raya, wilayah kekuasaan Tuan Rondahaim.

Menyaksikan kencangnya mesin kekuasaan kolonial mengeksploitasi tanah-tanah subur di Simalungun, mengeruk sumber daya alam wilayahnya untuk dibawa ke pusat perdagangan internasional, Tuan Rondahaim tidak bersekutu dengan kekuasaan kolonial mencari keuntungan ekonomi dan politik, tetapi sebaliknya mengumandangkan perlawanan mengusir kekuasaan kolonial.

Tuan Rondahaim dibujuk agar bergabung dengan kekuasaan kolonial dan menjadi bagian dalam pengerukan ekonomi wilayahnya serta menjaga kestabilan politik kolonial, tetapi semua tawaran tersebut ditolaknya.

Tuan Rondahaim tetap melawan dan mengangkat senjata melawan kekuasaan colonial Belanda.

Dalam rangkaian perlawanannya, Tuan Rondahaim dibantu panglima perang dari luar Raya sehingga dapat memaksimalkan mengonsolidasi perjuangannya.

Sebagai Raja Raya, Tuan Rondahaim berhasil menyatukan wilayahnya dari pertikaian internal antar penguasa lokal. Keberhasilannya mengonsolidasi lawan-lawan politik bergabung dalam pemerintahannya membuat Tuan Rondahaim menjadi pemimpin kuat, tegas dan berwibawa.

Tambahan lagi penglima perangnya berasal dari luar Raya menunjukkan Tuan Rondahaim tidak mengandalkan penasehat militernya dari satu wilayah, tetapi direkrut dari luar daerah. Tuan Rondahaim menerima kehadiran orang luar menjadi penasehat pemerintahannya.

Memiliki penasehat perang dari ragam daerah memperlihatkan kepemimpinan Tuan Rondahaim tidak monolitik tetapi inklusif, Kepemimpinan inklusif adalah kepemimpinan yang adaptif dan terbuka sehingga dapat mengurangi sikap politik semena-mena.

Raya di bawah kepemimpinan Tuan Rondahaim mempunyai sikap politik ekspansif. Ekpansif dalam melawan kekuasaan kolonial sekaligus ekspansif dalam menata jejaring politik guna membangun koneksi ke dunia luar.

Dalam memerangi kekuasaan kolonial, Tuan Rondahaim tidak pernah tunduk dan takluk terhadap kekuasaan asing (kolonial).

Ia juga tak pernah ditangkap dan tidak pernah lelah bertarung mengusir penjajahan asing sampai akhir hayatnya, demi memerdekakan dan membebaskan negeri dan bangsanya agar menjadi negeri bangsa berdaulat.

Melihat rekam jejak perjuangannya sudah waktunya pemerintah Indonesia menghargai dan menghormati perlawanan dan perjuangannya dengan penganugerahan Pahlawan Nasional kepada Tuan Rondahaim, tepatnya pada 10 November 2024.(***)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler