jpnn.com - JAKARTA – Muncul tudingan beberapa kalangan yang menyebutkan bahwa network sharing berpotensi mengurangi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi.
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) tidak sependapat dengan pandangan tersebut. Chairman Mastel Institute, Nonot Harsono, mengatakan, justru sebaliknya, network sharing dapat menciptakan efisiensi sehingga mengurangi impor perangkat base transceiver station (BTS).
BACA JUGA: Faktor Utama Ekspor Tekstil Indonesia Tergilas Vietnam
“Tidak berdasar jika ada pandangan bahwa network sharing berpotensi mengurangi PNBP dari BHP frekuensi. Kebijakan network sharing dengan sharing perangkat BTS akan sangat menghemat belanja BTS sehingga mengurangi impor,” kata Nonot Harsono, dalam keterangan persnya, Rabu (29/6).
Sedangkan alokasi spektrum frekuensi untuk masing-masing operator, menurut dia, sama sekali tidak berubah. Jumlah biaya BHP frekuensi yang wajib dibayarkan juga tidak berubah.
BACA JUGA: Mampukah Tax Amnesty Hadirkan Rp 165 Triliun?
“Jadi, kebijakan network sharing tidak akan mengubah dan tidak akan mengurangi kewajiban PNBP dari setiap operator yang melakukan sharing,” tegasnya.
Ditegaskan Nonot, dengan network sharing justru negara diuntungkan dengan banyak hal. Dia mencontohkan berbagai keuntungan itu antara lain percepatan pita lebar untuk bisa menyediakan akses internet di seluruh wilayah Republik Indonesia, menghemat devisa, mengurangi defisit neraca perdagangan, pemerataan pembangunan hingga ke desa, financial inclusion (percepatan pengentasan kemiskinan), dan lainnya.
BACA JUGA: Ini Strategi Utama Daihatsu Dongkrak Penjualan
Disampaikan juga, hal itu seiring dengan proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 53/2000 tentang Telekomunikasi yang mengatur penggunaan frekuensi radio dan orbit satelit. “PP No 52 & 53 itu perlu sedikit revisi untuk menuju ke sana,” ujarnya.
Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengajukan permintaan Revisi PP No. 53/2000 tentang telekomunikasi agar network sharing memiliki payung hukum yang kuat. Kabarnya, draft revisi PP No 53/2000 itu sudah berada di tangan Sekretariat Negara.
Selain revisi regulasi, Nonot juga menilai PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) atau Telkom perlu menjadi backbone broadband nasional.
“Telkom harus berposisi sebagai Ibu Pertiwi, menjadi backbone semua operator dan ratusan ISPs yang semuanya main di level akses,” tuturnya.
Hal itu diperlukan guna mempercepat perkembangan industri telekomunikasi terutama di daerah di luar Jawa. (rl/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Perlu Adopsi FSRU sebagai Sumber Energi Listrik
Redaktur : Tim Redaksi