Netralitas TNI di Pilpres Harus Dijaga

Senin, 07 Juli 2014 – 07:16 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Ari Junaedi mengatakan independensi TNI perlu dijaga. Sebab, informasi mengenai ketiidaknetralan aparat negara kini tengan diuji seiring dengan merebaknya informasi TNI sudah diseret dalam politik praktis.

"Ini hanya memberi sinyal bahwa jaminan netralitas TNI dan aparat negara nol besar," kata Ari, di Jakarta, Minggu (6/7).

BACA JUGA: Awasi Pilpres dengan Matar

Pernyataan ini disampikan Ari menyikapi tulisan Allan Nairn, wartawan investigasi asal Amerika yang diposting pada 5 Juli 2014 di blog pribadinya www.allannairn.org tentang Pilpres 2014. Kali ini, dalam tulisan berjudul: Breaking News: Indonesian Special Forces, Intelligence, in Covert Operation to Influence Election, Allan menenggarai kemungkinan ikut dipakainya jejaring tentara dan intelijen untuk memenangkan salah satu capres, dalam hal ini ia menyorot sosok Prabowo Subianto.

Padahal, kata dia, menjelang Pilpres pada 9 Juli mendatang, pemerintah melalui Menko Polkam Djoko Suyanto menjamin netralitas TNI/Polri serta aparat negara. Dengan pernyataan itu, Djoko memberi garansi bahwa tak ada TNI/Polri atau aparatur negara yang akan mendukung kemenangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.  Tapi Ari menyangsikan itu. Apalagi setelah membaca ulasan Allan Nairn.

BACA JUGA: Akhirnya Presiden Teken PP Tarif Nikah Gratis

"Saya masih menyangsikan tekad pemerintah yang akan bertindak "adil" dan "tidak memihak" mengingat Presiden SBY juga punya kepentingan dengan capres Prabowo Subianto," kata Ari.

Keraguan Ari muncul karena calon wakil presiden Prabowo yakni Hatta Rajasa adalah besannya SBY. Putri Hatta Rajasa, Alliya adalah istri dari putra Presiden SBY yakni Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas yang kini menjadi Sekjen Partai Demokrat. Partai Demokrat sendiri akhirnya memutuskan untuk mendukung penuh pencapresan Prabowo - Hatta Rajasa.

BACA JUGA: Mudik Kapal Laut Hindari Kemacetan di Jalur Darat

"Ada kepentingan besar yang harus diamankan. Ada oligarki politik dan ekonomi dari rezim SBY yang harus dilindungi. Caranya adalah dengan menghalangi kemenangan Jokowi-JK," katanya.

Jika Jokowi-JK menang maka runtuhlah bangunan oligarki politik dan ekonomi yang dibangun selama 10 tahun oleh SBY dan kroni-kroninya. Ari pun menambahkan, ia banyak mendapat laporan bahwa beberapa oknum tentara bahkan yang sudah berpangkat, menunjukan sikap yang tak lagi netral. Demikian juga pejabat-pejabat daerahnya.

"Di Kalimantan saya mendapat laporan, bahwa ada oknum militer di sebuah acara resmi di Balikpapan melecehkan Jokowi. Bahkan memaksa hadirin untuk menunjukkan angka satu. Informasi akurat yang saya peroleh ini, oknum tersebut juga benci dengan orang yang memakai baju kotak-kotak," katanya.

Bahkan kata dia, ada  seorang Bupati di di Kalimantan Timur yang  rela mengobral tas-tas bermerek mahal yang menjadi koleksinya dengan harga murah asalkan pembelinya mencoblos Prabowo di Pilpres nanti. Gubernurnya pun juga tidak kalah massifnya, menggalang pemenangan untuk pasangan nomor urut satu.

"Yang saya herankan, mengapa sampai seorang Menko Polkam tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bentuk-bentuk intimidasi dan ancaman yang sekarang sudah merata di tanah air. Yang paling saya sesalkan, Presiden SBY seolah-olah diam dan mendiamkan," katanya.

Ari pun meminta SBY, agar memberikan legacy terbaik agar dikenang rakyatnya dengan tinta emas sebelum mengakhiri jabatannya sebagai Presiden. Presiden SBY mesti menjadi seorang negarawan, bukan politikus praktis, apalagi pragmatis. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KY Minta Dilibatkan Dalam Promosi Hakim


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler