New York Times Sorot Dinasti Jokowi, Pakar: Goyahkan Kesetaraan dan Keadilan

Rabu, 10 Januari 2024 – 17:51 WIB
Surat kabar The New York Times edisi Minggu 7 Januari 2024 memuat artikel tentang Dinasti Jokowi. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Surat kabar ternama Amerika Serikat (AS) The New York Times mengulas potensi kemunculan dinasti Presiden Indonesia Joko Widodo dalam edisi Minggu 7 Januari 2024. 

Artikel tersebut membahas dinamika menjelang Pilpres 2024, di mana putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka jadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

BACA JUGA: Mimbar Demokrasi Mahasiswa Jambi: Lawan Dinasti dan Pelanggar HAM!

Artikel berjudul ‘For Indonesia's President, a Term Is Ending, but a Dynasty Is Beginning,” mengungkapkan Gibran dapat maju ke perhelatan pilpres 2024 setelah Mahkamah Konstitusi yang dipimpin pamannya, Anwar Usman, mengubah batas usia minimal untuk menjadi capres atau cawapres.

The New York Times menyebut dugaan Jokowi berada di balik layar untuk mengatur keberlanjutan kekuasaannya melalui anaknya jelang berakhirnya masa jabatan.

BACA JUGA: Tolak Dinasti Politik, BEM UIN Palembang Ingin Pemimpin Prodemokrasi

Pernikahan Anwar Usman dengan adik Jokowi, Idayati, pada 2020 juga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.

"Saat itu, pakar hukum sudah memperingatkan adanya konflik kepentingan di masa depan," tulis The New York Times.

BACA JUGA: Tak Suka Politik Identitas dan Dinasti, FBR & Ikama Dukung Ganjar-Mahfud

Sorotan media terkemuka AS ini menjadi refleksi bahwa situasi demokrasi di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Pengamat media dan politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Serpong Ambang Priyonggo, mengemukakan dari perspektif demokrasi, upaya mengotak-atik konstitusi, yaitu Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur batas usia cawapres ini telah menggoyahkan nilai kesetaraan dan keadilan atas akses berpolitik warga negara.

“Ini karena berujung pada pemberian ruang dan keuntungan hanya kepada segelintir kelompok elite tertentu demi status quo kekuasaan,” ujar Ambang, Rabu (10/1).

Menurut dia, dari sudut pandang media AS yang hidup pada iklim demokrasi tentu fenomena ini dipandang sangat memiliki nilai berita proximity (kedekatan) dan impact (dampak).

“Terlebih ini terjadi di Indonesia yang konon merupakan negara demokratis terbesar keempat di dunia,” pungkas Ambang. (jpnn)


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : JPNN.com

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler