PLN Perlu Adopsi FSRU sebagai Sumber Energi Listrik

Rabu, 29 Juni 2016 – 02:50 WIB
PLN Perlu Adopsi FSRU sebagai Sumber Energi Listrik

jpnn.com - JPNN.com - Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengatakan negeri sebesar Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan bauran energi (energy mix).

Bauran energi yang dimaksud adalah Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) dengan memanfaatkan fasilitas yang berada di atas kapal untuk mengolah kembali gas alam cair (liquified natural gas/LNG).

BACA JUGA: Pengamat: Jangan Sembarangan Tuding Telkomsel Monopoli

"Termasuk membangun FSRU dan mulai meninggalkan energi BBM dan batubara, yang tidak ramah lingkungan," ujar Fahmi saat dihubungi media, Selasa (28/6).

Pernyataan ini disampaikan menyikapi langkah Pesiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (27/6) memanggil Menteri BUMN Rini M Soemarno, Dirut PT PLN Sofyan Basir dan Dirut PT Pertamina Dwi Soetjipto ke Istana.  Salah satu hasil pertemuan, Jokowi minta agar PLN lebih fokus di mikrohidro, minihidro, dan transmisi gardu induk.

BACA JUGA: Ini Cara Atasi Kelangkaan BBM Selama Lebaran

Presiden dianggap gerah dengan lambannya PLN dalam menjalankan mega proyek listrik. Maklum, Presiden berharap besar, pada akhir jabatannya nanti, Indonesia sudah terang benderang. Karena itu, ruang untuk pengadaan pembangkit listrik dengan aneka sumber energy perlu digiatkan.

Fahmi yang juga mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas mengatakan FSRU sendiri sudah diadopsi banyak negara karena lebih efisien dan cocok digunakan untuk negara kepulauan seperti Indonesia. Jadi,

BACA JUGA: PGN Santunani 15 Ribu Anak Yatim Rp 7,5 Miliar

“PLN harus terbuka dan mengubah paradigm tentang penggunaan energy bauran,” tegas Fahmi.

Fahmi mencontohkan, ada beberapa negara yang telah menggunakan FSRU. Di antaranya Australia dan Jepang. “Memang lebih efisien, tinggal dibutuhkan penguasaan  teknologinya," tukasnya.

Untuk itu, ia mengingatkan agar Dewan Energi Nasional (DEN) harus konsisten mendorong bauran energi karena sudah dirumuskan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Pemerintah, terutama Kementerian ESDM, kata Fahmi jangan lagi mengabaikan.

Pemerintah harus menggunakan segala cara dan memaksimalkan potensi yang ada. Pembangkit yang sedang dalam pengerjaan mesti dikebut. Salah satu teknologi suplai bahan bakar pembangkit adalah dengan menerapkan Floating Storage Regasification Unit (FSRU).

Guna mendukung hal itu, maka perlu didorong penggunaan floating facility atau fasilitas terapung yang melahirkan mini receifing LNG terminal berkapasitas 50 mmscfd (million metric standard cubic per day).

Mini receiving sebesar itu mampu mensuplai gas untuk pembangkit berkapasitas 200 MW. Konsep ini dari sisi waktu pengerjaan serta biaya jauh lebih cepat dan efisien.

Fahmi mencontohkan penerapan Teknologi Mini Terminal LNG di Benoa. Teknologi ini  memiliki tiga keuntungan. Pertama, untuk mempercepat proses operasi pembangkit.

Kedua, masalah biaya juga efisien. Penggunaan mini terminal LNG pemerintah bisa menghemat anggaran Rp 1,2 triliun per tahun.

Dan ketiga, penggunaan energi baru terbarukan bisa lebih besar.

"Kalau teknologi FSRU efisien akan terjadi penghematan besar, saya kira swasta harus masuk juga. Kita tidak bisa mengandalkan pemerintah saja, kalau ada teknologi itu harus didorong bahkan kalau ada swasta masuk diberi insentif," tandasnya. (jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BEKRAF dan Bank DBS Indonesia Gelar Kompetisi UKM Bisnis Kreatif


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler