Nasib Bisnis Pak Bos Tembak Kepala Sendiri, Istri, 2 Anaknya

Minggu, 28 Oktober 2018 – 00:06 WIB
Fransiskus Xaverius Ong (45), Margareth Yentin Liana SE (43), Raffael Fransiskus (18), Kathlyn Fransiskus (11). Foto: Istimewa

jpnn.com - Fransiskus Xaverius Ong alias Frans (45) merupakan pengusaha yang menembak kepala istri dan kedua anaknya, lalu bunuh diri, Rabu (24/10) lalu.

Dia memilih mengakhiri hidupnya, meninggalkan sejumlah bisnis yang selama ini ditekuni. Tak hanya di Palembang, tapi juga bisnisnya di Baturaja, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan.

BACA JUGA: Majikan Baik Hati Tembak Kepala Sendiri, Istri dan 2 Anaknya

Yakni pabrik pengolahan tanah liat (clay). Nilai investasi yang sudah dikucurkan sekitar Rp8 miliarhingga Rp10 miliar. Jumat (26/10), Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group) menelusuri keberadaan tempat tersebut. Lokasinya di Desa Batu Putih, Kecamatan Baturaja Barat.

Kabar bunuh diri Frans, telah sampai ke telinga para pekerja di sana. Termasuk Kepala Desa (Kades) Batu Putih, Medi Candra. “Kami kaget sekali dengan kabar dia (Frans) bunuh diri. Meski belum lama kenal, tapi Pak Frans itu ramah dan supel,” kata Medi.

BACA JUGA: Jakabaring Sport Center Bakal Jadi Kawasan Komersil Cashless

Pascabunuh diri Frans, pekerjaan di pabrik itu terhenti karena ditinggal para pekerjanya. Medi tidak tahu apakah akan ada yang melanjutkan usaha itu atau tidak.

“Sebagai perangkat desa sini, kami berharap usaha yang baru dirintis ini bisa diteruskan. Apalagi, sedikit banyak membantu warga mendapatkan penghasilan,” bebernya.

BACA JUGA: Pembunuh Bayaran Gantung Diri, Tulis Pesan dengan Darah

Diketahui, areal usaha clay itu berada sekitar 300 meter dari jalan provinsi. Lebar jalan masuknya sekitar 4 meter. Kondisi masih tanah. Sekitar areal itu masih hutan. Semak belukar. “Luas areal pabrik sekitar 1,5 hektare,” jelasnya.

Di sana berdiri camp berukuran sekitar 5 x 8 meter persegi. Beratap terpal plastik. Di bawah tenda terdapat mesin pengolahan tanah liat yang kasar menjadi butiran halus.

Di sekitar lokasi ada ratusan karung berisi tanah liat. Ada yang sudah diolah. Ada juga yang dijemur. Termasuk yang sudah dijemur dan siap diolah.

Sementara itu, lokasi galian tanah liat untuk usaha itu berada sekitar 800 meter dari areal pabrik. Masuk lebih jauh ke kawasan hutan. Untuk mencapai tempat itu, belum ada akses jalan langsung.

Masih harus melalui pemukiman warga. Tapi kondisi jalan sudah baik, karena berupa cor beton. “Untuk mengeluarkan tanah dari tambang tersebut, diangkut dengan ojek,” beber Medi.

Dia masih ingat awal berdirinya tempat pengolahan tanah liat itu. Pertengahan 2017, Budi (orang kepercayaan Frans) datang ke rumahnya. Kedatangan Budi bersama Ilham, salah seorang pekerja tambang. Tujuan mereka untuk membuat tambang galian tanah untuk bahan dasar keramik dan pupuk. Juga menjelaskan seputar rencana pendirian tempat usaha pengolahan tanah liat itu.

“Kami tidak ada masalah dan menyambut baik rencana itu karena akan membantu masyarakat di sini. Menambah income warga,” jelasnya. Frans lalu membeli 0,5 hektare lahan tambang itu. Izin usaha galian C pun diproses sejak September 2017, baru keluar April 2018.

Medi menyebut, Frans jarang datang ke tempat usahanya itu. Seingatnya, waktu survei lokasi, lalu saat menawar sewa tanah untuk tempat pengolahan tanah liat. “Lokasi pabrik ini lahannya masih berstatus sewa. Kontraknya enam bulan. Pemilik tanah ini Suhardi,” tuturnya.

Untuk mesin pabrik, baru didatangkan sekitar dua bulan lalu. “Waktu itu Pak Frans telepon. Lagi di mana Pak Kades. Barang (mesin) masuk ke lokasi. Tolong dibantu,” kata Medi menirukan permintaan Frans ketika itu. Sampai saat ini, sekitar 2.000 karung ukuran 20 kg sudah keluar dari tambang ke pabrik pengolahan.

Selain karyawan inti dari Palembang seperti Budi, Nanang, dan Ujang/Rizal, ada juga buruh gali. Sekaligus pekerja pabrik. Jumlahnya delapan orang. Kemudian buruh angkut (ojek motor) lima orang. Untuk buruh gali dan pabrik diupah Rp100 ribu per hari. Sedang buruh angkut dibayar Rp1.000 per karung.

Para pekerja inti mengontrak rumah miIik Heri Susanto di Desa Batu Putih. Tapi sejak Rabu pagi, mereka telah pulang ke Palembang karena mendengar Frans bunuh diri. “Padahal saya berharap banyak dengan adanya usaha ini bisa mensejahterakan masyarakat di sini,” tandas Medi.

Heri, pemilik rumah yang disewa untuk para pekerja inti pabrik membenarkan kepulangan beberapa tangan kanan Frans ke Palembang. “Mereka bilang di telepon bos, ada meeting mendadak,” ucapnya saat ditemui di kantor Desa Batu Putih. Rumah miliknya itu dikontrak empat bulan. Baru jalan dua bulan.

Salah seorang pekerja pabrik, Ali Kasim, warga Desa Sukamaju mengatakan, dia dan teman-temannya diajak bekerja di sana sejak kurang lebih dua bulan lalu. “Sehari-hari buat batu bata Pak,” jelasnya. Dalam sehari sebagai penggali tanah dan pabrik dia dibayar Rp100 ribu.

“Gaji kami dibayarkan mingguan. Ini sudah jalan lima minggu,” katanya. Gaji mereka dibayarkan melalui Budi atau Nanang. Dia belum pernah ketemu dengan Frans, bos usaha itu.

Terpisah, Ujang, orang kepercayaan Frans yang ditugasi mengawasi operasional pabrik mengungkapkan, ada banyak usaha yang sudah digeluti bosnya. Mulai dari bisnis komputer, desain grafis, desain interior hingga pabrik clay.

Untuk komputer, sudah tidak terbilang berapa banyak komputer di sejumlah institusi yang dipasoknya. Baik itu lembaga pendidikan maupun pemerintahan.

“Salah satunya ke Polsri (Politeknik Negeri Sriwijaya). Pegawai di sana pasti kenal karena bos royal. Baik dengan semua. Dari security sampai tukang sapu,” ujarnya, saat menunggu proses kremasi jenazah Frans sekeluarga di Krematorium Sampurna, Talang Kerikil Palembang, kemarin.

Sedangkan untuk usaha desain interior, diakuinya sudah puluhan perusahaan baik skala kecil maupun besar, pakai jasa Frans. Soal harga, bisa nego. “Yang penting bagi bos, kerjaan dapat. Hasilnya dinilai baik oleh pengguna jasa,” kata Ujang.

Sedang untuk pabrik clay di Baturaja, Frans setahunya sudah investasi Rp8 miliar-Rp10 miliar.

Baik untuk pembelian lahan seluas 1,5 hektare, pengerukan dan pemadatan lahan ataupun membeli peralatan serta pembangunan pabrik. “Lokasi pabrik dipilih di Baturaja karena harga tanah di Palembang ini sangat mahal,” jelas Ujang.

Di pabrik itu, tanah liat diolah jadi batu bata, keramik dan lainnya. Target produksi seminggu 50 ton. Saat ini, setengah hari bisa produksi 5 ton. ”Memang katanya ada rencana kerja sama Pusri. Tapi ini bos meninggal. Tidak tahu nasib kami ke depan. Belum tahu, pemegang saham mau meneruskan atau tidak,” tuturnya.

Ujang mengaku tidak tahu menahu soal kontrak kerja berbagai usaha milik Frans, termasuk pabrik clay dan tambang tanah liat di Baturaja. “Tadi (kemarin) ada temannya, rekanan bos, yang tanya itu. Mana saya tahu. Kami ini paling disuruh bos antar ke sana orang-orang yang dituju. Tapi untuk kontrak, bos sendiri yang buat,” pungkasnya.

Terpisah, Kabag Humas PT Pusri, Rustam Efendy menegaskan, tidak ada hubungan kerja sama antara Pusri dengan pengusaha bernama FX Ong yang punya pabrik pengolahan clay. “Memang sempat ada omongan mau jadi rekanan, tapi baru sebatas rencana melalui pihak ketiga. Tapi, sampai saat ini belum ada selembar berkas pun yang masuk dan kami terima,” bebernya.

Sekadar diketahui. Korban Frans, pengusaha yang awalnya berkecimpung di bidang jual beli komputer dan spare part-nya. Diberi nama Interdata di kawasan Jl Dempo. Namun akibat terpaan krisis monoter 1998, bisnis itu gulung tikar.

Lalu 2000-an, Frans kembali merintis usaha serupa di Jl Dr M Isa. Bisnisnya juga gagal. Belakangan dirikan CV Frantincom, dengan kantor memanfaatkan ruang depan rumahnya. Usaha ini maju pesat. Salah satunya, itu tadi. Bangun pabrik clay di perbatasan Baturaja-Muara Dua.

Informasi yang dihimpun Sumatera Ekspres, Frans tidak sendiri membangun bisnis barunya ini. Ada investor atau founder dari Jakarta yang menjadi donatur utama. Biaya yang sudah ditanamkan sang founder mencapai Rp50 miliar. Belum lagi, investor lain yang nilainya beragam.

"Founder ini tahu proyek Pusri ini fiktif, begitu korban meninggal," ujar sumber Sumatera Ekspres. Fiktif di sini, lantaran Frans hingga sekarang belum sama sekali teken kontrak dengan PT Pusri.

Lantaran itu, sang founder lapor ke Polda Sumsel terkait kasus yang dia alami. "Bisa jadi untuk mendapatkan bantuan terkait aset sehingga tidak diambil orang lain apa yang menjadi haknya," jelasnya.

Di sisi lain, ada juga beberapa utangnya kepada pengusaha lokal. "Kalau saya nggak sampai Rp1 miliar. Dan sudah dikembalikan 22 Oktober. Ndak perlu diungkap yang beginian. Dia kawan saya juga," kilah sang pengusaha sambil mengingatkan agar namanya tak ditulis di media.

Masalah uang investor ini, seperti diungkap sumber Sumatera Ekspres dua hari lalu, menjadi pemicu ketidakharmonisan Frans dan istri. "Dia utang di mana-mana. Gali lubang tutup lubang. Proyek juga banyak fiktif. Ini yang memicu istrinya minta cerai."

Kapolda Sumsel Irjen Pol Zulkarnain Adinegara, Kamis (25/10) sudah menyatakan kasus ini murni bunuh diri yang sudah terencana oleh Fransiskus Xaverius Ong. Frans menembak istri dan kedua anaknya, Yentin Liana (43), Raffael Fransiskus (18), dan Kathlyn Fransiskus (11).

Semuanya luka tembak di bagian kepala. Terakhir, Frans menembak keningnya sendiri menggunakan senpi rakitannya replika revolver. “Motifnya masalah keluarga. Istrinya berulang kali minta cerai, ada percakapan di handphone,” ujar Kapolda. Anjing kesayangannya, Snowy dan Choky juga dibunuh.

Kepastian bunuh diri itu, dikatakan Kapolda dari hasil uji scientific investigation pengolahan dan pembuktian secara ilmiah dari senjata yang ditemukan. Didapati gun shot residue (GSR) di tangan, dan punggung tangan Frans. “Maka dipastikan Frans yang membunuh istri dan kedua anaknya. Baru dia bunuh diri,” tegasnya.

Tanda-tanda Frans ingin bunuh diri itu, tambah Kapolda, sudah ada. Seperti dari kamera CCTV di rumahnya, yang sudah diputusnya sejak siang. Tepatnya pukul 14.30 WIB, dari hasil olah TKP. Kemudian, dari keterangan saksi asisten rumah tangga, Dewi Safitri (28) dan Sarah Prediyanti (20).

Ada tanda-tanda keanehan dari bosnya itu. Dimana pengakuan keduanya, Selasa (23/10) sore, Frans sempat memberikan uang dan cincin. Kemudian hadiah kepada pengurus burung (Dandi) dan sopir (Mustar). (bis/afi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Julia Dikagetkan Bule Rusia Gantung Diri di Pagar Rumah


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler