Negosiasi Indonesia di KTT Iklim COP 26 Glasgow Alami Kemajuan

Senin, 08 November 2021 – 21:51 WIB
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim menyampaikan progres negosiasi Delegasi Indonesia pada KTT Iklim Cop 26 di Glasgow. Foto: KLHK

jpnn.com, GLASGOW - Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanthi membeberkan progres negosiasi pada KTT Iklim Cop 26.

Menurut Laksmi, terdapat kemajuan besar dalam proses negosiasi, terutama terkait telah disepakati prosedur maupun narasi untuk membahas isu-isu krusial.

BACA JUGA: Indonesia Kecam Manuver Culas Inggris Terkait KTT Iklim COP26

Dia berharap sinyal positif ini pertanda akan dicapainya kesepakatan-kesepakatan penting yang segera dapat melengkapi pedoman turunan dan aturan implementasi dari Paris Agreement (Paris Rules Book) yang semestinya mulai berlaku pada 1 Januari 2021.

"COP-26 ini penting, karena inilah waktunya di mana negara-negara pihak dapat menyelesaikan perundingan untuk bisa mendapatkan Paris Rules Book, meskipun sempat tertunda karena pandemi Covid 19,” kata Laksmi melalui keterangan yang diterima Senin (8/11).

BACA JUGA: KTT Perubahan Iklim, Menteri Siti Libatkan DPRD Riau

Lulusan S2 University of Sussex Inggris itu berharap jika terjadi kemajuan di tahap awal pembahasan isu-isu krusial COP 26, maka dalam tempo 2-3 hari pertama isu prosedural sudah selesai dibahas dan sudah ada teks dasar untuk dinegosiasikan.

"Karena terkadang dalam forum seperti ini, dalam seminggu isu prosedural belum selesai, sehingga belum ada kejelasan bagaimana pendekatan dan basis teksnya. Ini suatu kemajuan dalam konteks negosiasi dalam 2-3 hari pertama,” beber Laksmi.

BACA JUGA: KTT G20 Brisbane Fokuskan Kesepakatan pada Sektor Tenaga Kerja dan Perubahan Iklim

Dia menyampaikan selesainya pembahasan agenda-agenda prosedural dan teks atau narasi dasar yang telah disepakati untuk dirundingkan bersama-sama atas isu-isu krusial, akan membuat negosiasi-negosiasi selanjutnya berjalan lebih efektif dan efisien.

Laksmi juga menjelaskan jika para negosiator Indonesia sudah menyampaikan apa yang menjadi harapan, ekspektasi dan posisi Indonesia dalam KTT Iklim COP-26 ini.

Sejumlah isu-isu krusial berusaha untuk diselesaikan dalam pelaksanaan COP-26 ini, isu krusial pertama terkait operasionalisasi dari artikel 6 Perjanjian Paris atau Paris Agreement, yang menyangkut instrumen pasar dan nonpasar (market-nonmarket) atau carbon pricing pemenuhan Nationally Determined Contributions (NDC) untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 2030.

Berikutnya, isu krusial terkait kerangka waktu pelaporan NDC atau Common Time Frame for NDC.

Jadi negara-negara harus sepakat kapan waktu yang pas untuk bisa melaporkan capaian NDC-nya.

Ada periode waktu yang perlu disepakati antarnegara, yaitu 5-10 tahun sekali.

Isu krusial mengenai metodologi format pelaporan terkait implementasi aksi mitigasi, aksi adaptasi, dan dukungan finansial, peningkatan kapasitas, dan teknologi (Common Reporting Format, Common Reporting Tables).

Hal ini agar apa yang menjadi komitmen negara-negara di dunia untuk penurunan emisi GRK dalam NDC, bisa ditelusuri dan dilaporkan dengan metodologi yang standar sesuai kesepakatan bersama agar mudah disintesakan.

Selanjutnya yang keempat isu krusial terkait Global Goal on Adaptation atau kesepakatan untuk mendefinisikan tujuan global adaptasi. Selain itu juga ada  isu krusial terkait finance atau pendanaan.

Laksmi menyebutkan ada dua hal penting dalam kaitan pendanaan.

Pertama memastikan rencana-rencana atau janji negara maju untuk membantu negara berkembang turut serta dalam usaha pengendalian perubahan iklim.

Kedua merancang New Collective Quantified Goal (NCQG) nanti pada 2030-2050 untuk mengetahui secara lebih pasti berapa sebenarnya dana yang akan dimobilisasi negara maju kepada negara berkembang untuk aksi-aksi pengendalian perubahan iklim.

"Karena jika tidak ada target baru yang kuantitatif, nanti akan sulit mengukurnya. Kalau kita hanya menyebut perlu dana yang memadai dan cukup, akan sulit mengukurnya. Jadi perlu collective quantified goal,” tegas Laksmi.

KTT Iklim COP 26 merupakan kali ke-26 penyelenggaraan COP sejak pertama kali diselenggarakan 1994 lalu dengan inisiasi dari PBB.

KTT Iklim COP 26 ini secara keseluruhan terdiri atas 5 rangkaian pertemuan, yaitu pertemuan COP-26 itu sendiri, kemudian pertemuan Protokol Kyoto ke-16, dan pertemuan untuk CMA13.

Berikutnya sesi SBI atau Subsidiary Body for Implementation, dan Sesi SBSTA (Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice), yang semua dilakukan secara paralel dalam COP-26.

Selain negosiasi yang meliputi 5 agenda di atas tadi, masih ada jalur non-negosiasi untuk mendukung apa yang sedang dinegosiasikan sekaligus memberikan edukasi-edukasi kepada publik.

Jalur negosiasi penting untuk menunjukkan kepada publik aksi-aksi iklim yang telah dilakukan oleh masing-masing negara pihak dalam KTT Iklim COP. Indonesia menggunakan jalur non-negosiasi dengan menyelenggarakan Paviliun Indonesia.

KTT Iklim COP 26 juga diisi dengan agenda mobilisasi pendanaan dan juga agenda World Leaders Summit dan High-Level Segments yang membahas berbagai isu, seperti energi, lingkungan, ilmu pengetahuan dan inovasi, transportasi, pembangunan kota, dan juga pembangunan yang ramah lingkungan.

Selama dua pekan di Glasgow, 31 Oktober-12 November 2021, Delegasi Indonesia akan berjuang mencapai kesepakatan melalui jalur negosiasi dan non-negosiasi atas agenda-agenda krusial.

"Tentu saja kesepakatan yang dicapai harus mereflesikan kepentingan berbagai negara-negara pihak, termasuk Indonesia sendiri," pungkasnya. (mrk/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementerian ATR/BPN Kolaborasi dengan KLHK Dorong Implementasi TORA


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler