Nazar Soroti Wacana Pemilu 2024 Kembali ke Sistem Proporsional Tertutup

Senin, 02 Januari 2023 – 18:49 WIB
Ilustrasi - Warga menggunakan hak pilih di Pemilu. Foto: JPNN.com/Ricardo

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Nazar El Mahfudzi mengomentari wacana sistem pemilihan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Wacana tersebut sebelumnya dikemukakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, pada Catatan Akhir Tahun KPU di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12/2022).

BACA JUGA: KPU Bakal Mempercepat Penyelesaian Aturan Soal Dapil serta Jumlah Kursi DPR dan DPD

"Kemungkinan sistem Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup," ujar Hasyim.

Nazar menyebut sistem proporsional tertutup dapat merugikan para calon anggota legislatif (caleg) pilihan masyarakat dan menguntungkan caleg pemilik modal.

BACA JUGA: Letkol Abdul Hamid: Waspadai Konflik di Tahun Politik

Pasalnya, parpol bebas untuk menyodorkan para otokrat tanpa melalui seleksi publik.

Artinya, parpol dalam hal ini dapat saja menempatkan caleg pilihannya di nomor urut satu, sementara kandidat caleg yang merupakan tokoh publik ditempatkan di nomor urut lima.

BACA JUGA: Menjaga Kondusivitas Tahun Politik, Letkol Inf Abdul Hamid Mengajak Masyarakat Meningkatkan Kebersamaan

"Jadi, caleg pemilik modal dapat menikmati hasil untuk memperoleh kedudukan sebagai representasi parpol, bukan represantasi kedaulatan rakyat dalam sistem pemilu demokrasi elektoral," ujar Nazar dalam keterangannya, Senin (2/1).

Menurut Nazar hal itu dapat terjadi karena setiap parpol memiliki patron politik, dimana keputusan cenderung dikuasai ketum parpol dan bersifat transaksional representatif.

Dengan demikian, walau dipilih secara terbuka tetapi kandidat untuk ditempatkan sebagai wakil rakyat dan nomor urut dalam pemilihan ditentukan oleh parpol.

Nazar lebih lanjut mengatakan sistem proporsional tertutup pernah diterapkan di Indonesia pada Pemilu 1955 dan pemilu di era Orde Baru hingga 1999.

Baru pada Pemilu 2004 Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka.

Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang memungkinkan rakyat memilih wakilnya untuk duduk di DPR, DPD, dan DPRD secara langsung.

Selain itu, rakyat juga memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.

Nazar dalam kesempatan kali ini juga menyoroti beberapa kelemahan dari sistem proporsional terbuka.

Dia menilai sistem tersebut pada praktiknya cenderung juga belum mencerminkan demokratisasi parpol.

Sebab, masih menggunakan penentuan nomor urut dalam daftar calon, bahkan pengurus pusat bisa ditugaskan di daerah pemilian tertentu.

"Wacana oligarki sistem pemilihan proporsional terbuka dapat dicermati kekuatan pemilik modal untuk diusung parpol dan mendominasi perolehan suara calon pemilih," kata Nazar.

Menurut Nazar, sistem proporsional pemilu menganut paham demokrasi elektoral berbasis representasi politisi dan partai politik.

Dia juga menyebut demokrasi elektoral merupakan sistem keterwakilan yang dilakukan secara proporsional oleh parpol.

Sistem keterwakilan bisa menganut paham sistem proporsional terbuka maupun sistem proporsional tertutup.

"Karena itu, dalam hal ini saya kira penting setiap politisi parpol menyadari bahwa tugas utama adalah menjadi wakil dari konstituennya, yang mewujud dalam daerah pemilihan," kata Nazar. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tolak Proporsional Tertutup, Syarief Hasan: Rakyat yang Harus Menentukan


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler