jpnn.com, JAKARTA - Neraca perdagangan Indonesia kembali defisit. Pada Januari 2019, neraca perdagangan Indonesia tercatat tekor USD 1,16 miliar.
Itu adalah defisit neraca perdagangan terbesar pada awal tahun sejak 2014.
BACA JUGA: Gencarkan Ekspor, Bea Cukai Launching e-KITE
Kali ini defisit didorong tekornya perdagangan nonmigas sebesar USD 704,7 juta. Selain itu, ditambah dengan defisit neraca migas sebesar USD 454,8 juta.
Secara keseluruhan, nilai impor pada Januari menurun. Namun, penurunannya hanya 1,83 persen secara year-on-year (yoy) sehingga nilai impor menjadi USD 15,03 miliar.
BACA JUGA: Gebrakan Mentan Andi Amran Bikin Neraca Perdagangan Pertanian Surplus
Penurunan impor itu belum sebanding dengan ekspor yang turun lebih dalam, yakni 4,70 persen (YoY), sehingga menjadi USD 13,87 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, perdagangan Indonesia dengan beberapa negara masih defisit.
BACA JUGA: Hary Tanoe: 2019 Kesempatan Indonesia Tingkatkan Ekspor
Antara lain dengan Tiongkok, Thailand, dan Australia. Defisit terbesar terjadi pada perdagangan dengan Tiongkok.
Pada Januari 2018, defisit dagang Indonesia dengan Tiongkok sebesar USD 1,48 miliar.
Angka defisit tersebut terus membesar sehingga menjadi USD 2,43 miliar pada Januari 2019.
”Ini masih menjadi tantangan buat kita. Bagaimana kita bisa meminimalkan defisit dan juga mencari pasar-pasar baru untuk memperluas ekspor di tengah perekonomian dunia yang sedang gloomy,” ujar Suhariyanto, Jumat (15/2).
Menurut dia, kondisi perekonomian global yang penuh ketidakpastian menjadi pemberat dalam upaya mengatasi defisit.
Sebab, Indonesia sedang berupaya menumbuhkan ekonomi dan butuh banyak barang impor sebagai bahan baku dan barang modal.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Agusman mengatakan, defisit kali ini dipengaruhi kenaikan defisit neraca perdagangan migas.
Hal itu terjadi gara-gara penurunan ekspor migas lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan impor.
”Perkembangan neraca perdagangan pada Januari 2019 tidak terlepas dari pengaruh pertumbuhan ekonomi global yang melandai dan harga komoditas ekspor Indonesia yang menurun,” tutur Agusman.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, neraca dagang nonmigas juga harus diperhatikan.
Jika pemerintah ingin memperbaiki fundamen ekonomi, industri manufaktur harus didorong untuk mengambil pasar ekspor lebih banyak. Hal itulah yang selama ini belum dilakukan secara maksimal.
”Kalau mau kinerja ekspor kita tumbuh cepat, terus saja kita tingkatkan ekspor komoditas, ampuh itu. Namun, itu tidak menyelesaikan persoalan. Jadi, kita harus meningkatkan ekspor manufaktur yang punya nilai tambah,” terang Faisal. (rin/nis/res/c11/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Cara Pemerintah Untuk Tingkatkan Ekspor Kendaraan Bermotor
Redaktur : Tim Redaksi