jpnn.com - NELSON Mandela, atau terlahir dengan nama Rolihlahla Mandela, dikenal sebagai tokoh dunia asal Afrika Selatan (Afsel) yang konsisten melawan diskriminasi rasial dan mengajari tentang pentingnya memaafkan. Lahir pada 18 Juli 1918, pria yang di negerinya lebih dikenal dengan panggilan Madiba itu menjadi Presiden Afsel pertama dari kulit hitam yang memerintah selama periode 1994 hingga 1999.
Sebelum berkiprah di politik, Mandela yang terlahir dari keluarga elit di sukunya menimba ilmu hukum di Fort Hare University dan Universitas Witwatersrand. Sebagai laywer, Mandela mulai memegang pera penting di Kongres Nasional Afrika (ANC) saat masih berusia muda. Pada penghujung 1940-an, Mandela sudah memegang peranan penting di sayap pemuda ANC.
BACA JUGA: Duka Pemain Sepakbola Untuk Mandela
Pada 1950, Mandela masuk dalam jajaran Komite Eksekutif ANC tingkat nasional, setelah sejak 1947 menduduki Komite Eksekutif ANC untuk level negara bagian Transvaal. Dari situ, Mandela mulai mengorganisasi pembangkangan sipil secara masal. Mandela pun harus kucing-kucingan dengan aparat.
Kemunculannya yang memukau antara lain pada 1956 ketika mengkampanyekan pembangkangan sebagai perlawanan pasif atas hukum apartheid. Bersama 155 orang lainnya, Mandela didakwa berkhianat sehingga membawanya pada proses peradilan yang panjang. Namun Mandela bersama lebih dari 90 orang lainnya dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Transvaal pada 1961.
BACA JUGA: Bendera Setengah Tiang Untuk Mandela
Selanjutnya, Mandela memulai perjalanan ke Eropa dalam rangka menggalang dukungan untuk ANC. Namun, lagi-lagi rezim yang berkuasa di Afsel tak berkenan, sehingga Mandela dipenjara atas tuduhan meninggalkan negeri tanpa izin.
Semasa menjalani pemenjaraan karena tuduhan pergi ke luar negeri secara ilegal, lagi-lagi Mandela dikenai tuduhan baru. Pada 1963, ia didakwa berkhianat lagi setelah pimpinan ANC lainnya ditangkap di Rivonia, di luar Joannesburg. Akhirnya pada 1964, Mandela dinyatakan bersalah dan dijebloskan ke penjara.
BACA JUGA: Rest in Peace Nelson Mandela
Mandela merupakan anak ke-13 dari Gadla Henry Mphakanyiswa, seorang kepala desa di sebuah desa bernama Mvezo. Mandela bisa dibilang produk keluarga poligami. Ayahnya memiliki empat orang istri. Ibu Mandela, Nosekeni Fanny, merupakan istri ketiga Gadla.
Namun dari Nosekeni pula Mandela mengenal agama. Nosokeni memeluk Nasrani dan dibabtis di sebuah gereja Methodist Wesleyan.
Sedangkan Mandela mendapatkan nama Rolihlahla dari garis kakek pihak ayah yang merupakan keturunan raja Thembo yang telah turun-temurun selama 20 generasi. Rolihlahla bermakna menarik cabang dari sebuah pohon. Namun, kaum kolonial memaknai Rolihlahla sebagai pembuat onar.
Mandela kecil juga tumbuh sebagaimana anak-anak lainnya. Ia pernah tersungkur di semak berduri ketika keledai yang ditungganginya lepas kendali.
Mandela adalah orang pertama di keluarganya yang mengenyam sekolah. Dari seorang guru bernama Mdingane, Mandela mendapat nama Nelson untuk menggantikan nama Rolihlahla.
Sementara sang ayah meninggal dunia saat Mandela mash berumur 9 tahun. Mandela kemudian dititipkan ke Jogintaba Dalindyebo, seoring bupati di wilayah Suku Thembu. Ternyata, Jogintaba terkesan dengan kepandaian Mandela muda.
Pada usia 16 tahun, Mandela dimasukkan ke sekolah asrama Clarkebury. Mandela pun masih ingat hari pertama ia masuk sekolah dan bersepatu. "Saya berjalan seperti kuda dengan sepatu baru," kenangnya.
Pada tahun 1937 ketika usianya menginjak 19 tahun, Mandela melanjutkan pendidikannya ke Wesleyan College di Fort Beaufort, sekolah yang memacunya untuk menjadi "Orang Inggris Hitam". Dari Wesleyan College, Mandela melanjutkan kuliah di Universitas Fort Hare di Healdtown.
Semasa kuliah, Mandela mulai mengajarkan Injil di Sekolah Minggu di desa-desa tetangga. Semasa kuliah pula Mandela bertemu dengan Oliver Tambo untuk bermain sepakbola. Pada 1952, Mandela dan Tambo yang sama-sama pendukung ANC, mendirikan firma hukum orang Afrika pertama di Johannesburg.
Lepas dari Universitas Fort Hare tanpa gelar, Mandela memulai pelariannya untuk menghindari rencana ayah angkatnya, Jogintabato yang sudah menyiapkan jodoh untuknya. Mandela pun kabur ke Johannesburg dan bekerja sebagai juru tulis di firma hukum seorang Yahudi. Pada malam hari, Mandela belajar untuk mengejar gelar melalui korespondensi.
Penghinaan terhadap Mandela sebagai orang kulit hitam dimulai ketika ia mendikte sebuah informasi kepada seorang sekretaris kantornya yang berkulit putih. Saat mendikte, tiba-tiba masuk seorang klien yang juga dari kalangan kulit putih. Malu karena didikte oleh pegawai berkulit hitam, sang sekretaris pun merogoh uang dan menyuruh Mandela membeli shampo.
Namun, akhirnya Mandela pada 1942 berhasil mengantongi gelar BA dan menghadiri pertemuan-pertemuan ANC. Pada 1943, untuk pertama kalinya Mandela ikut dalam barisan demonstran untuk memprotes kenaikan tarif bus dari kota bagi kaum kulit hitam, Alexandra.
Pada awal terdaftar di Witwatersrand University untuk meraih gelar di bidang hukum, Mandela yang menjadi satu-satunya
mahasiswa berkilit hitam kala itu bertemu dengan "kemurahan" dan "permusuhan". Di Witwatersrand pula Mandela mengenal Ismail Meer yang memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan.
Piagam Atlantik yang diteken Presiden AS Franklin D Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris, Winston Churcill pada 1941, telah menginspirasi ANC untuk membuat Africans Claim. Isinya adalah tuntutan tentang hak kewarganegaraan bagi seluruh orang Afrika, hak untuk membeli tanah, serta pencabutan atas seluruh peraturan diskriminatif.
Salah satu peristiwa yang berdampak besar pada Mandela adalah ketika pada 1946 ada aksi mogok 70 ribu pekerja tambang dan aksi brutal terhadap pemimpin serikat pekerja. Sejumlah kerabat Mandela adalah pekerja tambang.
Mandela pun dibujuk agar bergabung dengan Partai Komunis yang bergerak di bawah tanah. Namun, Mandela tetap bertahan untuk bergaubung bersama ANC. "Saya sangat relijius dan sikap antipati terhadap agama membuatku menjauhianya (Partai Komunis, red)," katanya.
Meski demikian, Mandela berangsur-angsur mengambil sikap akomodatif terhadap kaum komunis. Bahkan banyak di antara pendukung Partai Komunis adalah teman-temannya di ANC.
Pada puncak kampanye pembangkangan sipil di bulan Juli 1952, Mandela dan 21 orang lainnya ditangkap dengan dasar Undang-Undang Antikomunis yang digunakan oleh kalangan nasionalis untuk memberangus para penentang undang-undang represif.
Hakim Rumpff yang mengadili Mandela dan 21 rekannya pun menjatuhkan vonis bersalah dan hukuman sembilan bulan kerja paksa. Namun, hakim memerintahkan pelaksanaan hukuman ditangguhkan hingga dua tahun, sebuah keputusan yang langka kala itu. Tuduhan atas Mandela memang lemah dan dia memang bukan anggota Partai Komunis.
Bagi Mandela, penjara bukanlah hal yang harus ditakuti daripada hidup di luar bui tapi merendahkan derajat manusia. Konsentrasinya pun teguh pada upaya menguatkan tekadnya di politik dan moral, termasuk mempelajari kaum kulit hitam untuk menyiapkan diri saat dibebaskan pada 1990 dan memimpin ANC mencapai kekuasaan di Afsel.
Nyatanya, butuh empat tahun negosiasi dan disertai perselisihan berdarah di antara kelompok-kelompok etnis di Afsel hingga akhirnya Mandela naik ke pucuk pimpinan di negeri yang kemudian dijuluki Negeri Pelangi itu.
Pada awal transisi yang halus, ketika President FW de Klerk terlibat negosiasi dengan pimpinan ANC di Lusaka dan London, secara diam-diam dia juga mengurangi kontrol terhadap pemenjaraan Mandela. Bahkan Mandela dipindah dari penjara ke sebuah cottage dengan seorang chef dan de Klerk pun bisa menemuinya secara diam-diam.
Begitu naik ke puncak kekuasaan pada 1994, Mandela menggunakan even Piala Dunia Rugby 1995 di Afrika Selatan sebagai jalan menjuju rekonsiliasi. Meski rugby biasa dipandang sebagai olahraga kaum kulit putih, Mandela tetap menontonnya, mengenakan topi dan kaos Springbok dan menyalami setiap pemain Afsel yang berlaga di ajang itu. Langkah itu sebagai simbol kuat bahwa kaum kulit hitam dan putih di Afsel telah bersatu. Belakangan, hal itu diangkat ke layar lebar menjadi film berjudul Invictus yang dibintangi Morgan Freeman.
Setelah lengser dari jabatan presiden, Mandela lebih banyak menghabiskan waktu bersama cucu dan cicitnya. Dia juga mendirikan yayasan untuk menangani AIDS dan kemiskinan dengan memperluas pendidikan. Dia menerima lebih dari 250 pernghargaan termasuk Nobel Perdamiaan pada 1993.
Selama hidupnya, Mandela tiga kali menikah. Pernikahan pertamanya dengan Evelyn Ntoko Mase. Keduanya hidup bersama selama periode 1944-1957.
Selanjutnya, Mandela menikahi Winnie Madikizela pada 1967. Pernikahan keduanya itu berakhir pada 1996.
Pada 1998, Mandele menikahi Grace Machel, seorang mantan politisi sekalius janda dari mantan Presiden Mozambik, Samora Machel yang tewas dalam kecelakaan pesawat tahun 1986.
Mandela meninggalkan Grace, cucunya yang bernama Makgatho, Makaziwe, Zenani dan Zindzi, 21 cicit dan tiga canggah. Sedangkan dua putra Mandela, yakni Madiba dan Makaziwe Snr, sudah lebih dulu meninggal dunia.(bbc/theage/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sabda Raja, Harus Bersatu
Redaktur : Tim Redaksi